Cincin di ujung lorong
2.Arga bertemu dengan Sita
Tepat hari Senin Arga memutuskan untuk tidak masuk sekolah karena sudah selama tiga hari ini merasakan kurang enak badan. Arga istrahat di rumah dan sudah mendapat izin dari wali kelas. Orang tua Arga juga memutuskan agar Arga istrahat total dirumah tanpa membantu pekerjaan orang tua. Walaupun sedikit berat dengan keadaan ini yakni membiarkan kedua orang tuanya bekerja tapi harus dilakukan mengingat akan ada pekerjaan yang lebih banyak lagi yang wajib diselesaikan dengan tangan Arga sendiri. Tugas Arga mengantarkan gerobak di ambil alih sang Ayah, jadi Ayah Arga akan berangkat dari pasar dan langsung ke sekolah.
Arga merasa kurang enak badan hari itu dan sedikit setres dengan pekerjaan sekolah dan rumah. Namun bukan Arga namanya kalau tidak bisa diam, dengan keadaan kurang enak badan dia tetap mencoba mencari kesibukan ringan dirumah yang bisa dia kerjakan. Membersihkan rumah dan menyeka debu-debu yang sudah mulai menggumpal di perabotan rumah. Mata Arga terperangah melihat Arit yang digunakan Ayah Arga bekerja sehari-hari.
“Bagaimana ayah bisa bekerja di taman kalau aritnya ketinggalan?”
Sambil bergumam dalam hati dan mengambil arit yang disangkutkan pak Ikhsan di dinding rumah dekat pintu dapur. Dengan sigap Arga berkemas dan langsung mengantarkan arit milik ayahnya. Walau sedikit sempoyongan namun tenaga Arga seakan berangsur-angsur pulih sehabis serapan dan makan obat dari resep bu bidan yang tinggal di seberang lorong rumahnya.Tenaganya masih terengah-engah karena berlari-lari kecil disepanjang lorong menuju sekolah dengan arit ditangan. Gaya Arga pagi itu layaknya pejuang tahun 45 dengan sebilah bambu dan arit ditangan yang tengah mengejar kawanan penjajah.
Wajah Arga tampak pucat pasi tiba di sekolah namun wajah manis Arga tetap terpancar dan selalu kelihatan menawan. Secara fisik Arga sangat menarik, memiliki kulit sawo matang yang eksotis dan bersih, perawakan memiliki tinggi sekitar 167 cm, rambut lurus hitam legam dan memiliki senyum simpul yang khas dengan deretan gigi putih rata yang selalu tampak ketika dirinya tersenyum. Siapapun yang melihat Arga akan terpesona. Perpaduan tampang yang rupawan dengan sikap yang ramah dan baik hati membuat Arga menjadi idola layaknya aktris korea Lee min ho. Inilah beberapa alasan yang menyebabkan Arga digandrungi oleh teman-teman cewek di sekolahnya. Sayangnya Arga belum ada ketertarikan dengan teman-teman cewek yang berusaha mendekatinya. Tidak hanya dikagumi cewek sekelasnya ternyata Arga juga di taksir sama cewek terpintar di sekolah Arga namanya Rika. Ternyata cewek pintar yang satu ini sudah lama memendam perasaan terhadap Arga. Rika sendiri merupakan idola bagi kaum Adam di sekolah mereka, sosoknya yang cantik dan juga sangat pintar. Berprestasi dengan berbagai lomba yang dia menangkan dan berhasil mendapat juara umum di grade mereka. Selain cerdas Rika juga cantik dan tercatat sebagai anak orang yang berpengaruh di sekolah mereka. Banyak teman-teman Arga yang kagum dan juga naksir kepada Rika. Tapi sayangnya pesona dan talenta Rika tidak dapat meluluhkan hati Arga. Penolakan terhadap Rika pun terjadi dengan alasan Arga belum ingin pacaran. Sesumbar temannya mengatakan kalau Arga sangat bodoh karena menolak Rika. Tapi namanya Arga punya penilaian tersendiri akan tipe perempuan ideal yang dia sukai.
