Malam itu waktu sudah menunjukkan hampir jam 12, namun kedua orangtua Nadia tidak memperdulikannya. Seperti biasa, mereka terus bertengkar dan bertengkar karena masalah uang. Keduanya baru berhenti ketika pintu rumah dibuka dari depan “Pah...Mah... mau sampe kapan kalian berantem terus?... Malu sama tetangga” Bentak Nadia dengan kesal. Ayah Nadia langsung menghampiri “Nad... kamu dapat kan uangnya?” Belum juga menjawab pertanyaan ayahnya, Nadia tiba-tiba menarik tangan Rendy yang masih berdiri diluar, dekat pintu “Pah... ini Rendy teman aku. Dia tadi yang nyelametin aku waktu mau dirampok penjahat di Terminal” seru Nadia kepada ayahnya. Rendy sendiri langsung mengulurkan tangannya “saya Rendy Pak” Saat itu ayah Nadia tampak diam saja sambil menyambut tangan Rendy lalu mempersilahkan Rendy untuk duduk.
Setelah Rendy duduk, Ibunya Nadia yang dari tadi memperhatikan langsung menghampiri “eh Nak Rendy ini dari kampung yah?” tanyanya dengan tatapan seperti merendahkan. Rendy hanya mengangguk saja tampak sungkan. “Rendy ini memang baru aja sampe Mah dari kampung, untung aja ada dia. Kalo ga, uang aku pasti udah diambil sama penjahat itu” sambar Nadia menjawab pertanyaan Ibunya itu. “terus sekarang mana uangnya?” tanya ayah Nadia. Nadia mengeluarkan sejumlah uang yang tadi siang diberikan Bossnya “Pah... Jangan dipake buat judi lagi yah! Kalo ga, aku ga akan kasih lagi” ancam Nadia sambil memberikan uangnya. Ayah Nadia langsung mengambil uang itu dengan tidak sabar, tapi tiba-tiba Ibu Nadia merebut uang itu “jangan semua, bagi mamah separo dong” lalu mengembalikan sebagiannya kepada Ayah Nadia “dasar cewek matre lu, liat uang langsung ijo matanya” Saat itu mulai lagi terjadi adu mulut “Cuma cowok kere yang bilang cewek itu matre, sekarang itu semuanya pake duit” sahut Ibunya Nadia menyindir. “maksud kamu, aku ini cowok kere?” emosi Ayah Nadia mulai naik lagi. “udah...udah cukup Pah..Mah...malu sama Rendy bentak Nadia sekali lagi. Semuanya langsung terdiam.
“Maaf yah Ren... Orangtuaku biasa kayak gini. Kamu ngobrol sama Papah dulu yah, soalnya aku udah gerah mau mandi dulu” Nadia lalu pergi ke kamarnya, disusul ibunya. Di ruang tamu itu Rendy terlihat tegang karena ditanya-tanya sama Ayah Nadia “kamu ke Jakarta mau ngapain?” tanya Ayah Nadia. “anu Pak... Saya mau cari kerja” jawab Rendy sungkan. “ooh... mau mengadu nasib yah, tapi di Jakarta ini ga gampang loh buat cari kerja, apalagi kalo ga punya kenalan” ujar Ayah Nadia. “rencananya saya mau ke rumah Pakde dan ikut tinggal disana Pak” Rendy terlihat semakin tegang sambil menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya. “memangnya Pakde kamu orang kaya yah?” tanya Ayah Nadia mulai antusias. “Bukan Pak, Pakde saya cuma seorang buruh dan tinggal dirumah kontrakan” jawab Rendy. Mendengar jawaban Rendy, Ayah Nadia mulai merasa kecewa karena berharap kalau Rendy itu berasal dari keluarga kaya. Namun Ayah Nadia belum menyerah dan mencoba bertanya lagi “dikampung, orangtua kamu punya berapa hektar sawah? Biasanya kan disana sawahnya luas-luas” Saat itu Rendy sebenarnya bisa menebak kalau ayahnya Nadia tipe orang yang gila harta. Tapi Rendy berusaha positif karena ingin mendapatkan Nadia. “Bapak saya tidak punya sawah Pak. Kami hidup dari sepetak ladang singkong yang kami garap sendiri” jawab Rendy polos.