Gue menggeleng dan menatap Amoi.
“ Gue.. akan biarin Emak ambil keputusannya sendiri.. Gue tau, Emak bisa denger gue.. “ kata gue lagi.
Amoi menatap gue dengan bingung. Nggak lama kemudian HPnya bunyi dan Amoi pamit pulang. Sebelum pergi, Amoi memeluk gue untuk kasih kekuatan buat gue. Seudah Amoi pergi, gue segera kembali naik ke ICU. Sebelum masuk ke ICU, Tama maksa gue buat makan dulu.
Tama juga minta ijin untuk ngobrol sama Emak sebentar sebelum gue masuk. Sebenernya, gue udah minta Tama buat tidur dihotel atau dimobil. Gue takut dia sakit. Tapi, Tama nggak mau dengan alasan dia juga pengen deket Emak.
Setelah Tama keluar, gue masuk ke dalem dan duduk di kursi di sebelah Emak. Gue menatap Emak dan menarik nafas dalam. Gue genggam tangan Emak dan saat ini, gue menatap wajah Emak lamaaa sekali. Gue merekam semua yang gue bisa inget tentang Emak saat ini.
“ Mak.. Emak tau kan.. kalo Emak itu dunianya Mai.. jadi, Mai nggak pernah mau pisah sama Emak.. “ gue mengusap-usap pipi Emak.
“ Tapi... kalo Emak udah ngerasa cape dan pengen istirahat… Mai.. rela.. kebahagiaan Emak, lebih penting dari apapun..” gue biarkan air mata gue menetes membasahi tangan Emak.
" Mai.. sayang Emak.. makasih ya.. selama ini Emak selalu.. selalu.. temenin Mai.. Maafin Mai.. belum bisa.. bikin Emak.. bahagia.. " Gue menangis dan tertidur sambil menggenggam tangan Emak.
Malam ini, gue bermimpi…Emak sedang berjalan dipadang rumput yang dipenuhi ilalang dan bunga-bunga yang cantik. Emak pakai baju terusan warna putih dan tampak sangaaat cantik. Emak juga keliatan bahagia sekali. Lalu, Emak melambaikan tangannya ke gue sambil tersenyum. Dalam mimpi Emak bilang sama gue
“ Nggak apa-apa Mai… Emak udah bahagia.. “
Gue terbangun. Gue masih mendengar suara mesin, tapi kali ini suara mesin itu sudah tidak berulang. Niiiiiiiittttttttttt….Dokter dan perawat segera masuk, udah siap dengan alat kejut. Tapi gue melarang mereka.
"Ssttt, jangan bangunin Emak.." kata gue ke mereka.
Gue memandang wajah Emak, tenang, seperti sedang tertidur pulas. Gue memandang Tama yang berdiri terpaku dipintu. Tama meneteskan air mata sambil memandang Emak.
“ Nggak apa-apa.. Emak udah bahagia katanya.. “ gue mengulang perkataan Emak dimimpi gue ke Tama.
Waktu menunjukkan pukul 05.35. Emak pergi meninggalkan gue untuk selama-lamanya, berbarengan dengan terbitnya matahari.
Sudah 2 bulan semenjak kepergian Emak. Abu Emak, gue bawa dan gue simpen dikamar gue. Rumah gue dikota kecil pun, gue biarkan dan nggak gue jual. Setelah Emak meninggal, gue nggak pernah menangis sama sekali. Mungkin, air mata gue udah kering.
Dua bulan ini pun, gue lebih banyak menyibukkan diri dengan kerjaan. Bahkan gue sering pulang dini hari untuk ngurusin produk-produk yang harus diproduksi buat Resort PT Imaji. By the way, Tender kami goal. Direksi menyetujui dan menyukai semua ide-ide gue. Karena gue yang memimpin project ini, entah kenapa gue jadi lebih galak.
Bahkan Cassie pun sering kena galaknya gue. Kalo si Nevan mah nggak usah diomong lagi. Gue pun malah jadi dingin ke Tama dan Amoi. Gue juga nggak ngerti sama diri gue yang malah jadi terlalu sensitive. Gue juga udah nggak pernah ajak main Tari lagi.
“ Cass! Lu kan nggak baru dibisnis ini.. lu harusnya bisa bantu gue dong! Kenapa lu nggak bantu gue buat cek lagi kontraknya! Gue salah ngitung dan lu nggak bantu cek lagi! Kenaikan biaya produksi walau cuma 1%, udah motong berapa besar untung perusahaan!” Gue marah ke Cassie, padahal gue tau itu kesalahan gue yang salah ngitung.
Gue ngeliat Cassie yang speechless, dan kaget karena gue sangat marah.
“ Atau karena ini proyek pertama gue, jadi lu sengaja? Pengen bikin gue keliatan begok didepan semua orang?” gue langsung ngejudge Cassie.