Dengan sedikit terengah-engah Arga akhirnya tiba di sekolah tempat sang ayah bekerja. Diapun minta izin kepada pak security yang saat itu sedang bertugas untuk bisa menemui sang ayah. Dengan sedikit penjelasan maka Arga diperbolehkan menemui sang ayah ke taman belakang sekolah. Tampak ayah Arga bekerja dengan mencabut rumput tanpa Arit. Arga pun bergegas menemui sang Ayah saat itu. Tak disengaja di jalan Arga bertabrakan dengan Sita, Seorang cewek cantik dan popular di sekolahnya. Selain cantik Sita memiliki bakat mumpuni yang tak biasa dimiliki wanita pada umumnya yakni bakat kepemimpinan yang diturunkan dari sang ayah. Walaupun karakter leader terpahat dalam dirinya namun keanggunannya sebagai wanita menjadi point plus kecantikan Sita. Arga pun tidak sengaja menjatuhkan buku yang di bawa Sita hingga berhamburan ke rumput. Di saat itu Arga dengan segera mengemasi buku Sita yang jatuh dan membersihkannya dari rumput-rumput yang menempel. Arga pun menundukan badan dan meminta maaf kepada Sita.Tatapan mata Arga seolah sangat mengagumi sosok cantik di depan mata. Jantung Argapun tiba-tiba berdegup kencang karena terpesona melihat kecantikan dan keanggunan Sita. Demikian juga dengan Sita merasa kagum dengan sosok Arga yang rupawan dan ramah. Sita pun mempunyai feeling jika Arga adalah anak yang baik. Disaat kekaguman antara dua sejoli memecahkan keheningan sejenak di pagi hari dengan sepasang sorot mata yang tidak berhenti saling memandang satu dengan yang lain. Tiba-tiba ayah Arga datang dan menghampiri mereka berdua sehingga menjadikan dua sejoli itu tersadar dengan lamunan kilat mereka. Ayah Arga kembali minta maaf kepada Sita atas kejadian yang tidak di sengaja itu. Sitapun memakluminya dan meminta izin untuk melanjutkan tujuan langkah yang sempat terhenti.
Wajah Sita tak berhenti menggoda Arga saat di angkot menuju perjalanan pulang ke rumah. Arga berusaha menepis bayangan Sita dengan cara menengadahkan tatapannya menuju langi-langit angkot namun usahanya nihil. Arga kemudian menutup wajahnya dengan kedua tangannya dengan alih-alih agar bisa melupakan bayangan Sita namun eksperiment Arga juga tidak berhasil. Jantung Arga malah berdegup kencang layaknya pompa sepeda yang kembang kempis. Arga berjuang untuk menghilangkan wajah Sita dari khayalannya. Maklum Arga tidak pernah merasakan perasaan ini sebelumnya dengan lawan jenisnya. Sambil sesekali mengucapkan
“Oh, Tuhan ada apa yang terjadi dengan hatiku”
Seru Arga dalam hatinya sambil terus meraba-raba dadanya seolah takut kehilangan jantung dan hatinya. Sepanjang perjalanan menuju rumah, bayangan wajah cantik nan anggunpun terus menghampiri Arga sambil sesekali berujar dalam hati
“Apakah seperti ini yang namanya jatuh cinta?.”
Ternyata rasa asing tak biasa itu tidak hanya menghinggapi Arga namun juga Sita. Terbersit rasa penasaran dari Sita untuk mengenal Arga yang baru saja menyapanya lewat pertemuan tak sengaja ditaman sekolah. Begitu pulang sekolah Sita menghampiri pak Ikhsan yang tengah berteduh di bawah pohon mangga sekolah.
“Hai pak Ikhsan”
Sita datang menghampiri pak Ikhsan yang tengah duduk kepanasan dengan keringat bercucuran sambil mengipasi wajahnya.
“ Hai neng Sita “
Pak Ikhsan menjawab dengan senyum tipis yang selalu terpancar diwajahnya. Sitapun menanyakan sosok yang tadi datang menyamparinya di sekolah. Pak Ikhsan menjelaskan bahwa itu adalah Arga anak satu-satunya yang sedang menempuh pendidikan dengan level yang sama dengan neng Sita. Dia sekolah di salah satu sekolah negeri terbaik di Jakarta. Sita pun kagum karena anak pak Ikhsan bisa masuk sekolah di sana. Sekolah itu terkenal bagus walaupun statusnya negeri dalam pemikiran Sita. Banyak orang yang berebut kesana termasuk anak-anak dari keluarga menengah keatas karena terbukti berkualitas. Kalaupun anak dari golongan menengah bisa bersekolah disana itu karena dia memiliki prestasi yang mumpuni. Diakhir pembicaraan keduanya Sita pun menitipkan salam perkenalan kepada anak pak Ikhsan. Pak Ikhsan bergumam dalam hati,
“ Kasian anakku nanti kegeeran, saya tidak tau obatnya apa”.
