Chrive

Shiina Lee
Chapter #2

Bab 1

 2008

 Aku terbangun, mengerjap pelan. Menyadari bahwa kejadian barusan hanyalah sepenggal kenangan yang muncul kembali.

Mimpi itu lagi. Sampai kapan akan terus teringat? Christin sudah lama pergi, sudah sembilan tahun dia pergi. Meskipun demikian, mengapa akhir-akhir ini aku selalu memimpikannya?

Matahari menyinari jendela kamarku yang tak tertutup tirai. Hari ini hari Senin, hari yang penuh dengan pelajaran yang tidak kusukai. Memikirkannya saja membuatku merasa sangat malas. Namun, aku tak boleh bersikap begitu. Aku menghela napas panjang. Kuangkat tangan kananku, mengusap wajah menghalau silau dari sinar mentari pagi yang menerobos melalui kisi jendela.

Aku harus menjadi Yves yang biasanya, Yves yang rajin dan penuh semangat untuk semua pelajaran.

***

“Pagi, Ma!” sapaku sambil membetulkan dasi seragam sekolahku. Seperti biasa, tak ada jawaban. Mama sedang membaca koran, sibuk dengan dirinya sendiri. Aku menghela napas.

“Sarapan sendiri, ya,” katanya, tanpa memalingkan mata dari koran. Ia memberiku uang jajan yang hanya cukup untuk ongkos pulang-pergi.

“Iya, Ma, aku berangkat dulu.”

Kuambil uang itu, memasukannya ke dalam dompet. Aku melangkah menuju pintu depan. Belum sempat aku membuka pintu, kudengar suara Mama nyaring menggema.

“Yves, hari ini ulangan Matematika, kan? Jangan lupa tunjukkan hasilnya pada Mama.”

“Iya, Ma!”

***

Bel hampir berbunyi ketika aku masuk ke halaman sekolah. Separuh berlari aku melintasi lapangan menuju kelasku. Di lorong aku berpapasan dengan beberapa siswa yang juga sedang mempercepat langkahnya. Di depan pintu kelas, aku berhenti dan menghembuskan napas lega.

Gontai aku melangkah ke bangkuku di deretan depan. Kuhempaskan tubuh penatku di atas bangku, terutama setelah adegan kejar mengejar bus. Lalu percakapan Dio dan Aria di sampingku menyelinap ke telingaku, mengusik rasa ingin tahuku.

“Konser Christin kapan sih?”

“Bulan depan, kan?”

“Beneran? Gue mau pesen tiketnya nih!”

“Nitip dong! Gue juga fans beratnya!”

“Gue juga, ya!”

Christin? Konser? Jangan-jangan….

“Selamat pagi, anak-anak!” Pak Andi, guru Matematika, memasuki kelasku. “Singkirkan apapun yang diatas meja kecuali alat tulis! Cepat, masukkan buku kalian ke dalam tas! Saya akan membagikan lembar soal sekarang.”

***

Matahari terik sekali hari ini. Seperti ingin mengejekku yang tidak begitu yakin akan jawaban soal nomor lima di ulangan tadi. Padahal secara keseluruhan aku bisa, aku sudah belajar mati-matian, tapi kenapa aku kurang yakin bisa dapat nilai bagus, ya?

Aku pulang berjalan kaki, menuju ke sebuah toko yang tak jauh dari sekolah. Toko buku kecil, tempat aku bekerja sambilan. Di sini aku bekerja dari sepulang sekolah sampai jam delapan malam, untuk kebutuhanku dan Mama.

Sudah beberapa bulan ini Mama menganggur akibat perusahaannya mendadak bangkrut dan merumahkan seluruh karyawannya. Mama mencoba menyambung hidup kami berdua dengan membuat rangkaian bunga dan menjualnya secara online, tetapi hasilnya masih jauh dari memuaskan mengingat terlalu banyak saingan. Jadi, satu-satunya yang bisa ia lakukan hanyalah membaca koran setiap pagi, melingkari iklan lowongan kerja dan mengadu nasib dengan ribuan pencari kerja lainnya. Beberapa kali aku sempat bertanya apakah sudah mendapat pekerjaan, namun Mama selalu terdiam, membuatku enggan untuk bertanya lebih jauh.

Seandainya saja Papa masih ada di tengah-tengah kami ....

Lihat selengkapnya