"Abel mengalami amnesia ...."
"A-apa?" Aidel menatap kedua dokter itu dengan terkejut, begitu juga dengan Haikal dan Ilham.
"Boleh saya lihat keadaan adik saya, Dok?"
"Tentu saja," ucap dokter Fadil sambil membuka pintu ruangan tersebut.
Setelah pintu terbuka dengan sempurna, terlihat Abel tengah berbaring lemah dengan pandangan kosongnya.
Aidel segera menghampiri brankar Abel, "Sayang ...," ucapnya dengan pelan.
Abel yang baru sadar dari lamunannya seketika bergerak untuk memeluk kakaknya, "Kak."
Aidel langsung membalas pelukan adiknya, "Kamu baik-baik aja kan, sayang."
"Kakak kapan datangnya, tadi Abel sama ayah lagi nungguin bunda operasi? Gimana keadaan bunda, Kak?"
Perkataan Abel membuat Aidel menatap kedua dokter itu, "Itu kejadian satu tahun yang lalu, Dok. Karena setelah operasi, bunda hanya bertahan selama setahun."
"Pasien kehilangan sebagian ingatannya, pasien yang mengalami amnesia masih dapat mengingat identitas pribadi namun sulit menerima informasi baru."
"Kondisi ini disebabkan oleh cedera atau kerusakan pada otak."
"Berapa lama ingatannya akan kembali, Dok?"
"Amnesia dapat terjadi sementara atau bahkan permanent. Kebanyakan orang yang mengalami amnesia mengalami masalah ingatan jangka pendek."
"Untuk saat ini, menjaga kesehatan mental dan emosi pasien sangat diperlukan, agar ingatannya dengan cepat bisa kembali," lanjut dokter Fadil.
"Tetapi ...," lanjutnya sambil melirik dokter Fahri.
"Tapi apa, Dok?" tanya Aidel dengan was-was.
Kini dokter Fahri menatap Abel dan Haikal sejenak kemudian melanjutkan, "Dia juga terkena kanker paru-paru."
Deg
Aidel sangat terkejut mendengarnya, bahkan kakinya seketika lemah membuat dia terduduk luluh lantah di lantai yang dingin.
"B-bagaimana bi-sa, Dok?"
"Kanker paru juga bersifat keturunan, Del. Tetapi kanker yang bersarang di paru-paru Abel adalah kanker paru sel kecil yang merupakan jenis kanker yang lebih agresif."
"Sel kanker pada kondisi ini cenderung tumbuh lebih dengan cepat dan lebih mudah menyebar ke bagian tubuh lainnya."
"Pengobatan yang lebih efektif untuk membunuh kanker tersebut secara permanent apa, Dok?" kali ini Ilham yang buka suara melihat Aidel yang sudah sangat kacau.
"Operasi saja, Dok. Angkat sel kanker nya," sahut Aidel dengan cepat.
"Kami perlu melakukan CT scan terlebih dahulu untuk mengetahui pertumbuhan kanker tersebut karena ada beberapa jenis kanker yang tidak merekomendasikan pembedahan."
"Lakukan yang terbaik, Dok. Kalau bisa, Abel nggak perlu melakukan kemoterapi, kasian nanti Abel kesakitan terus," ucap Aidel dengan punggung yang bergetar hebat menahan isakannya.
"Tetapi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, sebaiknya setelah operasi, dilanjutkan dengan radioterapi dan kemoterapi."
Perkataan dokter Fahri berhasil membuat Aidel semakin terpuruk. Membayangkan bagaimana Abel merasakan sakit setiap melakukan kemoterapi membuatnya hancur.
"Sebenarnya ...." Dokter Fahri menjeda kalimatnya.
Aidel kembali terdengar menunggu perkataan dokter Fahri selanjutnya.
"Abel sudah tau penyakitnya sejak beberapa waktu yang lalu. Tapi dia lebih memilih menyembunyikan penyakitnya sendiri daripada membuat orang-orang yang dia sayangi khawatir kepadanya," sambung dokter Fahri dengan pelan.
Aidel menatap Abel yang tengah menatap mereka dengan heran, pasalnya dia tidak mengerti hal apa yang mereka bicarakan.
"Kenapa, Bel? Kenapa? Kamu mau ninggalin kakak juga, kayak bunda, hah?"
Perkataan Aidel membuat Abel mengerutkan keningnya, "Maksudnya apa?"
Sebelum Aidel melanjutkan perkataannya, dokter Fadil langsung memotong, "Ingat pesan saya, jangan buat Abel merasa tertekan dulu untuk beberapa waktu kedepan."
Aidel langsung menyadari perbuatannya, ia kembali berbalik membelakangi Abel.
"Saat ini, kami perlu melakukan CT scan untuk mengetahui langkah apa yang harus kami lakukan untuk membunuh kankernya," lanjut dokter Fahri.
"Apapun jenis pengobatannya nanti, kita harus menunggu sampai kondisi Abel membaik, kami tidak berani melakukan tindakan apapun sebelum kondisinya membaik," sambungnya.
"Abel pasti sembuh kan, Dok?"
"Abel nggak akan ninggalin saya lagi kan, Dok?" tanya Aidel dengan sangat khawatir.
"Kami akan melakukan yang terbaik, Del. Selebihnya serahkan kepada yang maha kuasa," sahut dokter Fahri.
"Nggak, Dok. Abel harus sembuh. Lakukan apapun, Dok. Kalau perlu kerahkan seluruh dokter spesialis kanker terbaik di dunia ini, saya nggak mau kehilangan orang yang saya sayangi untuk yang kedua kalinya, Dok," lirih Aidel dengan suara beratnya.
Ilham ikut duduk sambil menepuk pundak Aidel dengan pelan, "Tenangin diri lo dulu, semuanya akan baik-baik aja, percayakan semuanya kepada mereka."