“Fre? Apa yang kau pikirkan ketika mempertaruhkan nyawa demi aku? Gadis acuh tak acuh itu akhirnya mau membuka diri untuk orang lain. Bahkan, dia melakukan sesuatu yang mengejutkan, di luar dugaanku. Demi aku? Sepertinya terdengar terlalu berbangga hati. Tapi jika itu juga terjadi padamu, aku akan melakukan hal yang sama.” (RAFFA)
Nicky menutup pintu kamar setelah sang mama mengantar dokter pribadi keluar. Sahabat karib sekaligus teman sekelas Raffa itu, duduk di tepi ranjang dekatnya berbaring. Dia mengamati kaki Raffa yang sudah berbalut perban. Kemudian, melihatnya, penuh selidik. Raffa justru mengalihkan diri dengan mengangkat badan menyandarkannya pada dua bantal yang dimiringkan jadi satu. Rasa penasaran dalam benaknya justru lebih besar. Bagaimana cara Frea meminta bantuan. Itu tentunya dengan perjuangan karena dia harus mengalahkan rasa takut. Berjalan sendiri di tengah hutan yang makin lama makin gelap. Jawabanya hanya pada Nicky, maka dia berbalik menatap tajam sahabatnya itu.
Nicky mengangguk kemudian berdiri. Dia menggerakkan tubuhnya hendak menunjukkan sesuatu. Kedua tangan direntangkan lebar. Menutup mata rapat. Tingkah laku yang justru membuat Raffa menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal sama sekali. Nicky seperti bukan sahabat yang dia kenal. Raffa benar-benar tidak mengerti dengan apa yang sahabatnya lakukan barusan. Kemudian, Nicky berdiri tegap kembali seperti semula. Hanya saja itu membuat Raffa kian bingung.
“Siapa gadis cantik itu…? Apa yang kalian lakukan hingga terjadi insiden ini? Apa hubungan kalian hingga dia mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkanmu?” tanya Nicky menggebu-gebu, persis seperti seorang detektif dengan segudang pertanyaan. Mengusut kasus dengan cermat.
“Tunggu…! Mempertaruhkan nyawa?” Giliran Raffa yang benar-benar ingin tahu maksud ucapan itu. “Duduklah dan ceritakan detailnya!”
“Jawab dulu…., jawab…!” Nicky melingkarkan kedua tangan di lengan Raffa. Berpura-pura layaknya anak kecil merengek-rengek manja pada ibunya. Dan jitakan pelan mendarat di kepalanya. Bukannya sadar dari sifat kekanak-kanakan itu, Nicky malah cekikikan. Lagi-lagi, dengan semangat berkobar, ia kembali bercerita.
“Gadis cantik dengan posisi badan seperti yang kupraktikkan tadi, berdiri di tengah jalan. Ciiiiitttttttt…, kuinjak rem kuat-kuat. Dan hampir saja. Jantungku mau copot!” katanya memukul-mukul dada.
Raffa sungguh terkejut. Frea mempertaruhkan nyawa demi dirinya. Dalam hati dia tidak percaya dengan apa yang ditangkap oleh pendengarannya. Akan tetapi, itu cukup memengaruhinya. Hanya saja, dia terkenal memiliki harga diri tinggi. Tidak begitu saja menunjukkan perasaannya sehingga senyum bahagia ditutupi dengan mengusap-usap hidung.
Dia mengerti sekarang, kenapa sahabat-sahabatnya dapat menemukannya. Yang jelas, dia sangat berutang budi. Suara ketukan memudarkan lamunannya akan Frea. Pintu terbuka dari luar sebelum Nicky mencoba beranjak untuk meraih gagang pintu. Kepala Rahar menyembul dari balik pintu. Diikuti Rheena.
Mereka menyapa dengan senyuman riang. Kemudian, saling beradu kepalan tangan kanan pelan. Tanda keakraban di antara mereka.
“Sebentar….! Raf, apa hubunganmu dengan gadis pemberani itu?” tanya Rheena tiba-tiba menyorotkan tatapan tajam. Diikuti tatapan yang sama dari Nicky dan Rahar. Raffa seakan terkepung. Tersudut.
“Apa tak ada rasa iba melihatku berbaring tak berdaya begini?” Raffa berusaha mengalihkan pembicaraan. Taktik licik.
“Oh…kau baik-baik saja kan…?” tanya Rahar dengan suara bergetar. Rahar yang polos benar-benar menunjukkan kekhawatiran. Berbeda dengan Rheena yang cerdas yang langsung tahu, betapa licinnya Raffa menghindari permasalahan yang dibicarakan.
“Oh…aku juga amat mengkhawatirkanmu…!” kata Rheena mencubit lengan Raffa, berpura-pura simpati. “Tapi, aku lebih khawatir dengan gadis itu. Rayuan apa yang membuatnya mempertaruhkan nyawa? Siapa dia?” Matanya melotot berpura-pura marah. Benar-benar mendesak Raffa.
“Pergi kalian! Malah membuat sakitku tambah parah!” bentak Raffa berpura-pura galak.
Kemudian, suasana pecah dengan gelak tawa sahabat-sahabatnya. Dan pelukan hangat secara bersamaan mendarat di tubuh Raffa. Jujur, dia merindukan kebersamaan dengan sahabat-sahabatnya itu. Tentu, kedatangan mereka adalah suatu yang membahagiakan.