Velinda menyeka keringatnya yang bercucuran. Jantungnya sedikit berdegup kencang. Terhitung satu minggu lagi, acara pensi akan diselenggarakan. Semua panita nampak sangat sibuk, ada yang sedang menelefon vendor untuk kepastian sound system, lighting dan catering, ada juga yang sedang sibuk membuat dekor untuk acara minggu depan.
Gadis itu kini berada di sebelah Dirga yang mengawasi anak-anak yang sedang latihan.
“Kerja bagus! Good job. Kalian keren banget sumpah deh. Nih, hadiahnya,” ujar Dirga membagikan gelas yang berisi boba milk tea kepada masing-masing anak yang diterima dengan antusias.
”Tumben lo baik, lagi punya banyak duit lo?” komentar Velinda melihat laki-laki membawa kardus ditangannya.
”Sirik aja lo!” protes Dirga sinis.
Laki-laki itu melihat sekitar lalu mendekatkan diri pada Velinda untuk membisikan sesuatu. ”Diem-diem ya, Vel. Ini sebenernya sih dari divisi sponsor. Mana mampu gue beli ginian 30 biji. Bisa gak makan berapa hari gue.”
”Lebay banget sih lo! dan gak usah deket-deket gue juga,” balas Velinda mendorong tubuh laki-laki itu hingga condong ke samping.
”Ehh... bentar gue mau konfirmasi sama anak perlengkapan dulu. Gue mau list apa-apa aja yang mesti disiapin biar gak ada yang miss,” ujar Velinda meninggalkan Dirga yang sedang mendongkol sendirian.
Gadis itu melangkahkan kakinya menuju ke arah gudang tempat penyimpanan barang, biasanya koordinator perlengkapan sedang berkeliling di sana untuk mengecek anak-anaknya yang bolak-balik mengangkut barang.
Tidak seperti yang ia duga, suasana gudang yang terletak di ujung lantai dua itu sangat sepi dan sedikit gelap, Velinda menghentikan langkah kakinya, ragu untuk melanjutkan langkahnya untuk menyusuri lorong itu.
Dari kejauhan terdengar beberapa kali suara hentakan dari balik pintu, walaupun dengan frekuensi cukup pelan. Seharusnya ia bisa dengan secepat kilat meninggalkan ruangan itu. Jujur saja, bulu kuduknya sudah mulai berdiri di sekujur tubuhnya. Jangan-jangan... di dalam sana terdapat hantu yang siap mengintainya saat ia membuka pintu itu.
Velinda menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Gak-gak bisa jadi ada orang yang lagi terjebak dan butuh pertolongan gue? batinnya dalam hati.
Gadis itu memutuskan untuk melanjutkan langkahnya untuk menarik gagang pintu lalu mendorongnya perlahan.
Matanya terbelalak ketika melihat Aldo meraba paha Sherrina sedang berusaha mendekatkan wajahnya ke arah Sherrina yang terlihat sangat ketakutan. Otaknya berusaha mencerna apa yang sedang terjadi sekarang hingga map yang sedari tadi dipegangnya terlepas begitu saja dari genggamannya.
Aldo menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sedikit melangkah mundur serta mengumpat dalam hati. Bagaimana bisa ada orang yang kepikiran menuju ke gudang pada jam segini?
Air mata yang terbendung di pelupuk mata Sherrina pecah. Gadis itu menangis sejadi-jadinya. Badannya terlihat gemetaran, ia tidak bergerak sedikit pun dari tempatnya berdiri.
Terjadi keheningan selama beberapa detik, sebelum Velinda akhirnya membuka suara.
“Maksud lo kaya gini apa Kak?” ujar Velinda dengan suara agak bergetar. Di dalam lubuk hatinya yang dalam ia sangat takut, bisa-bisa bajingan itu akan berbalik menyerangnya. Namun, sebagai sesama wanita ia bisa merasakan apa yang sekarang Sherrina rasakan, membuat keberaniannya timbul perlahan.
”Lo salah...paham, Vel. Biar gue jelasin dulu...”
”Gak usah dijelasin. Gue udah jelas liat ini semua,” sela Velinda masih menatap Aldo dengan tatapan tajam.
Aldo mendekatkan dirinya ke arah Velinda. Gadis itu menelan ludahnya, badannya ikut gemetar. Gue gak boleh gini! Gue harus berani melawan, gue harus berani melawan.
Velinda melangkah mundur, Laki-laki itu semakin dekat dengan dirinya hingga gadis itu menabruk dinding yang ada dibelakangnya.
”Gue... peringatin ya!” ujarnya memegang ujung helai rambut Velinda.
“Jangan sampe hal ini sampe ke mulut Gilang atau lo... bakal merasakan akibatnya,” lanjutnya menjambak rambut gadis itu dengan keras.
Velinda menundukkan wajahnya. Ia benar-benar ingin menangis sekarang. Kata-kata yang telah tersusun di dalam pikirannya untuk melawan Aldo tertahan di dalam tenggorokannya. Gadis itu mengumpulkan semua tenaganya untuk mengeluarkan kata-kata itu.