Cinta 9 Malam

Mambaul Athiyah
Chapter #2

Panggil Aku Noura #2

Matahari yang hanya satu di jagat raya ini bersinar terang pada pukul tujuh pagi. Mataku menyipit kemudian menutup setelah beberapa menit mencoba memandang langsung ke arahnya. Tolol sekali aku, kenapa harus mencoba menantang matahari? Hal ini tak lebih untuk mengenyahkan kehawatiranku yang memuncak. Mama bilang dia akan ke sini dan sedang dalam perjalanan.

Wanita yang aku belum tahu namanya itu duduk di tepian ranjang. Tubuhnya sedikit meringkuk dia juga sepertinya bergetar karena panik saat tahu Mamaku akan datang ke hotel. Dia mirip seperti anak perempuan Mama yang ketahuan keluar rumah bareng pacar dan sekarang sedang diinterogasi. Kutawarkan minuman hangat yang baru saja diantar petugas hotel pun, ia tak mau.

"Bagaimana kalau Mamamu tak percaya bahwa kita baru sekali ketemu?" Pertanyaannya membuat keyakinanku goyah. Mama memang orang yang sangat objektif tapi aku mendadak ragu kalau kali ini beliau akan bisa seobjektif itu. Entah kenapa hati ini meragu.

"Tenang saja, Mama pasti bisa bijak mengambil keputusan." Sebetulnya itu hanya basa basi supaya wanita itu bisa lebih tenang.

"Ehm, ngomong-ngomong tentang keluarga, kau yakin keluargamu tak ada yang mencari?" Wanita itu mendadak terlihat sangat rapuh. Matanya kembali berkaca-kaca meskipun ada sedikit cahaya yang menyiratkan kerinduannya. 

"Mereka sudah menghapusku dalam daftar warisan." Kukira itu sudah cukup menggambarkan kebencian keluarganya pada wanita itu. Sungguh malamg sekali nasibnya.

🌵🌵🌵

"Namaku Noura." Tangan wanita itu memegang gagang cangkir teh hangat yang sekarang setengah dingin yang sudah kuseduh untuknya tadi pagi, kemudian kata itu meluncur dari mulutnya. Mata dengan bulu mata lentiknya itu menatap tepat ke mataku. Rambutnya berkibar-kibar karena angin dari luar jendela dekat balkon yang sengaja kubuka.

"Panggil saja aku Nour, atau Ara." Menyeruput teh di tangannya entah kenapa dia terlihat semakin cantik dan mulai membuang ketakutannya. Aku mengangguk kemudian menyebutkan namaku.

"Alex Walyu. Panggil saja Alex." Setelah ucapanku meluncur dia menundukkan wajahnya lagi. Entahlah, kenapa aku merasa kalau wanita cantik ini terlalu pendiam. Dia, seperti menyembunyikan luka yang dalam di hatinya. Sehari bersamanya dan aku merasa dia lebih banyak termenung daripada berkata-kata. Mungkin, rasa kehilangan di hatinya begitu dalam.

Hening. Suara detik jam dinding di kamar hotel bahkan terdengar nyaring. 

"Terima kasih," ucapnya mengagetkan.

"Hmm?" Wajahku menunjukkan sebuah pertanyaan perihal ucapan terima kasih tadi. Untuk apa?

Lihat selengkapnya