Hari ini aku sengaja meluangkan waktuku untuk hadir di sidang Rayhan. Aku harus bisa memberikan support terindah buat bidadariku itu. Tak ada komitmen cinta di antara kami, aku juga belum berani mengutarakan rasaku kepadanya, tapi aku yakin seyakin-yakinnya Rayhan tahu perasaanku.
Sidang mempertahankan hasil penelitian merupakan final yang sangat penting bagi mahasiswa. Apalagi ia mengambil penelitian tentang perlindungan sosial bagi anak jalanan, pastinya aku tidak perlu kali mengkhawatirkannya. Awalnya, Ia ingin mengefektifkan waktu, antara kerja pendampingan dengan menyelesaikan tugas akademis. Dia memang pintar memilih topik, dan pintar mengatur waktu. Biasanya, aktivis selalu mengabaikan studinya dengan alasan perjuangan, sehingga tak heran banyak aktivis yang menjadi mahasiswa abadi. Aku sendiri mempercepat studiku karena Emak, perjuangannya sebagai ibu tunggal membuat aku harus cepat-cepat mengurangi bebannya.
Dari kejauhan, aku merasa ada senyum takjub dari Rayhan atas kehadiranku di kampusnya. Dia tidak berkata-kata, tapi matanya berbinar, itu pertanda dia bahagia sekali dengan kehadiranku. “Wah, apakah ini pertanda, dia menyukaiku” pikirku.
Kehadiranku di sini juga ingin melihat, apakah Rayhan bisa galak juga berhadapan dengan para dosen pengujinya.
Rayhan berada di deretan mahasiswa yang akan mengikuti sidang dia terlihat salah tingkah, mungkin dia cemas menghadapi ujian ini. Kulihat berkali-kali dia menyapu dahinya di suasana ruangan yang dingin. Dan aku pun mendekatinya lalu menyapa. Mahasiswa yang ada di sebelahnya sepertinya memberikan kesempatan buatku untuk duduk di sampingnya. Karena begitu aku mendekat, dia pun bangkit dari tempat duduknya, lalu aku pun menggantikan posisinya.
“Darimana abang tahu hari ini aku siding ?” tanya Rayhan. Dia setengah tertawa dengan kehadiranku, seperti malu-malu. Aii, aku semakin yakin dia menyukaiku.
“Kenapa, Kau tak suka ?” ujarku mengganggunya.
Benar saja, si cantik ini bisa grogi juga menghadapi sidang, beberapa temannya sudah selesai melewati sidang, sebentar lagi gilirannya,
“Aku deg degan ” ujarnya setengah bergumam.
“Biasa aja, dosen di sana itu, sama seperti aku, akan tanya-tanya tentang hidupmu” ujarku menyemangati.
“Ha...ha..., mana mungkin “ ujar Rayhan sembari tertawa.
“Tentang kesukaanmu, dan tentang pacarmu” sambungku lagi semakin menggoda.
Rayhan merengut manja, mangkin manis saja kulihat dia. Apalagi saat ini, saat dia berkebaya putih, Ia tampak lebih manis. Walau jalannya tidak seanggun seorang putri keraton, aku justru suka dengan gayanya yang elegan, yang tak menghilangkan ketomboyannya meskipun dia berkebaya. Suka sekali aku hari ini, rupanya meluangkan waktu untuk hari spesial bagi orang yang spesial itu membuat perasaan bahagia. Betapa, bahagia itu sebenarnya sangat sederhana.
Namanya dipanggil, Rayhan Annisa Jingga. Dia berulang-ulang menarik nafasnya, untuk menghalau kegelisahannya.
“Doakan, aku, ya” pintanya pelan, nyaris tak terdengar.
Aku mengangguk, menatapnya dengan tatapan pasti bahwa aku akan mendoakannya. “Akh, doa ...” pikirku. Mendoakannya berarti memohon kepada Tuhan, sedang aku masih mempertanyakan keberadaan Tuhan, di mana Tuhan, mengapa Tuhan harus diperagungkan sedang ia tidak terlihat. Jadi, bagaimana bisa aku mendoakannya.
“Percayakan dengan kemampuanmu” ujarku saat dia melangkah.
