“Perasaan dikhianati oleh teman dan kekasih sakitnya masih terasa. Seperti ditikam dari belakang. Tapi, aku bisa apa, perasaan orang lain tidak bisa dipaksakan. Aku sudah tidak mau menghiraukan mereka. Sayangnya, mereka masih saja mengusik hidupku yang ingin tenang dan melupakan rasa sakit hati. Oh…tidak terlalu sakit, semua bisa ditepis dengan kehadiran bunga krisan di taman hati. Heey... aku suka senyum-senyum sendiri saat membicarakannya.” (RAFFA)
Erik dan Raffa berdiri berhadapan. Mengambil tempat di belakang asrama putra. Satu lawan satu. Tidak ada satu pun yang berkata-kata. Keduanya saling melayangkan tatapan benci.
“Apa yang kau lakukan pada Rara? Kau tahu, dia dipanggil Pak Kepala Sekolah!” Adu mulut dimulai.
“Aku yang melaporkannya. Akibat perbuatan Rara, Zinta tidak bisa masuk asrama, padahal ia pulang sebelum jam tutup. Ini sudah kedua kalinya terjadi!” kata Raffa menantang.
Erik mendengus. “Pasti kau masih dendam pada kami, sehingga kau mencari-cari masalah!” tambahnya mencoba memancing emosi.
Raffa menyeringai. “Aku justru senang tak lagi bersama gadis berhati iblis itu. Kalian lebih serasi. Orang licik berpasangan dengan orang licik.”
“Kau…!” Erik sendiri yang terpancing dalam cekcok. Akibatnya, kerah seragam Raffa dicengkeram kuat.
“Menyingkir kau…!” Raffa mengibaskan kedua tangan Erik hingga tubuh pemuda itu sedikit terdorong. Kepalan satu tangannya dipamerkan dan siap-siap melayang ke muka lawan. “Kau mau dihajar lagi?”
Erik buru-buru mundur dan melindungi wajah dengan satu lengan. Untuk beberapa saat menunggu pasrah jika akhirnya pukulan itu mendarat padanya. Akan tetapi, tidak terjadi apa-apa. Raffa kembali meluruskan tangan ke samping tubuh. Raut ketakutan Erik masih terlihat jelas. Raffa yang sudah sejak tadi menurunkan kepalan tangan, tersenyum mengejek. Ternyata yang memaksanya ke tempat itu adalah seorang pengecut.
“Aku pergi…! Gara-gara kau waktuku terbuang sia-sia!”
“Tunggu…!” Erik mencoba menahan Raffa tetap pada tempatnya. Dia tampak telah mengumpulkan suatu keberanian dalam dirinya. “Jika kau tak lagi suka, jangan pernah mengganggunya!”
“Aku hanya melindungi drummer-ku. Jika ada yang mengganggu temanku, aku yang maju,” kata Raffa penuh ketenangan.