Pagi itu kota sangatlah ramai. Semua penduduk nampaknya sedang berkumpul di alun-alun kota. Tapi Cinderella tak sempat untuk mampir melihat apa yang terjadi di sana. Ia hanya mengamati tumpahan manusia yang sedang menyaksikan sesuatu.
“Kira-kira ada pengumuman apa dari kerajaan, ya?” Pak Hadi, sopir langganan yang biasa membantu Cinderella membawa ayam, dan sayuran lainnya dari kebun ikut mengamati.
“Engggak tahu, Pak. Tapi mungkin nanti juga ada di surat kabar. Hehe.” Ia tertawa sungkan.
“Iya, lebih baik kita terus saja, mumpung jalanan jadi lengang.” Mereka berdua tertawa.
Sebenarnya tidak banyak ayam yang dibawa Cinderella setiap kali pergi ke pasar setiap pekannya. Paling-paling hanya 20 ekor jumlah terbanyaknya. Namun ia tidak mau berspekulasi seperti teman-teman lainnya para pedagang ayam yang membawa ayamnya menggunakan motor. Lalu karena ayam-ayam itu bertumpuk-tumpuk di dalam kandang bambu, kemudian beberapa mati. Sayangnya, lagi, yang sudah mati tetap dijual. Mau dijadikan apa? Dibeli seorang pebisnis makanan ayam murah meriah. Biar berbahaya bagi sekitar yang penting untung banyak. Hal seperti itu dihindari. Lebih baik mengeluarkan uang sedikit agak banyak untuk menyewa mobil Pak Hadi, tambah saja beberapa sayuran, dan kambing kalau ada untuk subsidi transportasi.
“Sudah!!” Pak Hadi menepuk-nepuk tangannya setelah membantu Cinderella membawa barang dagangan Cinderella ke dalam pasar. Cinderella lalu memberikan beberapa lembar uang kepadanya.
“Tidak akan langsung pulang? Bapak antar, gratisss!”
Cinderella tertawa. “Maunya begitu, tapi saya mau kursus menjahit dulu,” jawabnya.
“Rajin, sekali! Siap Tuan Putri!” ia memberikan hormat kepada Cinderella.
“Ah, si bapak, ada-ada saja.” Cinderella tertawa riang.
Setelah mini pick-up berwarna biru itu berlalu, Cinderella melanjutkan langkahnya menuju tempat kursus menjahit. Dari setiap keuntungan menjual, biasanya ia ambil beberapa untuk ditabung, lalu kalau sudah mencukupi ia gunakan untuk membeli sesuatu, salah satunya mengikuti kursus ini.
“Bohong!!” sebuah teriakan menghentikan langkah Cinderella. Di depannya terdapat kerumunan orang. Seorang nenek tua berhidung bengkok terkapar di lantai, ibu pemilik toko kelontong sepertinya telah mendorongnya. Bisik-bisik sekitar terdengar.
“Nenek tua itu penyihir.”