Mala mengucek-ngucek matanya. Ia masih mengantuk akibat semalam dirinya baru tidur jama setengah satu. Beberapi kali gadis itu menguap untung saja di kelas tidak ada orang lain sehingga mereka tidak melihat bukaan mulut Mala yang seperti kuda nil. Gadis itu merebahkan kepalanya di atas meja. Ia menutup matanya namun tidak lama ada seseorang yang memanggilnya. Mala membuka mata dan melihat Syifa masuk kedalam kelasnya.
"La, lo liat Malto."
Dasar gadis sialan! kenapa Syifa masih tetap kelihatan cantik kulitnya bersinar seperti biasanya, padahal ia yakin kalau Syifa juga kurang tidur.
"Di kantin mungkin."
Syifa berdiri di ujung meja Mala. "Gak ada. Tadi gue udah kesana."
"Di lapangan lagi main basket."
"Di lapangan gak ada yang lagi main basket."
Mala berpikir sejenak hanya ada satu tempat yang terlintas di kepalanya. "Paling di gudang sama yang lainnya."
"Gudang? Dimana ya?"
"Jangan, lo jangan kesana. Di sana mereka suka ngobrolin hal yang aneh-aneh. Jadi cewek cantik kaya lo dilarang kesana bahaya." Apa! barusan gue bilang apa? Cantik dasar mulut jurang ajar. Bodoh banget gue bilang dia cantik. Mala bodoh, bodoh, bodohhhh.... Gadis itu menyesali ucapannya barusan.
Syifa meangguk angguk pelan. Ia tanpa meminta izin langsung duduk di samping Mala. "Lo kayanya dekat banget ya sama Malto."
Mala tersenyum ia menduga duga mau di bawa kemana arah pembicaraan itu. "Iya, kita udah kenal dari SMP."
"Oh... kalau gue sih udah kenal dari TK bahkan SD kita sering pulang pergi bareng karena kita satu kelas." Dari nadanya gadis itu sedang membanggakan kedekatannya dengan Malto. "Saking deketnya gue tau semua hal tentang dia."
"Sama gue juga tau," ucap Mala tidak mau kalah.
"Oh ya? Lo tau makanan kesukaan dia?"
"Makanan khas Sunda terutama sayur asem," jawab Mala.
"Dia alergi apa lo tau?"
Dasar gadis busuk! gue gak akan kalah. "Udang."
Syifa meangguk sambil tersenyum sinis. Gadis itu tidak menyangka kalau Mala mengetahui semua jawabannya. "Satu lagi! Lo tau apa yang paling dia benci di bumi ini?"
Mala mendapat bogeman mentah. Ia di tampar oleh pertanyaan gadis itu. Mala tidak tahu, ia sama sekali tidak tahu apa yang paling di benci oleh Malto di dunia ini. Mala mencoba berpikir sekeras mungkin siapa tahu ia pernah mendengar Malto mengatakannya, namun tidak Mala sama sekali tidak mengingatnya. Sepertinya ia harus mengalah pada Syifa. Mala menghembuskan napasnya, ia diam seribu bahasa.
Syifa melihat Mala yang terdiam. Dari mimik wajahnya Syifa tahu Mala tidak mengetahui jawabannya. Syifa menoleh kearah Mala yang menatap kosong ke arah papan tulis. Mereka berdua terdiam, Syifa merasa dirinya menang sedangkan Mala tentu dirinya sudah merasa di percundangi oleh gadis itu. Malto datang ia melihat dua gadis yang di kenalnya sedang duduk berdampingan.
"Fa kenapa? Tadi kata Zalmi kamu nyariin aku." Malto berdiri tepat di hadapan kedua gadis itu.
"Pulang sekolah aku mau minta anterin kamu ke toko buku bisa?"
"Bisa," jawab Malto ia sempat melirik ke arah Mala yang diam saja.
"Eh gimana kalau sekalian kita makan. Mala ikut juga ya, kan temennya Malto temennya gue juga."
Mala menoleh ke arah Syifa kenapa sikap gadis itu sekarang berbeda. Oh, sekarang ia tahu sifat asli dari Syifa. Baik kalau begitu Mala tidak takut, ia menerima ajakan gadis bermuka dua itu.
===
Mala menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Ia sendiri tidak tahu apakah keputusannya untuk ikut dengan mereka ke toko buku adalah alasan yang tepat. Sejak tadi Mala merasa di cuekin, ia lihat Syifa dengan genit menempelkan tubuhnya pada Malto sambil berpura-pura memperlihatkan buku.
Mala berdecak lidah. "Dasar gadis busuk!" gumamnya sangat pelan.
Mala mengikuti kemanapun Malto dan Syifa berjalan. Sempat kesal melihat tingkah Syifa namun ia tidak mau pergi dari sana. Setelah dari toko buku mereka bertiga menuju sebuah toko kue yang ada di lantai dua mal itu. Syifa dan Malto duduk saling bersebelahan sementara Mala duduk di depan Malto.
Mala memesan kue Limburg Pie, Sedangkan Malto dan Syifa memesan Sachertorte. Kue khas Austria yang ditemukan pada tahun 1832 oleh Franz Sacher. Mala makan tanpa mempedulikan kedua orang di depannya yang sedang mengobrol. Sesekali kedua orang itu tertawa membicarakan sesuatu tentang masa kecil mereka.
"Ha... ha... ha... La lo tau gak dulu waktu kecil kita berdua pernah main ke pantai terus waktu itu gue kesengat ubur-ubur sampe kaki gue keram. Tau gak apa yang dia lakuin dia gendong gue di punggungnya padahal waktu itu badan dia lebih kecil dari gue, dia sampe jatoh, jatoh gendong gue." Mala tertawa di ikuti juga oleh Malto.
Mala hanya mendengarkan ia berpura-pura tertarik dengan cerita itu.
"Makasih ya. Kalau gak ada kamu waktu itu mungkin aku udah mati kebawa ombak." Syifa mengusap pipi Malto lalu menciumnya.
Laki-laki itu terkejut ia menatap Syifa sambil sedikit tersenyum aneh. Mala hampir saja tersedak melihat hal itu. Bagaimana mungkin Syifa bisa mencium Malto didepan matanya. Malto lalu menatap ke arah Mala yang sedang menatapnya. Malto menelan ludahnya perasaannya jadi enak. Ia melihat Mala begitu terkejut namun gadis itu berusaha menyembunyikan perasaannya. Mata Malto semakin melebar ketika melihat Mala menyunggingkan bibirnya.