Pak Ikhsan seolah menutup diri akan keberadaan Sita yang menjadi idola di sekolahnya. Setiba dirumah Arga langsung mencari cermin dan menatapi wajahnya di depan cermin sambil mengambil sisir yang tergantung dan terikat dengan tali di depan cermin. Arga terus memandangi wajahnya di depan cermin sambil melihat setiap sudut wajahnya apakah ada setitk noda yang telah menempel di wajahnya. Pencariannya pun berlangsung ke rambutnya, dia takut jika ada salju-salju putih yang berhamburan dirambutnya. Pastilah akan mengganggu pemandangan dan mengakibatkan sang idola ilfill. Tak pernah Arga seperti itu sebelumnya. Arga paling ogah menatap wajahnya di depan cermin palingan bercermin sebentar habis itu dia langsung kabur. Semenjak bertemu dengan Sita seolah-olah cermin menjadi tempat pelarian yang paling nyaman . Ketika Arga membaringkan badannya dengan menengadah ke atas langi-langit kamar. Di langit-langit kamar tampak wajah Sita bergelantungan sambil melambaikan tangan. Arga seperti merasakan teror yang luar biasa siang itu, tapi teror kali ini oleh bayangan cewek cantik yang tak berhenti dari tadi mengganggunya. Rambut panjang dan hitam, kulit putih bersih, tatapan mata yang indah dan lemah lembut membuat Arga tidak bisa melupakan sosok tadi siang. Penyakit Arga seakan sembuh total karena kejadian itu.
Seharian di rumah Arga menyusun rencana untuk mengenal Sita lebih dekat lagi. Memantau teman-temannya dan tempat tinggal Sita. Arga akhirnya memutuskan agar besok tidak berjualan koran dengan alih-alih masih kurang enak badan. Rasa sakit hari itu telah ditemukan penawarnya oleh Arga. Apabila esok hari ditanya orang tuanya tentang pekerjaan maka dia akan berkilah masih kurang fit, Arga kali ini memang sedikit bebal dari biasanya dan berubah menjadi tidak jujur dengan sekejap mata sejak bertemu dengan Sita. Rencana yang harus di eksekusi untuk esok hari segera masuk dalam list schedule, tujuannya untuk melihat efek samping yang ditimbulkannya, Dia meyakini jika kedua orang tuanya akan memberikan kemudahan. Dengan segera Arga menyambangi rumah pak Eko agar tidak mengantarkan koran untuk besok pagi kerumahnya. Pak Eko sendiri adalah agen koran harian yang sudah berlangganan dengan Arga sejak 3 tahun terakhir. Hubungan keduanya juga akrab layaknya ayah dan anak. Pak Eko sendiri terkadang memberikan koran diskon perbulannya supaya ada jajan Arga. Pak Eko yang penasaran kepada Arga, karena tidak biasanya Arga bersikap demikian. Pada saat Arga sakitpun, tetap masih bisa menyempatkan diri menjual koran kalau tidak bisa berjualan biasanya koran akan dititipkan sendiri kepada temannya. Seperti hari ini teman Arga menggantikannya berjualan koran di perempatan lampu merah. Arga pun tersenyum simpul mendengar godaan pak Eko.
“ Ada apa Ga? Kamu tidak titip lagi ketemanmu biar bapak yang antar kesana korannya”
Arga langsung bergeming dan membalas pak Eko dengan tertawa renyah untuk menutupi maksud dan tujuannya.
“Tidak ada apa-apa pak. Takutnya merepotkan teman kalau keseringan meminta tolong”
Arga segera menutup pembicaraan dengan pak Eko. Arga enggan berbicara panjang lebar tentang alasan dia untuk tidak berjualan koran.
