Entah apa yang kudapat, ini hadiah atau bencana yang harus kujalani. Balerina adalah impianku yang sudah gagal. Bahkan meraih panggungnya saja tidak bisa. Baju yang sering kupakai untuk menari harus aku simpan rapat didalam lemari. Rasanya ingin sekali aku berteriak.
"Sonia, kau harus segera bersiap, pengawal akan segera datang!" Ibuku yang sangat senang dengan surat keputusan raja bahwa aku harus menikahi sang pangeran secepatnya.
Tanpa menjawab ibu, aku terus memasukkan bajuku kedalam koper yang akan aku bawa keistana yang super megah itu.
"Sonia, kau mendengar ibu kan?" Ibuku terus berteriak didepan pintu kamar yang terkunci dan membuatnya sangat marah.
"Iyaa...Sonia akan segera turun, ibu." Apa yang harus aku lakukan dengan menikahi seorang pangeran yang sangat terkenal dinegeri ini? Seorang pangeran dingin dan kejam tanpa bersuara.
"Ahh..bagaimana nasibku nanti?" Yah, seorang pangeran tampan, tentu saja kalau tidak tampan bukan pangeran namanya. Seperti cerita negeri dongeng yang selalu hidup bahagia dengan menikahi pangeran.
"Apakah aku bisa bahagia?" Aku terus berusaha menahan air mata ini yang sebentar lagi keluar dengan derasnya dari sepasang mataku. "Pikirkan sesuatu Sonia, jangan lemah dan menangis!"
Sambil menyentuh keningku, dan berjalan mondar-mandir, aku masih mencari cara untuk mengatasi kemelud dihatiku. "Berpikirlah Sonia, berpikir!"
Sesuatu terlintas diotakku. Ini rencana buruk atau tidak, entahlah. Kuraih kain merah itu dan kupakai untuk menutupi sebagian wajahku, sehingga hanya mata biruku yang terlihat.
Iya, ini yang akan aku lakukan. Dengan menutup sebagian wajahku agar pangeran kejam itu tidak pernah melihat wajahku.
"Apakah ini kejam?" Entahlah apa yang ada dibenak pikiranku saat ini. Yang kutahu aku tidak ingin menikah dengannya.
"Sonia, ayo turun! Jangan membuat ibu marah! Mobil kerajaan sudah tiba."
"Aku akan segera turun, ibu." Cinderela bahagia diakhir kisahnya. Apakah aku cinderela? Nyatanya bukan. Tak lain aku adalah mangsa seorang vampir yang siap dilahapnya sampai kapanpun.
"Baiklah Sonia, jangan membuat mereka menunggu." Kupejamkan mataku sejenak dan kembali terbuka lalu kuhempaskan nafas ini yang sempat tertahan.
Langkah kaki yang begitu berat akhirnya kuhentakkan dengan cepat. Aku menuruni tangga melihat semua pengawal itu membungkukkan badan. Kecuali mata ibuku yang terbelalak melihatku memakai cadar.
Ditariklah badanku oleh ibuku dengan kasar menuju sudut ruangan."Sonia apa yang kau lakukan? Jangan membuat orang tuamu malu!"
"Aku belum siap ibu, aku tidak bisa menerima ini semua." Ibuku semakin menarikku dan membawaku disebuah ruangan kerja ayahku.
"Sonia, kau adalah gadis yang sangat beruntung dinegeri ini. Dan itu sangat diimpikan oleh setiap wanita. Sekarang pergi dan lakukan tugasmu!"
Aku memejamkan mata dan berusaha menahan tamparan ibuku yang hampir mengenai pipi kananku.
"Kenapa harus aku, ibu? Dia sudah punya banyak wanita, masih kurang?" Sambil memegang kepalaku yang semakin pusing dan akhirnya tidak bisa kutahannya. Kulawan ibuku dengan membentaknya.
"Ibu, mengertilah diriku! Kenapa kau sangat tega dengan anakmu sendiri? Disebelahnya banyak wanita yang dia tiduri tiap malam."
"Wanita, iya dia punya banyak wanita. Tapi tidak ada yang menikah dengannya. Kamu seorang putri bangsawan, dan tugasmu menikahi seorang pangeran itu sudah peraturan. Dan itu adalah hadiah dari sang raja."
Yah, akulah Sonia Redrice adalah putri satu-satunya keluarga bangsawan kaya raya yang dipilih oleh sang Raja untuk menikahi sang pangeran yang konon katanya sangat kejam, dingin, bahkan tidak banyak bicara lebih tepatnya seperti raja vampir yang siap menerkam siapapun didepannya.
Karena ayahku telah berjasa bagi sang raja yang telah menemaninya, dan sangat setia hingga puluhan tahun lamanya. Tentu saja itu merupakan hadiah buat keluargaku untuk menikahkan aku dengan sang pangeran yang bernama Erick Arthur. Yah, dia adalah pangeran yang sangat tampan dan membuat semua wanita memperebutkannya.
"Ibu tahu, bagaimana jika dia membunuh semua orang jika dia marah? Ahhhhh!"
"Sudahh stop, jangan berdebat lagi! Segera bersiap dan berangkatlah! Kau adalah gadis yang beruntung, Sonia."
Ibuku akhirnya menarikku kembali menuju mobil kerajaan yang sangat mewah. "Kau sangat beruntung ,Sonia."
"Ahhh, beruntung? Aku sama sekali tidak merasakan hal itu, ibu." Yahh sudahlah, menurut saja. Itulah seorang putri, hah seperti wanita dalam sebuah cerita yang selalu menggambarkan laki-laki penguasa yang seenaknya dengan wanitanya.
Tentu saja bedanya, aku adalah anak orang kaya, tapi tetap saja aku harus menurut. Sudahlah, apapun yang aku perbuat semua harus sesuai peraturan.
Demi orang tuaku, aku harus menyimpan wajahku yang semakin memerah seperti lava yang ada didalam gunung berapi yang siap meledak dengan dahsyat. Aku hanya terdiam dengan mata kebencian.