Saat suara itu bergema, dunia di sekitar mereka mulai berputar dengan kecepatan yang tak terbayangkan. Lira merasakan tubuhnya seperti melayang, diselimuti oleh kekuatan tak kasat mata yang membuatnya terombang-ambing dalam ruang yang tak terdefinisikan. Sebuah perasaan seperti berada di antara dimensi, di mana waktu dan ruang tidak lagi berfungsi seperti yang seharusnya. Semua yang ada terasa kabur, seperti berada dalam mimpi yang tak pernah berakhir.
"Aren!" serunya, berusaha mencari sosok yang sudah mulai menghilang dalam kekelaman yang menyelimuti.
Namun, sebelum ia bisa meraih apa pun, bayangan itu muncul kembali, semakin besar dan semakin jelas. Sosok itu, yang kini tampak seperti seorang raksasa bayangan dengan kekuatan tak terbendung, berjalan mendekat. Wajahnya tak terlihat, hanya siluet yang kabur, tetapi ada aura yang sangat menakutkan menyelimuti seluruh keberadaannya.
"Apakah kalian siap untuk ujian terakhir?" suara itu kembali bergema, kali ini lebih dalam, lebih penuh ancaman.
Lira merasakan sepertinya ia terikat pada tempat ini, tubuhnya seolah tak bisa bergerak, terjerat dalam kekuatan yang lebih besar dari dirinya. Aren juga tampak terdiam, meski memegang pedang dengan erat.
"Sesuatu akan berubah, Lira," kata Aren pelan, matanya tak pernah lepas dari bayangan besar di hadapan mereka. "Kita akan melewati ujian ini. Tapi itu berarti kita harus melepaskan sesuatu yang berharga."
Lira mengangguk, meskipun jantungnya berdebar keras. "Apa yang harus kita lepaskan?"
Bayangan itu mulai berbicara lagi, suara yang lebih berat dan misterius, "Jalan yang kalian pilih ini tidak ada yang bisa menghindari takdirnya. Ujian ini akan mengungkapkan kelemahan kalian, menggali kedalaman jiwa kalian, dan mengambil yang paling berharga dari kalian. Hanya mereka yang siap melepaskan ketakutan terbesar mereka yang akan berhasil."
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Lira, suaranya hampir terhanyut oleh gemuruh suara bayangan itu.
"Apa yang akan kalian lakukan jika yang paling kalian cintai diambil dari kalian?" jawab bayangan itu, seperti menantang mereka.
Lira merasa darahnya mengalir lebih cepat, pikirannya mulai berputar. Apa yang dimaksud oleh bayangan ini? Apa yang akan mereka hadapi di ujian terakhir ini?
"Siapa yang akan kamu pilih untuk diselamatkan?" suara itu melanjutkan, kali ini dengan nada yang penuh tipu daya. "Aren atau diri kamu sendiri?"
Lira menatap Aren, yang kini tampak lebih gelisah. Tentu saja, mereka berdua tahu betul betapa besar arti satu sama lain dalam perjalanan ini. Namun, pilihan ini... membuatnya mencekam. Apa yang akan terjadi jika salah satu dari mereka harus pergi demi yang lain?
"Jangan jatuh dalam perangkap ini," kata Aren, suaranya lebih tegas. "Kita harus tetap bersama. Apa pun yang terjadi."
"Jangan terlalu yakin," suara bayangan itu kembali terdengar. "Hanya satu yang bisa bertahan. Pilihlah, atau biarkan takdir memilih untuk kalian."
Waktu terasa terhenti sejenak, dan Lira merasa seolah seluruh dunia menjadi gelap. Seluruh tubuhnya terasa lemah, seakan setiap kekuatan yang ia miliki terhisap keluar. Namun, seiring dengan tekanan yang datang, ada sebuah kekuatan yang mulai bangkit dalam dirinya—keinginan untuk bertahan, untuk melawan takdir yang seakan ingin memisahkan mereka.
