Chrive

Shiina Lee
Chapter #32

Bab 31

Tubuhku serasa akan terjatuh, namun segera ditopang oleh sosok yang paling ingin kulihat keberadaannya saat ini. Aku mendekatkan tubuhku dengan tubuhnya, merapat dalam pelukan, merasakan kehangatan yang benar-benar nyata. Bahunya yang kini lembab oleh air mataku yang merembah tak bisa kuhentikan. Entah sudah berapa kali aku mengucapkan kata maaf sambil tersedu.

Semua ini memang salahku.

Aku terlalu egois.

Aku mementingkan ambisiku semata.

Kalau saja aku tak ke Berlin dan meninggalkan semuanya di Jakarta ....

Kalau saja aku tak terlalu sibuk sampai tak punya waktu sekadar membalas pesan ....

Kalau saja aku tak bertindak seperti anak kecil, mengirimkan e-mail tanpa nama dan merencanakan balas dendam ....

Kalaupun aku bermimpi, kumohon, aku tidak mau terbangun lagi.

“Jangan nangis lagi, Yves,” tangannya bergerak menyentuh pipiku dengan lembut.

“Kamu ... kenapa bisa ... di sini?” suaraku tercekat, meski emosiku sudah terasa lebih tenang. Kedua tangan Christin yang mungil menggenggam kedua tanganku. Aku rindu sentuhan tangannya yang lembut.

“Aku pengen ketemu kamu,” bibirnya mendekat ke arah punggung tanganku dan mengecupnya.

“Tapi bukannya kamu udah ....”

“Koma? Itu cuma akal-akalan aku dan Jesse,” ia tertawa. Ah, tawa itu, sudah lama aku tak mendengarnya.

“Jadi ....”

“Iya, kami cuma menyiapkan kejutan untukmu,” ia mengeluarkan sebuah kotak berhiaskan kertas kado bernuansa biru dari tasnya dan memberikannya padaku, “Happy belated birthday, Yves Michaelo! Buka kadonya pas udah pulang aja, OK?”

Aku tak tahu harus bereaksi apa, terlalu terkejut dengan semua ini.

You can surprise me, so I think I should make a surprise for you too. Do you enjoy it?

Umm ... thank you ....” aku benar-benar bingung.

You’re welcome! Aku minta maaf, ya, sekali lagi. Ga seharusnya aku kayak gitu."

"Aku juga ... minta maaf."

"Kita impas," Christin memamerkan senyumnya, membuatku tanpa sadar ikut tersenyum.

"Mumpung udah lama ga ngobrol, ke kafe yang waktu itu kamu ceritain, yuk, Ves!”

“Kafe? Yang mana?”

“Yang katamu di tepi sungai itu, loh...”

“Oh, yang itu. Boleh!” kebetulan kafenya tak begitu jauh dari sini. Hanya 15 menit bersepeda, setahuku. Aku membuka vest blazer dan dasi yang kukenakan, kemudian menyimpannya di tas.

 “Pegangan, ya, Chris!” aku menaiki sepedaku, kemudian menggenjot pedal sekuat tenaga. Christin memelukku dari belakang erat-erat. Aku sangat menikmati saat seperti ini, mengingatkanku pada masa lalu, ketika kami pacaran dulu, waktu kami keliling Jakarta naik sepeda. Jalan yang terus menanjak membuat napasku agak terengah, tapi aku senang. Kulirik ke belakang, Christin tersenyum padaku.

“Ga apa-apa, Ves?” tanyanya kuatir ketika aku berhenti sejenak, mengatur napasku yang memburu.

“Ga apa-apa. Dikit lagi, kok!” aku menggenjot lagi, dan tak lama kemudian kami sampai di kafe itu. Sebuah kafe dengan bangunan serba kayu, yang terletak tepat di sisi Landwehrkanal. Interior klasik yang terkesan homey dan musik instrumental khas Jerman mengalun begitu kami memasuki area kafe. Langit sudah gelap, namun pemandangan cahaya lampu dari membuat suasana tambah romantis. Gratia menceritakan tentang salah satu kafe favoritnya ini beberapa waktu lalu padaku, dan ternyata memang benar. Walau aku baru pertama kali ke sini, aku langsung jatuh cinta pada tempat ini.

***

Sepiring flammkuchen[1] dengan topping bacon dan keju, serta satu porsi rostbratwurst[2] dengan sauerkraut[3] dan dua gelas berisi air mineral tersaji di atas meja, sangat menggugah selera. Apalagi, aku terakhir makan berat tadi pagi, dan hanya makan sedikit saat after party tadi karena memilih untuk beristirahat sejenak sebelum pulang. Christin juga sepertinya tertarik melihat hidangan otentik khas Jerman di hadapannya.

“Nah, sekarang ceritakan padaku yang sebenarnya,” pintaku pada Christin sembari mengambil sepotong flammkuchen, “Soal apa yang terjadi selama kamu pura-pura koma.”

“Kamu khawatir, ya?” Christin tersenyum menggodaku.

“Jelas!”

“Ternyata kamu masih sayang padaku.”

“Cepat cerita!” Aku menutupi rasa maluku dengan menenggak air mineral yang ada di depanku.

Lihat selengkapnya