Cindervelin

Evelyn
Chapter #12

#11 Complicated

Empat orang laki-laki itu berjalan memasukin salah satu gerai makanan khas Jepang yang cukup terkenal. Mereka cukup mencuri perhatian pengunjung karena kompak mengenakan jas hitam yang sangat formal.

Devan yang merupakan rekan satu jurusan Arvin, bisa dibilang ia adalah laki-laki yang sangat memperhatikan penampilan. Dengan rambut dicat cokelat yang tergerai berantakan, kulit yang putih langsat dan senyum yang manis, mampu menarik perhatian pengunjung wanita yang duduk di sebelah meja mereka. Di sebelahnya ada Gibran, yang merupakan kakak kelas Arvin, Rambutnya yang gondrong terlihat maco seirama dengan kulit eksotis yang dimilikinya. Yang ditengah adalah Andre, dengan usia setahun lebih tua dari Arvin, ia terlihat cukup tampan dan dewasa dengan rambut hitam yang digel ke atas. Wajahnya sangat menunjukan tipikal wajah asia. Dan yang terakhir adalah Arvin, laki-laki berambut hitam yang memiliki mata berwarna kecokelatan dan rahang yang tajam. Dengan proporsi wajah yang sempurna membuatnya menawan dengan pesonanya sendiri. Sayangnya, dia jarang tersenyum sehingga sangat terlihat sedikit killer.

Devan melepaskan jasnya lalu menggantungnya di kursi. Diikuti dengan Gibran yang sepertinya sedikit kepanasan, ia berada tepat di depan panggangan. Andre, mulai meletakan beberapa potong daging sapi pilihan yang telah dipesan di atas panggangan.

Arvin menekuk wajahnya berlipat-lipat. Panggangan daging sapi di hadapannya sama sekali tidak dapat mengalihkan pikiran laki-laki itu.

Tadi yang gue liat itu jelas Lisa kan? Ngapain dia deket deket sama cowok itu?

Sepertinya baru saja kemarin ia dengan gadis itu menonton orkestra bersama.

”Vin, kamu kok ngelamun sih? Dagingnya aku ambil loh,” seru Gibran menunjuk daging sapi yang sudah berubah warna menjadi kecokelatan.

”Enak aja! Ini punya gue tahu, masa gue yang masak lo yang ambil!” protes Arvin memindahkan daging sapi yang telah matang ke piringnya dengan menggunakan sumpit.

Untuk merayakan kesuksesan penampilan The Boyz, diacara yang setidaknya menurut Andre cukup bergengsi, empat orang itu memutuskan untuk makan di restoran Jepang favorit mereka. Selain itu, mereka juga mendapatkan bayaran dua kali lipat dari keseharian mereka manggung. Seharusnya hari ini Arvin sedang senang karena sedang merayakan kesuksesan ngebandnya hari ini. Namun, sebaliknya pikiran laki-laki itu justru terus melayang, memikirkan kejadian itu.

”Kamu lagi ada masalah?” tanya Andre menanggapi. Ketua band satu ini memang paling peka kalau ada rekan setimnya yang perubahan suasana hatinya berubah drastis.

”Gak kok. Aku gapapa, cuma takut dimarahi mama sekarang udah jam 11 malam dan aku belum cabut,” elak Arvin, mencari alasan yang masuk akal. Mana mungkin ia menceritakan hal ini kepada rekannya?

”Ya udah kamu pulang dulu aja. Hari ini aku yang traktir deh. Jangan lupa selalu liat hapemu Kalau ada job macem gini lagi langsung aku kabarin,” kata Andre sambil mengedipkan sebelah matanya.

Dengan gusar, Arvin menyalakan mesin sepeda motornya. Suasana hatinya hari ini sedang uring-uringan. Laki-laki itu lantas melaju dengan kecepatan penuh menyusuri jalanan ibu kota yang sudah mulai sepi. Angin yang berhembus kencang sedikit demi sedikit mulai menembus kaca helm laki-laki hingga terasa menampar wajahnya.

Emang aku siapanya sih? Kok udah berani ngelarang dia deket sama cowok lain. Lagipula, kita belum ada status apa-apa.

Ia membelokkan sepedanya motornya ke arah kanan, padahal jalan ke rumahnya seharusnya mengambil lajur kiri. Entah mengapa saat patah hati, berkeliling tanpa tujuan adalah salah satu hal yang terasa menenangkan.

***

Velinda merapatkan jaketnya, cuaca di minggu ini tidak dapat diprediksi. Kadang bisa sangat terik tapi dua jam kemudian hujan mengguyur dengan derasnya. Memasuki bulan September, musim hujan sepertinya mulai datang menyapa ibu kota, mungkin itu dapat menjadi alasan rendahnya temperatur pada hari ini.

”Vel!” teriak Pamela dari belakang. Gadis itu baru saja turun dari pintu depan CRV Hitam.

Alis Velinda terangkat sebelah ”Pamela? Tumben pagi amat datengnya?”

“Aku gak semolor itu kali. Hari ini aku dianterin bokap, katanya sekalian berangkat ke bandara mau pergi business trip," ujar Pamela berkacak pinggang.

”Ke mana nih?” tanya Velinda mulai melanjutkan langkahnya kembali.

”Kayanya sih Amrik.” Memang tidak mengherankan mendengarkan keluarga Pamela khususnya ayahnya bolak-balik ke luar negeri karena bisnisnya memang ada di mana-mana.

Ayahnya merupakan salah satu pemegang saham Utama perusahaan telekomunikasi yang paling populer se-Indonesia.

“Gila! Aku bakal dapet banyak oleh-oleh dong?”

“Iya aku pasti kasih ke kamu kok. Papa kalo beli oleh-oleh suka gak kira-kira banyaknya. Anyway, gimana jadinya panitmu katanya rapat hari ini ya?”

Lihat selengkapnya