"Jika aku harus memilih, aku memilih untuk bertahan bersama," Lira akhirnya berkata dengan lantang, menatap bayangan itu dengan tatapan penuh tekad. "Aku tak akan membiarkan diriku kehilangan orang yang sangat berarti bagiku. Tak akan ada ujian yang bisa memisahkan kami."
Aren tersenyum tipis, meskipun ia merasa gelisah dengan ujian ini. "Begitu pula aku. Tidak ada yang lebih penting selain kita berdua. Kita sudah melalui begitu banyak bersama."
Bayangan itu terdiam sejenak, seolah berpikir. Lalu, sebuah tawa rendah terdengar, menderu dalam keheningan.
"Begitu mudahnya kalian membuat pilihan, ya?" suara itu kembali bergema, meskipun kali ini lebih tenang, hampir seperti sebuah godaan. "Tapi ingat, keputusan ini tidak bisa diubah."
Tiba-tiba, bayangan itu berubah menjadi gelap, menyelimuti mereka dalam kegelapan pekat. Dunia kembali berputar, dan Lira merasakan tubuhnya terlempar, seakan dipaksa mengikuti arus yang tak terduga.
"Apa yang terjadi?" tanya Lira, mencoba untuk tetap tenang meskipun suasana semakin menakutkan.
"Sesuatu yang sangat besar akan datang," jawab Aren, menggenggam pedangnya lebih erat. "Tapi kita tidak bisa mundur sekarang."
Di depan mereka, cahaya mulai muncul kembali. Namun kali ini, cahaya itu bukan lagi sebuah petunjuk, melainkan sebuah ancaman yang semakin terang. Suara gemuruh terdengar, seperti bumi yang terbelah. Dan di dalam cahaya itu, mereka bisa melihat sebuah siluet besar yang mendekat dengan cepat.
"Apakah kalian siap untuk apa yang akan datang?" suara itu kembali bergema, kali ini lebih keras, lebih mendalam.
Lira dan Aren menatap satu sama lain, sebuah tekad yang lebih kuat menyelimuti hati mereka. Mereka tidak akan menyerah, tidak akan mundur. Bahkan jika ujian ini memaksa mereka untuk melangkah ke dalam kegelapan yang lebih dalam, mereka akan tetap berdiri bersama.
Jalan ini mungkin akan berakhir dengan sebuah pilihan yang mengerikan, tetapi mereka tahu satu hal pasti—mereka tidak akan pernah berjalan sendirian.
Setelah kegelapan itu mereda, mereka berdiri di sebuah tempat yang asing, namun tidak sepenuhnya asing. Di sekeliling mereka, sebuah hutan lebat tampak seakan-akan baru saja muncul dari kedalaman dunia yang tak terlihat. Pohon-pohon tinggi menjulang, bercabang-cabang raksasa yang tampak seperti ingin menelan langit itu sendiri. Namun, ada sesuatu yang aneh di dalam hutan ini, sebuah energi yang terasa mengerikan dan berat.
"Ini bukan hutan biasa," Aren bergumam, matanya bergerak waspada ke sekelilingnya. "Ada sesuatu yang... aneh di sini."
Lira merasakan hal yang sama. Setiap langkah mereka terasa semakin terperangkap dalam tekanan yang semakin kuat, seperti ada sesuatu yang mengawasi mereka dari kejauhan. Tidak ada suara burung atau binatang yang biasanya terdengar di alam, hanya keheningan yang menakutkan.
Tiba-tiba, di kejauhan, mereka melihat sebuah jalan setapak yang terbentang menuju sebuah cahaya yang samar. Cahaya itu tampak seperti sebuah pintu keluar dari hutan ini, namun seiring mereka melangkah lebih dekat, rasa waspada mereka semakin meningkat.
"Apakah kita yakin akan menuju ke sana?" tanya Lira, suaranya lebih terdengar seperti sebuah pertanyaan yang belum terjawab.