Aira terhuyung-huyung mencoba berdiri, tubuhnya masih gemetar karena dingin dan ketakutan. Matanya berusaha menembus kegelapan hutan yang lebat, mencari sumber dari suara langkah kaki yang semakin mendekat. Suara itu berat dan mantap, membuat daun-daun kering di tanah berderak di bawahnya. Jantung Aira berdetak kencang, rasa takut mulai merambat ke seluruh tubuhnya, tetapi dia berusaha tetap tenang.
Di antara bayangan pepohonan, Aira melihat sosok seorang pria muncul perlahan. Cahaya bulan purnama yang besar dan merah darah memantulkan kilauan pada sosok itu, memberikan aura yang menakutkan namun mempesona. Pria itu berjalan mendekat dengan langkah tenang dan penuh percaya diri, menunjukkan kehadiran yang tak terbantahkan.
Aira terkejut melihat penampilan pria itu. Dia tampan, dengan fitur-fitur yang sempurna dan tajam. Matanya bersinar dengan cahaya perak yang seolah-olah bisa menembus jiwa siapa pun yang ditatapnya. Rambut hitam pekatnya tergerai dengan indah di bahunya, menambah kesan misterius dan anggun. Pakaian yang dikenakannya tampak kuno namun sangat elegan, dengan mantel panjang berwarna hitam yang berkibar lembut setiap kali ia melangkah.
Setiap gerakan pria itu mencerminkan kekuatan dan ketenangan, seolah-olah dunia di sekitarnya tunduk pada kehendaknya. Aira merasakan getaran energi yang kuat dari dirinya, aura yang membuatnya tampak lebih dari sekadar manusia biasa. Pria itu berdiri beberapa meter dari Aira, matanya yang bersinar menatapnya dengan intensitas yang membuatnya merasa seolah-olah telah dikenal sepanjang hidupnya.
"Siapa namamu?" tanya pria itu dengan suara dalam yang menenangkan tetapi penuh dengan rasa ingin tahu. Suaranya bagaikan alunan musik yang menenangkan hati, tetapi juga menyiratkan kekuatan yang tak terlihat. Aira merasa ketegangan yang menggigit, tetapi dia tahu tidak ada jalan lain selain menjawab. "Namaku Aira," jawabnya dengan suara gemetar, berusaha menjaga keberanian di hadapan sosok yang menakutkan namun mempesona itu.
Pria itu tersenyum tipis, senyum yang memberikan kesan hangat dan mengundang, meskipun ada sesuatu yang menakutkan di baliknya. "Namaku Lucian," katanya, suaranya penuh dengan kekuatan dan kehangatan. "Aku merasa kita pernah bertemu sebelumnya."
Kata-kata itu mengguncang dunia Aira. Bagaimana mungkin seseorang yang baru saja ia temui merasa bahwa mereka memiliki sejarah bersama? Pikirannya berputar-putar mencari jawaban, tetapi dia tidak bisa menemukan satu pun yang masuk akal. Lucian melangkah lebih dekat, masih menatap Aira dengan intensitas yang sama. "Kau adalah reinkarnasi dari kekasihku yang hilang berabad-abad yang lalu," lanjutnya.
Aira merasa dunia di sekitarnya semakin tidak nyata. Kata-kata Lucian terdengar seperti dongeng, namun ada sesuatu dalam dirinya yang merasakan kebenaran di baliknya. Perasaan aneh yang selalu ia rasakan sepanjang hidupnya kini mulai masuk akal. Dia merasakan ada hubungan tak terlihat yang mengikat mereka, seolah-olah takdir mereka telah tertulis jauh sebelum mereka bertemu.
Lucian mengulurkan tangannya perlahan, gerakannya lembut dan penuh kehangatan. "Aku tahu ini sulit dipercaya," katanya, "tetapi aku akan menjelaskan semuanya padamu. Dunia ini, hutan ini, adalah bagian dari kerajaan vampir, dan kau sekarang berada di tengah-tengahnya." Aira melihat tangan Lucian yang terulur dan merasakan dorongan untuk mempercayainya. Dengan hati yang masih dipenuhi ketakutan dan kebingungan, ia meraih tangan Lucian.
