“Gadis bodoh. Kenapa masih saja menyimpan rahasia-rahasia yang tidak masuk akal. Kalau sudah diusir begini, aku harus bertanya pada siapa tentang masa lalumu. Karena sudah berada di sini, yang bisa menjawab adalah orang terdekatmu. Aku menuju kota, tapi tidak kembali ke rumah papa. Aku seperti seorang reserse yang mengintai tempat persembunyian penjahat. Hanya meringkuk di dalam mobil yang terparkir semalaman di depan gerbang rumahmu. Untuk menemukan jawaban, siapa yang ada dalam hatimu, aku atau pemuda yang terselip di liontin kalung.” (RAFFA)
Ciiiiiitttttttttttt…………Raffa mendadak mengerem dan menyadari bahwa dia telah melakukan hal konyol. Mobil dihentikan tepat di depan seorang wanita. Wajah kaget bercampur ngeri tampak di kaca spion.
Dia segera keluar mobil dan mendekatinya. Sebelum sempat mencairkan ketegangan, wajah itu berubah drastis, sangat geram, dan hendak menumpahkan emosinya. Untuk menghindari kemarahan yang tidak diinginkan, dia berusaha tulus mengekspresikan permintaan maaf. Wanita sama yang membawa Frea ke Wilson Arts Senior High School, mulai melunak. Tidak disangka-sangka, dia tersenyum seperti telah mengingatnya.
Raffa segera menawarkan tumpangan. Entah kenapa wanita yang namanya sering Frea sebut-sebut itu menyambut ramah. Dia bersedia. Barangkali karena bisa menebak raut wajah gigih dari pemuda di hadapannya.
Akan bebas mengobrol jika ke suatu tempat yang nyaman. Lagi-lagi, dia tidak menolak ajakannya. Sebelum ini, Raffa pikir wanita yang muncul dari gerbang kediaman mewah milik Frea dan keluar berjalan kaki dengan tergesa-gesa itu memiliki urusan pribadi yang mendesak. Akan tetapi, Raffa justru dengan mudah dapat menyela waktunya. Tanpa ada nada keberatan sama sekali.
Beberapa waktu, mereka sudah duduk di sebuah kafe langganan Raffa sambil masing-masing menikmati secangkir kopi. Ketika mengedarkan pandangan, Raffa hanya melihat beberapa pelayan melayani tamu yang tidak begitu banyak. Letak tempat duduk keduanya agak jauh dari para pengunjung lain.
“Maaf, Bu Ve. Saya dan Fre, sebenarnya saling…oh bukan…aku yang menyukainya,” kata Raffa dengan nada ragu-ragu takut wanita di depannya tidak berkenan.
“Kau Raffa kan? Putra Bu Clara dan keponakan Pak Wilson, teman baik papanya Fre?” Pertanyaan retorik itu cukup jelas. Kemudian, beliau cekikian. “Frea sudah cerita banyak tentang jalinan kasih kalian berdua, walau hanya dari SMS dan dua sampai tiga kali bertelepon denganku,” ungkap Bu Ve sambil menahan tawa.
“Tapi….?” Pertanyaan Raffa terhenti.