“ Hemmm,bapak tau nih alasannya soalnya bapak juga pernah muda lho Ga”
Pak Eko menjawab Arga dengan sedikit berseloro. Arga hanya bisa tertunduk diam mendengar ucapan pak Eko sambil mengalihkan ke pembicaraan yang lain. Dengan memberi tanda jempol,pak Eko pun memberi isyarat untuk setuju atas permintaan Arga. Dengan perasaan senang hati Arga meninggalkan rumah pak Eko, dalam hati rencana saya tahap pertama telah berhasil. Rasa penasaran yang besar membuat Arga menyusun sejumlah rencana untuk bisa memantau pujaan hatinya.
Hati kedua sejoli itu seakan terkoneksi dengan telepati hati. Sita pun tertegun membayangkan manisnya wajah Arga. sambil sesekali tersenyum sumringah. Tak sadar dengan gelagatnya sendiri, Sita akhirnya ditegur oleh Aditya yang duduk di sampingnya .
“Kenapa kamu tersenyum tiba-tiba yang”
Aditya bergeming dengan rayuan pulau kelapa sambil mengelus rambut Sita yang hitam legam. Tanpa ada rasa bersalah Sita menjelasakan jika dia tadi bertemu dengan anak pak Ikhsan di taman belakang sekolah. Sitapun menceritakan kekagumannya dengan anak pak Ikhsan. Lagi-lagi Sita bercerita jika anak pak Ikhsan bernama Arga itu sekolah di SMA negeri terkemuka di Jakarta. Aditya menimpali dengan mengernyitkan dahinya mendengar cerita Sita sambil menimpali dengan lelucon
“ Cakep gak yang? Cakep gak yang?Tapi lebih cakep saya dong yang” ,
tutur Aditya sambil membenarkan letak kerah bajunya. Sita hanya tertawa menanggapi jawaban sang kekasih sambil berkata
“Iya…iya…iya dech sayang”
Tanggapan Sita sambil mendaratkan cubitan kecil di pipi Aditya. Setiap harinya memang Sita di antarkan pulang oleh Aditya ke rumah karena memang mereka satu sekolah. Hubungan Aditya sudah terjalin cukup lama dengan Sita dan tentunya sudah mendapat lampu merah dari orang tua kedua belah pihak. Hal ini karena ayah Aditya dan Sita adalah partner bisnis yang baik. Kedua orang tua mereka berkeinginan supaya melanjutkan hubungan ini kelak ke jenjang yang lebih serius.
“ Tit..tit..tit”
Bunyi klackson mobil Aditya yang telah tiba di depan gerbang rumah Sita. Gerbang pun dibuka kan segera oleh pak Satpam yang dari tadi sudah siap siaga di depan gerbang menunggu kedatangan Sita dari sekolah. Pak Satpam harus berjaga-jaga jika telat membuka gerbang maka teguran dan potong gaji akan diperlakukan. Tujuannya supaya setiap karyawan yang bertugas di rumah dapat bertanggungjawab terhadap pekerjaan mereka dan menanamkan disiplin. Mobil Adityapun tampak memasuki halaman rumah Sita, Sang bunda telah menunggu di depan pintu rumah mereka. Pintu rumah yang di kelilingi pilar-pilar tinggi dengan ukiran-ukiran gaya romawi kuno dengan taman bunga yang tertata indah di depan rumahnya. Ibunda Sita biasanya sangat menyambut hangat kedatangan Aditya di rumahnya. Ajakan untuk sekedar singgah sebentarpun selalu terucap kepada Aditya. Namun ajakan ibunda Sita tidak selalu dituruti Aditya mengingat masih banyak kegiatan Aditya yang menyita perhatian. Jadi bisa dikatakan Aditya layaknya bodyguard buat Sita setiap pulang sekolah. Mengantar sampai ke depan rumah, membukakan pintu mobil dan berpamitan. Sesekali bila tidak ada kesibukan maka Aditya akan memberikan waktunya untuk bercengkrama singkat sembari menikmati sajian makanan ringan dan teh hangat. Aditya memang sangat menyayangi Sita dan bertanggung jawab sebagai orang terdekat Sita yang siap menolongnya, tugas itu sudah dipercayakan kedua orang tua Sita.