Sentuhan tangan Lucian terasa hangat dan menenangkan, seolah-olah memberikan kekuatan dan keberanian padanya. "Ikutlah denganku," kata Lucian dengan lembut. "Aku akan melindungimu dan membantu memahami semuanya." Aira mengangguk perlahan, merasa ada sesuatu yang benar dalam kata-kata Lucian. Meskipun masih bingung dan takut, dia tahu bahwa Lucian adalah satu-satunya harapannya untuk menemukan jawaban.
Mereka mulai berjalan bersama melalui hutan lebat, Lucian memimpin dengan langkah pasti sementara Aira mengikuti di sisinya. Sepanjang perjalanan, Lucian mulai menceritakan kisah mereka. Dia menjelaskan bahwa berabad-abad yang lalu, dia memiliki seorang kekasih yang sangat dia cintai, tetapi nasib memisahkan mereka. Kekasihnya dibunuh dalam pertempuran besar yang melibatkan vampir dan makhluk magis lainnya. Namun, sebelum kematiannya, sang kekasih mengucapkan kutukan bahwa mereka akan bereinkarnasi dan bertemu kembali di kehidupan yang akan datang.
Kisah itu terdengar seperti dongeng yang tak masuk akal bagi Aira, tetapi ada kejujuran dalam suara Lucian yang membuatnya percaya. "Aku telah menunggumu selama berabad-abad," kata Lucian, "dan akhirnya kau ada di sini. Takdir telah membawa kita bersama lagi." Aira merasa hatinya berdebar mendengar kisah itu, perasaan campur aduk antara kebingungan dan harapan mengisi pikirannya.
Saat mereka tiba di sebuah rumah besar yang tersembunyi di tengah hutan, Lucian menunjukkan tempat tinggalnya. Rumah itu penuh dengan keanggunan dan kemewahan, dengan ornamen kuno yang menghiasi setiap sudutnya. Aira merasa ada sesuatu yang sangat akrab tentang tempat itu, seolah-olah dia pernah berada di sana sebelumnya.
Lucian membimbing Aira ke ruang tamu yang luas dan nyaman. "Istirahatlah dulu," katanya dengan suara lembut. "Aku tahu ini semua sulit bagimu, tetapi aku akan berada di sini untuk menjawab semua pertanyaanmu." Aira duduk di sofa yang empuk, matanya masih terpaku pada Lucian.
Dalam hati, Aira tahu bahwa hidupnya telah berubah selamanya. Di dunia baru yang penuh dengan keajaiban dan bahaya ini, dia merasa bahwa dirinya telah menemukan sesuatu yang hilang. Pertemuan dengan Lucian adalah awal dari petualangan besar yang akan mengungkap takdir mereka yang tersembunyi, dan Aira siap untuk menghadapi apa pun yang datang.
***
Di dalam ruangan yang luas dan elegan di rumah besar Lucian, Aira duduk di atas sofa yang empuk, matanya tidak pernah lepas dari wajah pria tampan itu. Cahaya lilin yang redup menambah suasana misteri dan kehangatan di sekitar mereka. Lucian berjalan perlahan ke arah perapian, menyalakan kayu bakar yang segera memancarkan api yang hangat dan menenangkan. Dia berbalik dan menatap Aira dengan mata peraknya yang dalam, penuh dengan rasa kasih sayang dan penyesalan yang tersembunyi.
"Aira," Lucian memulai dengan suara yang lembut namun penuh beban, "ada sesuatu yang sangat penting yang harus aku ceritakan kepadamu." Aira merasakan ketegangan di dalam dirinya semakin kuat. Ia tahu bahwa apa pun yang akan dikatakan Lucian akan mengubah hidupnya selamanya. Dia menarik napas dalam-dalam dan mengangguk, memberi isyarat kepada Lucian untuk melanjutkan.
Lucian duduk di kursi di seberang Aira, matanya tidak pernah meninggalkan pandangan Aira. "Kau mungkin merasa bahwa semua ini seperti mimpi buruk atau cerita dongeng yang tidak masuk akal," katanya, "tapi aku bersumpah bahwa apa yang akan aku katakan adalah kebenaran." Aira merasa detak jantungnya semakin cepat, rasa penasaran dan ketakutan bercampur menjadi satu.