Gratia
Akhirnya hari ini kami akan mengadakan konser tahunan. Kabarnya perwakilan orkestra besar dari seluruh penjuru Jerman dan Austria juga ikut hadir menyaksikan konser ini. Sebagai pembuka adalah permainan solo piano milikku duet piano, kemudian dilanjutkan dengan piano concerto, solo piano Yves, lalu piano concerto yang kedua dan terakhir duet piano.
“Keluarkan saja semua kemampuan kalian. Jangan terpengaruh dengan kesalahan orang lain, lantas kalian juga ikut-ikutan membuat kesalahan,” seorang kakak kelas, perwakilan dari kelompok strings memberikan pengarahan kepada anak-anak strings angkatan pertama. Aku tersenyum melihatnya. Aku juga akan mengeluarkan semua kemampuanku.
Ngomong-ngomong Yves kemana, ya? Aku tak melihatnya sejak pagi tadi. Jangan bilang dia terlambat lagi seperti waktu itu!
***
Yves
Andai aku tak mengecek e-mail tadi pagi, mungkin sekarang aku sudah berada di backstage tempat konser. Tapi sudah terlambat. Lima jam lagi konser dimulai, dan dilaksanakan di gedung Berlin Music Concert Center yang jaraknya 1 jam bersepeda dari sini. Aku masih berada di atas tempat tidur di asramaku, tak melakukan apapun. Hanya karena sebuah e-mail singkat dari Jesse, “Kondisi Christin sudah semakin kritis. Kata dokter, mungkin ia tak akan bisa bertahan hidup dalam waktu lebih dari 24 jam.”
Ia benar-benar takkan bisa kembali lagi. Kalau sudah begini, aku dan Christin tak bisa bersama lagi seperti dulu.
Suara gedoran paksa berkali-kali di pintu kamarku mengagetkanku. “Yves, buka pintunya!”
Aku membuka pintu dan melihat Takumi menatapku dengan wajah marah, “Sampai kapan kamu mau bersantai-santai? Gratia dan semua anak klub orkestra lainnya sudah ada di gedung konser!”
Aku menunduk, “Aku ga bisa, Takumi. Mantanku ....”
Takumi hendak menamparku, namun refleksku lebih cepat untuk menahan tangannya.
“Ves! Be professional! Aku tahu, aku dengar dari Gratia kalau mantanmu koma, tapi bukan berarti kamu lantas mengurung diri di sini dan tak mau tampil! Kamu harus sadar, di luar sana banyak orang menunggu kamu tampil! Apa jadinya kalau kamu tak tampil, padahal kamu harus membawakan hampir semua lagu! Mana Yves yang aku kenal, yang ambisius dan ingin menjadi pianis di Berlin Philarmonic Orchestra?!”
Aku terdiam.
“Sekarang cepat ganti baju dan berangkat ke sana!” bentak Takumi lagi.
Aku mengangguk. Sepertinya memang Christin harus benar-benar dilupakan dari hidupku. Jika aku begini terus, aku takkan pernah bisa mencapai ambisiku.
***
Gratia
“Yves belum datang juga, ya?” tanyaku pada Takumi lewat telepon. Sudah setengah jam lebih berlalu dari saat ia bilang akan ke asrama Yves.
“Tadi aku sudah menyuruhnya ke sana, dan dia sudah berangkat, sih. Kamu tunggu aja. Jaraknya memang agak jauh dari asrama.”