Chrysanthemum

DYAH UTARI, S.Pd.
Chapter #30

Epilog

“Fre….!” Suara lembut sang papa membawanya kembali dari lamunan. Pikiran masih terpaut pada kilasan mobil Raffa dari arah berlawanan. Frea benar-benar yakin itu milik Raffa. Ia menoleh sekali lagi dengan susah payah dari kaca jendela. Sunyi, tiada mobil lain. Meski berat, ia harus melalui perjalanan ini, perjalanan meninggalkan Wilson Arts Senior High School, meninggalkan kenangan bersama pemuda itu.

Bunyi dering ponsel papa cukup nyaring terdengar. Ia membuka suara. Frea memfokuskan diri pada pembicaraan sang papa yang sepertinya dengan Bu Ve.

“Kami sudah menuju kota. Kau sudah bertemu dengannya?” tanya papa agak dipelankan.

Frea menoleh cepat ke samping. Raut papanya menampakkan keseriusan. Pembicaraan itu telah diakhiri, tapi tak menghentikan rasa penasaran Frea.

“Siapa yang papa maksud?” tanya Frea mencoba mencari jawaban di kedalaman mata sang papa.

“Raffa….”

“Dan Bu Ve tak mengatakan aku akan kembali? Padahal, Bu Ve bertemu dengannya, dan dapat dengan leluasa mengatakan hal tersebut. Kami seharusnya bisa bertemu dan meluruskan kesalahpahaman,” tegas Frea memojokkan.

“Jangan salahkan Bu Ve. Papa yang menginginkan demikian.”

Frea mendesah lemah dan meneteskan buliran bening dari kedua mata. Namun, segera ia seka kasar dengan tangan. Sosok panutan itu mendadak mengecewakan. Begitu juga Bu Ve, tempat selalu berbagi cerita tentang Raffa dalam setiap kesempatan bertelepon dan berkirim pesan, bersekongkol untuk menghancurkan hatinya. Frea tidak mengerti dengan pemikiran orang-orang dewasa itu.

“Kau tak akan pernah mengerti, Fre. Ini kasih sayang orang tua. Cinta masa remaja tidak akan membawa kebahagiaan di masa depan. Dan kau belum cukup dewasa untuk memahaminya.”

“Apa papa takut hal yang terjadi pada papa mama, akan terjadi pula padaku? Aku sudah tahu, bahwa semasa sekolah menengah kalian saling menyukai, dan sayangnya pernikahan menjadi mimpi buruk untuk mama.”

“Karena perasaan cinta seseorang, yang baru belasan tahun, adalah cinta remaja yang kekanak-kanakkan. Perasaan itu akan berubah seiring berjalannya waktu. Bahkan, papa sampai detik ini tak percaya, bahwa perasaan mamamu pun sejak lama telah berubah. Papa terlambat mengetahuinya, tapi jangan denganmu!”

“Tidak semua perjalanan seseorang sama, Pa.”

“Fre, papa mohon!”

Lihat selengkapnya