Setiba dikamar Sita tidak serta merta membereskan tas dan perlengkapan sekolahnya. Waktu yang ada digunakan untuk tertegun dan merenung sejenak sambil duduk dengan kaki bersila diatas kasur empuk layaknya orang yang bertapa yang sedang mencari inspirasi. Sita bingung bercampur penasaran saat merasakan ada hal yang aneh pada dirinya semenjak kejadian itu. Karena merasa enggan bertanya lebih kepada pak Ikhsan yang nota bene adalah ayah Arga. Niat Sita akhirnya diwujudkan melalui laptop pribadinya yang saat itu bisa dikatakan layaknya intel pencari informasi. Pencarian pun dilakukan mengenai sosok Arga anak pak Ikhsan yang dari tadi nongkrong di otak Sita. Biasanya profil pribadi seseorang bisa ditemukan lewat social media. Tangan Sitapun seolah bergelayutan di atas keyboard laptopnya mencari sosok Arga. Sita pun menemukan sosok Arga praditya yang cocok dengan wajah klimis yang baru saja bergelayutan di pikirannya. Ekspresi senyum karena merasa sangat puas tatkala melihat sosok Arga terpampang lengkap dimedia social. Sita terbelalak melihat sederetan prestasi yang Arga dapatkan dari berbagai perlombaan baik dari sekolah dan luar sekolah. Decah kagum disertai dengan pandangan yang nanar tak berhenti memeloroti deretan prestasi Arga. Tak luput juga dari pandangannya sejumlah kegiatan social yang di ikuti oleh Arga. Ternyata Arga terlibat mengajar anak-anak jalanan dan anak-anak kurang mampu yang tinggal di kolom jembatan.
Pencarian Sita pun diteruskan dengan mencari photo-photo di album pribadi milik Arga. Tampaklah pak Ikhsan, bu Siti dan Arga yang sedang melakukan photo bertiga dengan style formal, Arga berdiri tepat diantara kedua orang tuanya yang kala itu masih berumur kurang lebih lima tahun. Foto lama yang sengaja di abadikan oleh Arga sebagai kenang-kenangan masa kecilnya dengan senyum polosnya. Foto berikutnya adalah foto dimana Arga berdiri diantara kedua orang tuanya dengan mengangkat piala dan piagam saat masih memakai baju putih biru. Photo ini menjelaskan bahwa Arga pernah menyabet juara 1 umum di sekolahnya sewaktu masih duduk di bangku SMP. Ternyata Arga adalah sosok yang menghargai suatu kenangan dan mengabadikannya dalam suatu bingkai photo yang dapat dilihat setiap saat. Photo-photo itu juga dilengkapi dengan quotes motivasinya. Media socialnya menjelaskan bahwa dia adalah seorang pujangga yang ahli dalam ukiran kata-kata indah, Identitas itu dia perlihatkan lewat deretan quotes yang menghiasi wall pribadinya. Sita tersenyum geli dalam hati ketika melihat media social Arga yang dipenuhi dengan quotes, puisi dan photo-photo Arga layaknya buku pujangga dan buku album photo.
Bisikan halus dari Tuhan turut diabaikan Sita begitu saja karena tindakannya yang kurang sopan telah melihat-lihat beranda untuk photo-photo Arga. Walaupun di perlihatkan kepada umum nyatanya tindakan ini sangat membuat Sita geli sendiri. Dari media social ini juga Sita melihat adanya kesamaan visi dan misi diantara mereka berdua. Tergabung dalam misi yang sama yakni sebagai penggiat kegiatan social bagi anak-anak yang kurang mampu. Rasa lega dan sekaligus syukur terbersit begitu saja dalam hati Sita ketika melihat sederetan kegiatan bhakti social Arga. Sita juga bingung dengan perasaan yang datang begitu saja, belum begitu kenal dekat tapi mengapa perasaan itu seolah mengungkapkan suatu hal yang berkesan untuk perkenalan mereka berikutnya. Sita sendiri dipercayakan sebagai ketua team bakti sosial untuk anak-anak jalanan dan anak-anak di perkampungan kumuh kota Jakarta. Tugas yang diemban Sita bisa dikatakan ibarat kepercayaan yang tak biasa mengingat usianya yang masih belia untuk menjadi seorang ketua team. Namun karena naluri social yang tinggi, membuat dirinya dipercaya di usia dini. Beban tanggung jawab sudah berjalan selama kurang lebih dua tahun dan berjalan dengan lancar.