Kisah tentang Rayhan telah terkubur dan kututup rapat-rapat, kini reformasi berjalan sebagaimana mestinya. Keterbukaan informasi bahkan keterbukaan program kerjasama kini tidak dibatasi, begitu juga dengan kerjasama organisasi kami dengan organisasi luar. Terbuka bebas, asal tidak mengancam NKRI dan Ideologi, semua berjalan lancar Kami pun bekerja sama program dengan Non Government Organisation (NGO) luar.
Meskipun Rayhan hilang tanpa kabar saat perjuangan reformasi, tak berani juga kami sebut bahwa Rayhan adalah korban penculikan pada masa reformasi, karena tak seorang pun keluarga Rayhan yang mencarinya. Aku mulai berdamai dengan hati lalu berkesimpulan bahwa Rayhan baik-baik saja bersama keluarganya. Aku tak lagi menuntut pada Tuhan atas tanggung-jawab tentang perasaanku yang ditinggal perg .
Sudah 10 Tahun telah berlalu, buku kenangan tentang Rayhan itu perlahan telah aku tutup dengan rapi. Aku harus melanjutkan hidup demi Emak, satu orang perempuan lagi yang sangat aku hormati dan aku sayangi. Aku harus menjalani hidup dan berhenti menjadi pria cengeng dengan tujuan utamaku adalah membahagiakan Emak. Begitu pun, hatiku tidak sepenuhnya menutup kenangan itu, karena hingga saat ini belum ada Rayhan lain yang mengisi hatiku, dan aku pun tidak memberi kesempatan buat orang lain mengisi ruang, yang dulu diisi oleh Rayhan.
Suatu hari, setelah sekian tahun aku melupakannya, tiba-tiba Rudi meneleponku. Memberi kabar ada sosok wanita mirip Rayhan, tapi dia mengaku bukan Rayhan. Tak jelas apa maksud Rudi, tapi aku penasaran dibuatnya.
Saat itu, aku sedang di luar negeri, saat aku tengah menjadi tamu dalam pertemuan duta perdamaian Internasional. Rudi yang sudah menetap di Jakarta, bekerja di organisasi Internasional denganku sedang berada di Medan. Ada program kerja sama yang akan dilakukan organisasi kami dengan NGO lokal di Medan. Aku dan Rudi yang bekerja dalam satu organisasi dipercaya oleh funding sebagai perwakilan untuk Indonesia melaksanakan program kerja yang berhubungan dengan program yang mendorong terciptanya demokrasi di Negara ini.
“Hai, Teddi, Aku mendapat dua kabar untukmu” kata Rudi melalui gawai.
“Kabar apa ?” tanyaku penasaran.
“Kabar baik, sekaligus kabar buruk” ujarnya lagi membuat aku penasaran.
“Hey, mengapa kau menjadi misterius seperti ini, ada apa denganmu ?” tanyaku dengan nada jengkel.
“Jangan tanya ada apa denganku, aku tak ingin ada apa apa denganmu, setelah kau mendengar kabar ini” sambung Rudi lagi yang membuat aku semakin penasaran.
Aku mencoba tidak terpancing olehnya, walau sebenarnya aku sangat penasaran. Tapi terus terang ada yang beda dalam perasaanku, karena aku tahu, Rudi bukan tipe orang yang pandai bercanda.
“Kabar ini, sekaligus menghapus dugaanmu yang selama ini mencurigai aku sebagai pelaku hilangnya dia” ujar Rudi lagi. Kali ini, Rudi semakin membuatku penasaran, karena kalimat itu pasti berkaitan dengan seseorang yang selama ini sudah menghilang dari kehidupanku.
“Hey, jangan berbelit belit, ada kabar apa ?, jelaskan padaku” ujarku semakin jengkel, kalau aku berada di dekatnya, pasti sudah menarik kerah bajunya. Apalagi, di seberang sana, di ujung gawai yang menempel di telingaku, Rudi hanya diam, tidak melanjutkan kata-katanya. Aku benar-benar penasaran dibuatnya.
“Ada apa, apa kau tak yakin bekerjasama dengan NGO lokal yang ada di Medan ?” tanyaku coba menebak.
“Bukan, bukan itu, ini tidak ada hubungannya dengan pekerjaan kita, urusan kerjasama ini, serahkan dan percayakan saja padaku” ujar Rudi dengan nada serius.
“So, What?, ada apa, Rudi ?” desakku.
“Kau mau dengar kabar baik dulu atau kabar buruk ?” tanya Rudi lagi membuat hatiku semakin jengkel.
