Chrive

Shiina Lee
Chapter #28

Bab 27

Christin

From: Someone Someone (someone@mail.com)

To: Christin Aurelia (ch_aurelia@mail.com)

Subject: No Subject

Wait ... and see.

I bet you will be very surprised when you know the surprise.

E-mail siapa lagi ini? Aku mau tak mau langsung teringat pada e-mail yang kuterima dan kuhapus beberapa waktu lalu. Pengirimnya sama dengan pengirim e-mail yang ini.

Apa maksudnya?

Aku mencoba menebak-nebak siapa pengirim e-mail ini. Paling orang yang akan memberiku kejutan, atau apa. Buktinya dia tak mau aku mengetahui identitasnya.

“Lagi liat apa, hon?” Caesar, yang sedang berada di sampingku, melirik ponsel yang kugenggam sekilas dan membaca e-mail yang kuterima itu. “Surat kaleng, ya?”

“Gue juga penasaran, siapa dia.”

“Udah, cuekin aja, hon. Yang kayak gitu, mah, spam. Ga usah dipikirin,” Caesar kembali menyerahkan ponsel milikku.

Aku ingin menghapusnya, tapi sebagian firasatku mengatakan bahwa e-mail ini bukan sekadar e-mail spam biasa. Ragu, akhirnya aku membiarkan e-mail itu.

***

Jesse

“Dea, sini ikut gue!” gue menghentikan motor gue di depan rumah Dea. Kebetulan Dea lagi ada di depan rumah, menyiram tanaman anggrek yang ada di halaman rumahnya.

“Jesse? Mau kemana?”

“Ya ampun, Dea! Bukannya kita udah janji mau ke tempat temen gue yang juga temen Caesar itu, ya?”

“Ah, iya!” Dea menepuk kepalanya dan dengan panik masuk ke rumah, “Bentar, ya, Jesse!”

“Ya udah, sana,” gue menggeleng-gelengkan kepala. Nih anak, ternyata mirip Yves juga, rada-rada panikan, tapi gue malah lucu ngeliatnya.

Tak lama kemudian, Dea muncul. Kali ini dia udah dandan dan jadi lebih cantik lagi. Kalau Yves ga setuju jadiin dia ‘target’, mungkin gue udah coba pedekate-an sama Dea.

“Yuk!” gue memberikan helm pada Dea, dan berdua kami pergi ke rumah Ernest, teman gue yang juga teman Caesar itu.

***

Yves

Gawat! Benar-benar gawat! Hari ini aku harus latihan dua piano concerto bersama instrumen lainnya, sedangkan aku baru menguasai satu lagu, itupun harus pakai partitur, padahal Pak Friedrich mewanti-wantiku untuk setidaknya bisa menghafalkan satu saja piano concerto itu. Sisanya aku bahkan belum menyentuhnya sama sekali, gara-gara terlalu fokus pada solo piano, duet piano, dan lagu untuk lomba! Pasti hari ini aku akan dibentak Pak Friedrich habis-habisan!

“Gimana, nih, Gras?” kataku panik ketika Gratia menemuiku, seperti biasa untuk berangkat bareng.

“Ya, mau gimana lagi?” Gratia berkata sedih, “Berserah saja, berharap semoga kamu bisa langsung main dengan sekali baca.”

“Aku ga sehebat itu, kali! Ini piano concerto, Gras! Bukan lagu anak kecil!”

“Ya udah, tenangin dirimu dulu, Ves. Sekarang kita berangkat, nanti kamu baca dulu partiturnya.”

“Gras, sekarang udah jam 6 kurang 10! Kita harus nyampe jam 6!” aku melirik jam tanganku, tambah panik.

“Ya sudah, pasrah aja, Ves!” Gratia langsung menaiki sepedanya dan dia langsung melesat meninggalkanku.

“Gras! Tungguin!” aku buru-buru mengeluarkan sepedaku dan tak lama kemudian aku menyusul Gratia.

Rasanya jarang-jarang aku seceroboh ini. Belum bisa menghafal duet piano atau solo piano rasanya tak sememalukan jika belum menyentuh sama sekali partitur piano concerto. Aku bodoh. Ini gara-gara aku terlalu memikirkan “rencana itu”...

Fokus, Ves, fokus! Aku harus fokus di piano, sekaligus “rencana itu”. Dalam hati aku berjanji, tak akan kecolongan seperti ini lagi.

***

“Kamu latihan ga, sih? Kok mainnya ga sebagus biasanya?” Pak Friedrich menatapku heran. Aku memang baru sebatas membaca partiturnya saja. Jadilah aku melakukan sangat banyak kesalahan, tak seperti yang Pak Friedrich inginkan.

“Maafkan saya, Pak,” aku tertunduk menyesal. Aku tak mau bilang kalau aku belum melatih partitur itu sebelumnya.

“Latihan lagi, ya,” katanya. Aku mengangguk.

Aku tak sabar untuk online sore ini. Hari ini Jesse rencananya mengajak Dea ke rumah teman Jesse yang juga teman ... uhm ... cowok barunya Christin itu. Gimana, ya, mereka?

***

Selesai latihan, aku langsung men-take away makanan dari restoran Gratia, kemudian menuju asrama, dan menyalakan laptop. Jam setengah empat sore di Berlin, harusnya di Jakarta masih belum terlalu malam.

Untunglah, Jesse masih online!!

yves.michaelo: Gimana si Dea? Ceritain.

jesseclaude: Sukses, tuh. Tadi gue sama dia ke rumahnya Ernest.

yves.michaelo: Ernest? Siapa?

jesseclaude: Temen gue sekaligus temen Caesar.

yves.michaelo: Jangan sebut nama itu lagi, atau gue bakal teror lo seumur hidup! Tau kan gue kalo neror kayak gimana?

Lihat selengkapnya