Ponsel Axel berdering, di layarnya tertampang nomor tidak dikenal. Laki-laki itu awalnya ragu untuk menerima panggilan. Namun, ia tetap memencet tombol hijau itu.
”Kak... Ini Sherrina, hapeku tadi tiba-tiba mati... jadi gak sempet ngabarin, just in case if you are looking for me.”
”Sekarang kamu di mana?”
”Udah di portal belakang sekarang buruan ih! Bawa payung kan?”
Arvin menerjang tetes demi tetes air hujan yang mengalir dengan derasnya, menyusuri lapangan basket tanpa payung sungguh ide bodoh. Namun, ia juga tidak mau merepotkan adiknya.
Mobil hitam itu kembali terbuka secara otomatis. Sherrina tampak terkejut melihat keadaan kakaknya yang basah dari ujung kepala hingga ujung kaki, benar-benar basah kuyup.
“Loh, kak kok bajunya basah semua?”
”Payungku ketinggalan...”
”Kok gak bilang?”
”Gapapa... segini doang kok.. nanti kena AC juga kering sendiri.”
Cuaca hari ini memanglah sangat tidak bersahabat. Suara guntur bersahutan dengan klakson mobil menjadi suara yang mengisi perjalanan mereka.
”Kak btw tadi aku ditawarin gabung acara pensi menurut kakak gimana? oke gak?”
”Siapa yang ngajak?”
”Itu... ketua OSIS aku lupa namanya... Kalau ga salah Kak Gilang?”
Axel memperhatikan adiknya dengan seksama. Sudah jelas motif dari penawaran ini adalah modus para laki-laki untuk mendekati adiknya.
”Terus kamu mau gak?”
”Masih pikir-pikir dulu sih.”
”Bagus, coba pikirin apa yang bisa kamu dapet dari ikut acara itu kalau gak bisa gak usah buang-buang waktu ikut gituan.”
***
Pria paruh baya itu nampak resah, ia berjalan mondar-mandir sejak lima belas menit yang lalu, sepertinya hari ini bisnis sedang tidak berjalan dengan lancar.
”Pak... Apa gak bisa kalau nunggu satu hari lagi?” ujarnya saat menerima sambungan telepon dari seberang.
”Maaf pak, kalau gak bisa besok saya cancel aja order-nya. Saya juga butuh mendesak pak, mohon pengertiannya.”