“Ya, sudah, kabar baik dulu” ujarku, tidak mau bertele-tele lagi.
Rudi masih diam, lama aku menunggu, dan aku mencoba bersabar, sembari menata hati tentang berita kejutan yang akan disampaikan Rudi.
“Aku bertemu Rayhan“ ucap Rudi dengan nada tegas dan pasti.
“Rayhan?” tanyaku tak percaya. Perempuan yang sudah menghilang selama 10 tahun itu, kini kembali. Jantungku seperti berdegup kencang berkali-kali lipat saat mendengar tentang Rayhan.
“Rudi, jangan pernah mempermainkan aku, jika ini soal Rayhan” ancamku dengan intonasi tinggi, hingga orang-orang memandang kearahku.
“Benar, Ted, aku tidak bercanda, aku bertemu dia, dan dia adalah salah satu peserta yang ikut sosialisasi untuk informasi program kerjasama kita” ujar Rudi.
Itu berarti Rayhan masih hidup, pikirku. Plong sekali perasaan ini, seperti ada angin yang memasuki rongga dadaku, begitu segar. “Terima-kasih Tuhan, aku masih berkesempatan melihatnya. Terima kasih Tuhan, ternyata Kau ada, Kau bahkan mendengarkan do’a yang malu malu terselip di hatiku dan kuharapkan setiap hari” ujar pikiranku.
“Terus jika kau bertemu Rayhan, kabar buruk apa yang akan kau sampaikan?” tanyaku dengan perasaan cemas. Pikiranku menerawang jauh, Rayhan pasti telah berkeluarga, sudah memiliki anak, hidup berbahagia, tidak seperti aku, yang menunggunya, dengan batas waktu yang tak pasti. Tapi aku tak perduli, yang terpenting adalah, aku dapat bertemu Rayhan lagi.
“Dia, tidak mengaku bahwa dia adalah Rayhan. Dia memperkenalkan diri dengan nama Fatimah, bahkan dia tidak mengenaliku saat kusapa“ ujar Rudi.
“Rudi, mungkinkah kau salah.orang?” tanyaku.
Aku mulai ragu bahwa itu Rayhan, tapi aku menginginkan kabar yang Rudi sampaikan tidak salah. Mendengar Rayhan masih hidup saja, rasa ini begitu jauh melambung dengan harapan masih bisa bersamanya. Ingin sekali aku langsung terbang ke Medan dan memastikan semua itu, tapi pertemuan itu masih dua hari lagi, aku harus sabar menunggu, sebab aku harus profesional dalam bekerja.
Aku benar benar tidak sabar, jantungku berdebar hebat. Setiap detik dalam pertemuan ini menjadi begitu lama berlalu. Dan begitu berlalu, aku langsung terbang ke Medan lalu bertemu dengan Rudi, untuk melihat kembali Rayhan Ku yang hilang dari pandanganku tapi masih bersemayam dalam hatiku. Rindu ini sudah tak tertahankan lagi.
Fatimah namanya, Ia adalah seorang jurnalis di sebuah surat kabar ternama di Kota Medan. Sepertinya Ia sudah malang melintang di dunia jurnalistik beberapa tahun terakhir ini, tapi dia bukan tamatan USU dimana Rayhan menempuh studinya.Tidak ada informasi asal universitasnya, bahkan asal daerahnya padahal untuk menjadi rekan volunteer kerjasama dengan organisasi kami, wajib memberikan data lengkap. Data tentang Fatimah membuat aku mulai ragu, ada beberapa data yang tidak sinkron. Demi memastikannya, maka aku menemui Fatimah langsung di kantornya, sekaligus untuk melepas rindu dan hasrat ingin bertemu.
Perempuan itu mencoba menutupi keterkejutannya, saat tahu bahwa tamu yang mencarinya adalah aku. Pada resepsionis aku mengaku bernama Heru, dari sebuah perusahaan tenaga kerja. Untuk urusan ini, aku harus memainkan peran-peran lama yang pernah aku lakukan waktu menjadi aktivis gerakan bawah tanah.
“Maaf, ada yang bisa saya bantu?” tanyanya setelah duduk di depanku.
“Rayhan, jangan berbohong, aku yakin itu adalah kau” ujarku dengan menatapnya. Aku yakin itu Rayhan, penampilannya, suaranya, bahkan aku masih ingat meskipun sudah 10 tahun berlalu.
“Maaf, bapak mencari siapa, saya Fatimah” ujar perempuan itu.
“Aku mencari Rayhan, yang sudah meninggalkanku 10 tahun yang lalu, tanpa kabar berita” ujarku.