Brakk
Aidel membuka pintu rumahnya dengan kasar membuat Zaki dan Rani yang tengah bersantai di depan TV terperanjat.
"Dimana Gita!" teriaknya dengan mata mendelik.
"Maksud kamu apa, Nak?"
"Kenapa kamu datang langsung marah-marah seperti ini?" tanya Zaki menatap Aidel dengan was-was. Pasalnya dia tidak pernah mendengar Aidel berteriak seperti ini.
Apalagi dengan auranya yang seperti elang yang siap mencakar mangsanya saat itu juga.
"Gue nanya, Gita dimana?" teriaknya sekali lagi membuat Rani langsung bersembunyi di balik tubuh tegap Zaki.
"Belum pulang dari kemarin, katanya nginap di rumah temannya," sahut Rani dengan pelan.
"Kurang ajar!" ketus Aidel mengusap wajahnya gusar.
"Ada apa dengan Gita?" tanya Zaki yang semakin heran.
"Ada apa ayah bilang? Atau bahkan ayah nggak tau gimana keadaan Abel sekarang?"
Pertanyaan tersebut seketika berhasil membuat Zaki menelan ludahnya yang sepertinya tercekat di tenggorokannya.
"Ayah nggak tau Abel dimana?" tanya Aidel menatap ayahnya nyalang.
Zaki menatap Aidel sejenak, "Beberapa hari ini Abel tinggal di cafe, dia nggak mau pulang, padahal ayah udah berusaha membujuknya," sahutnya pelan.
"Hahah." Aidel tertawa hambar membuat Zaki mendongak menatapnya.
"Abel udah di rawat dari kemarin di rumah sakit dan sampai sekarang belum sadar, dan kalian tidak tau itu?" cecar nya.
"Dia jatuh dari tangga rooftop karna di dorong oleh seseorang."
"Dan kalian tau siapa yang udah dorong dia?"
"Gita!"
Mendengar itu membuat Zaki dan Rani melebarkan matanya.
"Nggak mungkin anak saya melakukan hal itu," sela Rani yang baru saja pindah dari belakang tubuh Zaki.
"Itu kenyataannya!" ketus Aidel.
"Gue bakalan pastiin, anak tante bakal mendapatkan hukuman yang setimpal," ketusnya.
kemudian beralih menatap Zaki dengan tatapan kecewa, "Mana janjimu, Yah? Mana janji mu untuk tetap menjaga kami di hadapan bunda waktu itu?"
"Secepat itu ayah melupakan semuanya?"
"Aidel benar-benar kecewa sama ayah," lirihnya kemudian berlalu dari sana dengan perasaan yang bercampur aduk.
"Aidel dengarkan penjelasan ayah dulu, Nak," sesal Zaki menatap punggung anaknya yang semakin menjauh hingga menghilang di balik pintu.
Melihat Aidel yang sepertinya tidak akan kembali untuk mendengarkan penjelasannya membuat Zaki mengusap wajahnya gusar.
"Apa yang udah di lakukan Gita?" bentaknya dan menatap Rani tajam.
Rani yang baru pertama kali mendapatkan bentakan dari Zaki membulatkan matanya. Di tengah keterkejutan nya itu, ia hanya menggelengkan kepalanya lemah.
"Saya kurang apa sama anak itu, hah? Saya sudah memberikan semua yang dia inginkan. Bahkan saya sudah lebih membela dia daripada anak kandung saya sendiri. APA ITU BELUM CUKUP?" hardik Zaki membuat Rani seketika terduduk luluh lantah di lantai yang dingin sambil menangis tersedu-sedu.
Alih-alih membujuk Rani, Zaki justru langsung melenggang pergi menuju garasi sambil mengusap wajahnya dengan kasar beberapakali.
Rani yang melihat perubahan sikap Zaki membuat tangisnya semakin menjadi. Rasa sesak dan marah kini membuncah di dadanya.
Ia menghapus airmata nya kasar, kemudian beralih merogoh saku piyamanya mengambil ponselnya. Mulai mengotak-atik ponselnya hendak menghubungi Gita.
Tetapi setelah dicoba beberapa kali, hasilnya tetap nihil. Nomor telepon Gita tidak bisa di hubungi sama sekali. Hal itu membuat Rani semakin frustasi, ia menarik rambutnya dengan kasar.
Hingga sebuah ide kembali muncul di kepalanya, Ilham. Ia harus menghubungi Ilham untuk membantunya mencari keberadaan Gita.
Nada sambung beberapa kali terdengar hingga akhirnya suara Ilham terdengar dari seberapa sana.
"Halo, Ma?"
"Halo, Nak. Kamu dimana?" tanya Rani berusaha untuk tetap tenang.
"Ah, iya, Ilham lupa ngabarin mama, Ilham lagi di rumah sakit, Ma. Jagain Abel. Gita udah pulang belum?"
Rani kembali menarik nafasnya pelan, "Belum, Nak. Dia pamit untuk nginap di rumah teman kemarin."
Terdengar helaan nafas dari seberapa sana.
"Dari kemarin kan Ilham udah minta mama buat awasin kelakuan Gita."
"Coba aja mama dengar omongan Ilham. Pasti nggak akan kayak gini kejadiannya."
"Mama tutup dulu teleponnya." Rani langsung memutuskan panggilan sepihak. Pikirannya kembali kalut. Apalagi setelah mencoba menghubungi Zaki beberapa kali tetapi tidak di angkat.