Chrono Prisoner

Penulis N
Chapter #3

3

Suara dentuman terakhir dari sistem penutup Celah Waktu menggema seperti gema dari lubuk perut bumi. Udara di dalam ruang observasi terasa lebih padat, seperti setiap molekul sedang menyesuaikan diri kembali ke hukum alam yang sebelumnya telah kacau. Namun meskipun celah itu tertutup, kerusakan telah terjadi. Waktu masih terasa tidak stabil.

Riven jatuh berlutut, menggenggam kepalanya. Pandangannya kabur, dan denyut rasa sakit menyentak-nyentak di pelipisnya seperti jam yang kehilangan irama. Suara-suara samar mulai terdengar, tetapi bukan dari sekitar... suara itu berasal dari dalam kepalanya sendiri.

"Riven... kau tidak berasal dari sini..."

"Ingat siapa dirimu sebelum eksperimen dimulai..."

Wajah-wajah asing berkelebat di pikirannya—bukan Mace, bukan Lira, bukan siapa pun yang dia kenal sekarang. Ada seorang anak kecil berdiri di bawah langit merah, tangannya menggenggam sesuatu—sebuah lencana berbentuk jam pasir pecah.

"Riven! Hey, fokus padaku!" Lira mengguncang tubuhnya, membuat bayangan itu menghilang seketika. Riven menarik napas dalam, keringat dingin membasahi pelipisnya.

"Aku... aku melihat sesuatu. Kenangan. Tapi bukan kenanganku—atau mungkin... ya," katanya sambil memegang dahi. "Aku tidak yakin. Rasanya seperti... hidup yang pernah kumiliki tapi tidak kuingat."

"Efek pasca-celah," gumam Mace, memeriksa alat pendeteksi di pergelangan tangannya. "Garis waktu kita mulai bercampur. Ini lebih buruk dari yang kita kira. Penutupan celah hanya menambal luka di permukaan. Dalamnya masih berdarah."

"Dan yang lebih parah...," Lira menambahkan, matanya menatap panel monitor yang kini menampilkan data anomali, "waktu mulai runtuh secara internal. Ingatan orang-orang di dalam penjara ini mulai bertabrakan."

Di layar, grafik menunjukkan distorsi memori massal: tahanan yang tidak lagi tahu siapa mereka, penjaga yang mengalami déjà vu berulang, dan sistem yang terus-menerus reboot dengan log yang saling bertentangan.

Riven menatap tangannya. Mereka bergetar.

Siapa aku sebenarnya? pikirnya. Apakah dia benar-benar hanya subjek eksperimen, atau ada sesuatu yang lebih besar yang ditanamkan dalam dirinya?

Beberapa menit kemudian, mereka menuju ruang penyimpanan catatan eksperimen, tempat file kuno yang tidak terhubung dengan jaringan utama disimpan secara manual—dengan harapan tak ikut rusak oleh distorsi digital.

Di ruangan berdebu itu, mereka menemukan satu kotak logam dengan simbol jam pasir yang sama dengan yang Riven lihat dalam penglihatannya.

"Ini milikmu," kata Lira pelan, menyerahkannya ke tangan Riven.

Tangannya gemetar saat menyentuh kotak itu. Seolah tubuhnya tahu lebih banyak daripada pikirannya. Saat dibuka, lembaran lusuh bertuliskan:

Subjek KR-01

Nama asli: Rivenshade Caelum

Status: Disinkronisasi penuh dengan sistem inti proyek Chrono Prisoner

Catatan: Ingatan telah dipecah menjadi 13 fragmen besar dan disebar ke seluruh zona eksperimen untuk menghindari deteksi musuh.

Dunia di sekitar Riven seperti terhenti. Ia bukan sekadar subjek. Ia inti. Dialah kunci proyek ini—dan musuh tahu itu.

"Ada dua belas zona lain," bisik Riven. "Dan satu fragmen masih dalam diriku..."

Mace menatapnya tajam. "Berarti... jika seseorang berhasil mengumpulkan semua fragmen itu..."

"Dia bisa mengendalikan waktu. Sepenuhnya," jawab Lira dengan suara berat.

Saat mereka mencerna kenyataan itu, alarm kembali menyala. Tapi bukan alarm celah waktu—melainkan alarm perimeter.

Seseorang—atau sesuatu—telah masuk ke dalam penjara. Bukan dari luar, tapi dari bagian terdalam yang selama ini terkunci: Zona Void.

Dan insting Riven langsung mengatakan: salah satu fragmen memori ada di sana.

Langkah kaki mereka menggema di lorong logam yang menuju Zona Void. Tidak ada lampu. Hanya sorot biru redup dari lampu darurat yang berkedip pelan, seolah kehabisan energi atau... kehilangan semangat.

"Zona Void dulunya adalah pusat eksperimen pengendalian waktu generasi pertama," bisik Mace, tangannya menggenggam senjata elektro-magnetik di pinggangnya. "Tapi mereka menutupnya karena... sesuatu di dalamnya mulai bergerak sendiri."

Riven hanya mendengarkan. Kepalanya masih terasa berat, tapi setiap langkah mendekatkan dia pada fragmen memori lain. Ia bisa merasakannya—seperti panggilan sunyi yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.

Begitu mereka melewati pintu terakhir, suhu turun drastis. Ruangan raksasa terbentang di depan mereka—lab terbengkalai, alat-alat terapung di udara, membeku dalam waktu. Sebuah jam besar tergantung terbalik di langit-langit, jarumnya berhenti pada pukul 00:00.

"Ini bukan... waktu yang beku," Lira berkata pelan. "Ini waktu yang menunggu."

Mereka melangkah ke dalam. Lantai kaca yang retak menyembunyikan kabut gelap di bawahnya—seperti jurang yang menganga, siap menelan siapa pun yang ceroboh.

Riven terhenti saat melihat sosok bayangan berdiri di seberang ruangan. Sosok itu seperti dirinya—tapi lebih muda. Lebih kurus. Matanya kosong.

"Siapa—"

Sosok itu membuka mulutnya. Tapi bukan suara yang keluar. Melainkan fragmen memori—sebuah aliran cahaya melesat ke arah Riven dan menghantam dadanya.

Kepalanya kembali terasa pecah. Dunia di sekitarnya berputar. Dan ia melihat...

Lihat selengkapnya