Valdi kini sepertinya sudah tidak perlu lagi menyembunyikan hubungannya dengan Fara. Saat ini ia dan Fara sedang duduk berdua di kursi kantin. Mereka berdua terlihat sedang membicarakan sesuatu.
"Kamu udah siapkan kita bakalan dicap sebagai pasangan yang gak tau malu. Yang satu mengkhianati temannya yang satu mengkhianati pacarnya." Valdi menatap Fara.
Gadis itu tersenyum ia menggelengkan kepalanya pelan. "Enggak masalah. Lagipula mereka kan gak tau cerita sebenarnya. Jadi aku gak peduli sama omongan mereka."
Laki-laki itu tersenyum matanya berbinar memandang Fara kini ia sudah merasa sedikit lega meskipun ada beberapa orang yang mencibir hubungannya dengan Fara. Valdi mengambil ponselnya yang bergetar dari saku celana. Ada sebuah pesan yang masuk dari Mala.
from Mala :
Ke perpus ada yang mau aku omongin.
Valdi menatap Fara sambil tersenyum. "Aku ke toilet dulu ya." Valdi berdiri lalu pergi dari sana. Yang ia tidak tau Fara mencurigainya kenapa ia pergi begitu menerima pesan dari seseorang.
Mala berdiri di antara rak-rak buku yang terbuat dari kayu. Rak buku menjulang tinggi keatas banyak buku-buku yang tersimpan rapih di setiap belahannya. Mala memegang sebuah novel klasik dari penulis kelahiran Sumatera. Gadis itu membacanya sambil menunggu seseorang.
Valdi masuk ia berjalan di antara rak yang penuh dengan buku-buku. Ia bisa melihat Mala dari celah-celah buku. "La." Valdi berhenti tepat di sisi Mala.
Mala menutup novel kisah cinta itu ia berdiri sambil menghadap Valdi. "Val, aku masih bingung. Kalau selama kita pacaran aku suka ngomongin Malto apa itu bisa di bilang kalau aku punya perasaan lebih ke dia."
"Waktu kamu membicarakan Malto gak cuma mulut kamu yang berbicara tapi juga ekspresi wajah kamu. Mata kamu, senyuman kamu, semuanya campur aduk dan aku sebagai laki-laki bisa rasain kalau kamu punya perasaan lebih sama dia, cuma mungkin perasaan itu belum kuat karena waktu itu kita masih pacaran."
Mala terdiam ia menyandarkan tubuhnya pada rak buku sementara Valdi ia juga menyandarkan bahu kananya pada rak buku sambil menyilangkan kedua lengannya.
"Terus gimana? Kamu sekarang udah yakin kan kalau kamu cinta sama dia."
Mala menatap Valdi. Tatapannya kini hanya sebatas teman biasa berbeda dengan dulu yang di balut dengan cinta. "Beberapa hari belakangan ini, aku memang ngerasain sesuatu yang berbeda. aku gak suka kalau dia lebih perhatian sama cewek lain, di deketin cewek lain apalagi senyum-senyum sama cewek lain."
Valdi tersenyum memperlihatkan barisan giginya yang putih bersih. "Cewel lain! Maksud kamu Syifa? Mmm... dia memang keliatan deket banget sih sama Malto. Atau mungkin kata yang lebih tepat, dia lagi coba untuk lebih dekat dengan Malto. Mendingan kamu cari tau lebih cepat soal perasaan kamu ke dia. Karena kalau enggak Syifa bakalan ada di garis finis sementara kamu tertinggal di belakang."
Mala tertawa kecil sambil tertunduk "Kok kesannya aku sama tuh cewek kaya ngerebutin Malto sih. Kalau tuh orang denger bisa-bisa dia kegeeran."
Valdi ikut tertawa. "Iya bisa-bisa dia merasa dirinya penting lagi. Udah yuk masuk kelas."
Kedua orang itu keluar dari perpustakaan secara bersamaan. Mereka masih tertawa kecil baru berjalan beberapa langkah dari pintu perpustakaan langkah kaki mereka berhenti secara bersamaan. Kedua orang itu melihat Malto dan Fara berdiri tidak jauh di depan mereka.
"Benerkan apa kata gue. Kayanya mereka berdua masih saling cinta. Percuma dong gue pacaran sama Valdi kalau si cewek itu masih gangguin Valdi." Fara berdiri di samping Malto sambil menyilangkan kedua tangannya.
"Si cewek yang lo bilang barusan namanya Mala. Dan jangan lupa lo yang udah gangguin Valdi bukan sebaliknya," bisik Malto tatapannya masih tertuju pada Mala.
Fara mendecakan lidahnya. Ia menoleh ke arah Malto dengan sinis. "Terus sekarang gimana? Gue tau kalau lo suka sama Mala. Tapi keliatannya Mala gak bisa Move on dari cowok gue."
"Lo urus cowok lo. Gue urus temen cewek gue." Malto lalu berjalan cepat menuju Mala yang berdiri tidak jauh darinya.
Tubuh Mala bergerak gerak tidak jelas. Ia seperti tertangkap basah sedang melakukan kejahatan. Mata gadis itu mengerjap hatinya berdebar melihat Malto datang ke arahnya dengan tatapan tajam.
"Kamu panik La? Jantung kamu sekarang pasti berdebar. Coba deh pikir kenapa kamu harus panik kenapa juga jantung kamu harus berdebar. Kamu sama dia kan gak ada hubungan apa-apa. Kecuali kalau kamu takut dia marah karena salah paham. Kamu tau itu artinya apa, kamu cinta sama dia," bisik Valdi.
Mala menelan ludahnya. "Iya betul, betul kata kamu Val. Sekarang aku tau. Aku tau perasaan apa ini. Ini cinta Val, ini cinta."
Malto berhenti tepat di hadapan Mala. Tatapan matanya sangat tajam. Ia seperti ingin memakan Mala hidup-hidup. "Ngapain lo berduaan sama nih playboy. Masih naksir? Gak bisa move on? Atau mau CLBK-an."
Mala menyunggingkan bibirnya. "Mau tau aja urusan orang. Memangnya gak boleh kalau gue berduaan sama dia."
"Tapi gue gak suka lo berduaan sama orang yang udah nyakitin lo."
"Kenapa? Kenapa lo gak suka gue berduaan sama dia? Kitakan cuma temen. Kecuali kalau lo cowok gue baru lo boleh marah. Selama kita cuma temen lo gak boleh marah." Mala lalu pergi meninggalkan Malto begitu saja.
"Dasar gadis aneh. Tunggu aja tanggal mainnya, tunggu," ujar Malto
Valdi menatap Fara yang terlihat sebal. Ia berjalan ke arah Fara dan berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya ia dan Mala lakukan di dalam perpustakaan. Mereka berdua jalan perlahan Fara mendengarkan semua penjelasan Valdi yang panjang lebar.
Ratusan murid berhamburan keluar kelas ketika bel pulang sekolah berbunyi. Malto melihat Mala berjalan sendiri menuju pintu gerbang. Ia berlari kecil dan langsung berdiri di sisi Mala. Tanpa menoleh gadis itu sudah tau kalau yang berdiri di sampingnya adalah laki-laki yang selalu membuatnya kesal.