“Jangan lupa beri kabar ya,Gi,” begitu katamu saat hari perpisahan sekolah tiba. Aku mengangguk. Sibuk melayani foto bersama teman sekolah. Langit semburat jingga ketika itu. Rasanya melelahkan. Aku berbalik. Tapi sosokmu tak kutemukan. Padahal, aku pikir kamu belum benar-benar pergi. Sepertinya aku terlalu sibuk merayakan kebahagiaan kelulusan sekolah.
Aku tercenung mengingatmu. Ya, kamu siswa yang suka membantu teman-teman yang sulit memahami beberapa pelajaran. Kamu memang cerdas. Mau Matematika maupun Bahasa Inggris, kamu adalah jagonya. Soal bolos membolos pun kamu ahlinya. Bahkan kamu juga leader bagi teman-teman pria yang hendak melompat pagar saat hendak kabur dari pelajaran sekolah. Apa anak cerdas itu memang nakal?
Kamu juga suka mengeluarkan baju putihmu dan terlihat berantakan. Rambut pun dibiarkan menutup dahimu yang sempit. Dengan begitu mata yang terlihat bulat makin menarik perhatian. Dengan wajah tirus, alis tebal dan kulit coklat, kamu terlihat cerdas dan menarik. Meski kadang menyebalkan, tapi bagi teman-teman saat itu, kamu adalah penyelamat saat-saat jelang ujian. Kamu jadi guru yang siap kapanpun saat dibutuhkan.
Guru-guru pun kerap marah. Namun di lain waktu mereka harus sportif memuji saat nilaimu paling tinggi di kelas dalam Matematika dan Bahasa Inggris. Inilah yang membuat aku selalu ingin duduk di dekatmu. Walaupun aku sudah punya teman sebangku, Ida Rosyida. Dan, keinginan itu akhirnya terwujud juga. Jelang semester genap kelas tiga, kita berbagi meja.
“Agita Miryan, kamu sebangku dengan Teguh Arya,” kata ibu walikelas ku, Agatha Mariana. Aku melirik Ida. Lalu melihat ke arah Teguh. Seperti biasa, wajahnya datar. Aku berdiri. Demikian pula Aris Wahab, mantan teman sebangku Teguh. “Moga nilaimu bagus, Gi,” bisik Ida tersenyum mengejek.
Teman dekatku ini memang tahu asaku selama ini. Ida tahu persis kalau aku paling sulit memahami Matematika. Padahal hanya ada 0 sampai 9 yang dibolak balik. Tetapi karena berubah jadi rumus ini dan itu, semuanya bikin ribet. Tak jarang tanganku penuh catatan rumus. Bahasa Inggris pun pas-pasan. Apalagi kalau menggunakan segala jenis tenses yang menurutku sangat mirip dengan rumus Matematika.
Sementara Aris tersenyum berbisik padaku saat hendak pindah kursi.