Cindervelin

Evelyn
Chapter #5

#4 What is going on?

Wanita itu tersenyum ketika melihat Axel dan ibunya menghampiri ruang kepala sekolah.

”Ohh.. anak ibu pindahan dari Jakarta ya?” ujar wanita itu basa-basi sambil menyeleksi lembaran file yang tersusun rapi di dalam amplop cokelat.

”Iya... sudah sempat cuti, sekarang mau masuk lagi. Tetap bisa masuk kan ya, Bu? Tidak perlu tes lagi?,” balas ibu Axel sembari menyunggingkan senyumnya.

”Beres, Bu. Saya liat rapot anak ibu juga sudah memenuhi standar... Apa lagi anaknya Pak Wijaya...” tutur wanita berkonde itu tersenyum penuh arti.

Wanita itu mencondongkan tubuhnya ke arah ibu Axel. “Pasti langsung masuk, Bu. Pak Wijaya sudah bilang sama kepala yayasan.”

”Oke, kalau gitu mulai besok. Kamu bisa masuk kelas 11 IPA 1,” ujarnya menepuk-nepuk pundak Axel.

”Kalau...saya mau pindah IPS? Apa bisa Bu?” ucap laki-laki itu yang membuat wanita disebelahnya bertanya-tanya dengan keputusannya itu.

***

Gadis itu sebisa mungkin mengacuhkan laki-laki berbalut tas hitam kekinian yang sedang berjalan menghampirinya. Laki-laki itu menarik kursi ke belakang lalu duduk dengan santai. Suasana kelas yang ricuh perlahan kembali tenang. Hanya tersisa suara spidol tergores di papan, Wanita seperapat abad itu mulai melanjutkan mengajar Bahasa Inggris.

Axel bergeming, sudah sejak jam pelajaran ke-empat, ia tak menunjukan reaksi apapun. Velinda menjadi gusar, sebenarnya ia tidak peduli dengan laki-laki yang duduk di sebelahnya tapi sampai kapan suasananya akan jadi canggung begini.

"Kalau ada hal yang mau kamu tanyain, tanyain aja gak usah sungkan," sahut Velinda membuka pembicaraan, gadis itu tetap fokus memandang papan tulis.

Axel masih tidak menjawab. Entah dia tidak dengar atau pura-pura tidak mendengar. Gadis itu kemudian menoleh ke arah laki-laki itu. Wajah laki-laki itu terlihat sedikit pucat. Dia gak papa kan? Velinda berusaha mengarahkan pandangannya ke arah depan tetapi ekspresi muka Axel sungguh-sungguh membuatnya khawatir.

Hingga akhirnya ia memutuskan untuk menoleh kembali ke arah laki-laki itu, tak disangka wajahnya semakin pucat, keringat bercucuran di sekujur badannya. Apakah ini ada hubungannya dengan yang Pamela bilang? Tapi? Masa sampai bisa membuat dia begini?

"Axel..., kamu gapapa kan?" Kali ini Velinda mendekatkan wajahnya ke arah laki-laki itu.

Masih tak ada jawaban, badan Axel mulai gemetar, sekujur tubuhnya menjadi tegang, nanar matanya menujukkan bahwa ia sedang meminta bantuan.

Sial! Apa yang harus aku lakuin. Ayo mikir Velinda mikir!

Axel seperti berusaha merogoh sesuatu dari arah tasnya, dengan gemetar ia terus mencari-cari barang itu tapi sepertinya ia tak berhasil menemukannya. Dengan sigap, Velinda meraih tas ransel berwarna hitam itu, lalu mencari apapun yang mungkin di cari oleh laki-laki itu. Gadis itu menemukan satu kotak kecil, sepertinya ini… kotak obat?

Gadis itu menarik barang itu keluar, tertulis nama Axel Julian di bagian depannya, sepertinya obat ini memang khusus dibuat untuknya.

Ini pasti benda yang dicari Axel.

Velinda membuka kotak itu mengambil satu buah pil berwarna putih itu lalu meletakkan obat itu di tangan genggaman tangan kanannya, ia juga meletakkan botol minum oranye di meja Axel.

Laki-laki itu nampak sangat lemas, ia berusaha menggerakkan tangannya ke arah mulutnya tetapi... sekarang tenaganya tidak cukup kuat bahkan untuk menggoyangkan tangannya tidak bisa. Velinda menatap laki-laki itu dengan raut wajah kebingungan, tanpa berpikir panjang ia segera mengambil satu buah pil dan memasukkan obat itu ke mulut Axel dan menuangkan air ke dalam mulut Axel untuk mendorong obat itu agar cepat masuk ke dalam tenggorokannya.

Axel mengambil nafas panjang, ia seperti baru saja mendapat kekuatannya kembali. Menyadari telah terjadi sesuatu di baris belakang, wanita yang sedang mencorat-coret lembaran tugas siswa itu pun memanggil Velinda untuk memastikan semua baik-baik saja. Kata Pak Adimas, siswa baru itu memiliki gangguan kesehatan? Apa mungkin sedang kumat?

"Velinda... apa terjadi sesuatu di belakang?" seru Bu Fani gelisah.

Axel memegang tangan kanan Velinda yang terletak di bawah meja, menunjukkan ekspresi wajah bahwa gadis itu tidak perlu melapor tentang keadaan laki-laki itu. Velinda membuka mulutnya perlahan, Sekali lagi, Axel berkata dengan suara yang sangat pelan

"Saya gak papa beneran, gak usah memperbesar masalah."

Alis Velinda berkerut, sekarang apa yang harus dikatakannya kepada ibu guru Bahasa Inggris kesukaan anak-anak itu.

"Ga ada apa apa, Bu. Axel tadi cuma nanya tentang past principle tense," kebohongan itu meluncur dari mulut Velinda. Toh, sekarang dia juga udah gapapa. Mungkin dia malu dengan kondisinya itu.

Lihat selengkapnya