“Aku butuh doa darimu !” ujarnya lagi. Dan Rayhan mulai ngotot, datang lagi sifat angkuhnya. Kalau ngotot, biasanya dia lupa bertata karma, memanggilku tanpa sebutan abang, atau hanya memanggil namaku. Untuk kebiasaannya yang ini aku sudah terbiasa, karena itu menunjukan aku semakin tak berjarak padanya.
“Iya... iya” ujarku membuat dia senang. Dan dari kejauhan, sembari berjalan Dia masih memberi kode agar aku mendoakannya, aku mengangguk, kupikir asal dia senang saja. Dasar !
Anganku menerawang jauh pada masa tiga tahun silam, saat itu aku pun demikian, panas dingin saat akan menjalani persidangan. Ternyata, biasa saja, jika penelitian dan skripsi benar-benar kita lakukan sendiri, semua itu akan berjalan dengan baik-baik saja. Kecuali bila skripsi dibuatkan oleh orang lain. Alias proyek MSI, mafia skripsi Indonesia.
Lumayan lama Rayhan di ruangan persidangan itu, aku pun ikut deg degan. Ada dua kemungkinan hal itu bisa terjadi di ruangan sidang, bisa jadi karena mahasiswanya bodoh sekali, atau ketahuan bahwa skripsinya dikerjakan orang lain. Atau skripsi itu menarik, sehingga para penguji akan memberikan banyak pertanyaan untuk mendapatkan banyak argument-argument dari pembuatnya. Sehingga para penguji yakin betul untuk memberikan nilai A pada pemilik penelitian.
Benar saja, Rayhan keluar dengan sangat bahagia yang tidak bisa ditutupi dengan keceriaan wajahnya. Beberapa temannya yang berdiri di balik pintu berjejer memberikannya selamat. Dan, Ia pun memburuku, aku pikir dia sudah lupa keberadaanku karena bahagianya, ternyata dia masih mengingatku, dan hampir saja dia memelukku, tapi kemudian tersadar bahwa aku bukan siapa-siapanya, dan akhirnya dia hanya menjabat tanganku dengan hangat.
“Hey, bagaimana hasilnya ?, penasaran,aku” ujarku.
“Menurutmu ?” ujarnya malah bertanya.
“Pasti buruk, maka lama kamu di dalam “ ujarku meledek.
“Aku dapat A, bahagia sekali rasanya, terima kasih, ya, do’anya” ujarnya.
Kali ini dia menatapku lekat sekali, tapi hanya sekilas, kemudian dia duduk, aku pun duduk di sebelahnya, kemudian dia membetulkan pakaian kebayanya yang terasa ribet. Aku baru tersadar, kami duduk berduaan saja di tempat ini. Persis pasangan pengantin yang tengah menunggu penghulu. Tepat pada saat itu, aku melihat ada sepasang mata yang telah lama mengamati dari kejauhan. Rudi !
Tak lama Rudi memberikan kesempatan untuk kami berdua, dia pun kemudian datang mendekat, lalu memberikan ucapan selamat. Rayhan dengan manja memberikan kabar bahwa dia mendapatkan nilai A.
“Aku, dapat nilai A” ujar Rayhan dengan mata berbinar-binar.
“Aku tak ragu itu, selamat, ya” ujar Rudi.
“Hey, bagaimana pula, tuan guru dari kampus sebelah ikut hadir di sini, apa ini skripsi spesial dan apakah dia salah satu dosen penguji? ” ujar Rudi setengah mengejekku.
“Pembimbing spesia” ujarku tanpa ragu. Mendengar jawabanku, wajah Rudi bersemu merah.
“Benarkah ?” tanya Rudi.
Pertanyaan Rudi membuat Rayhan tertawa.
“Hahaha, kalian berdua memang pembimbing spesialku” ujar Rayhan sembari tertawa, menghentikan perdebatan ku dengan Rudi.
“Hmm, inilah yang paling tidak mengenakkan dari ucapan Rayhan, aku selalu disama-samakan dengan Rudi. Meski status spesial tapi kedudukan tetap sama. Rudi... Rudi... mengapa kau hadir saat keberuntungan berpihak padaku” pikirku geram.