Ketika cahaya lembut matahari pagi menyusup melalui jendela yang tinggi, Aira perlahan membuka matanya. Sinar matahari yang hangat menghangatkan wajahnya, membangunkannya dari tidur yang gelisah. Ketika dia melihat sekeliling, dia segera menyadari bahwa dia tidak berada di kamar apartemennya yang biasa. Sebaliknya, dia berada di sebuah kamar yang luas dan elegan dengan dinding-dinding batu yang dingin, dihiasi dengan tirai tebal dan perabotan antik.
Kamar itu indah, dengan ornamen klasik yang membuatnya terasa seperti berada di zaman lain. Di samping tempat tidurnya terdapat meja kecil dengan vas bunga segar yang harum, memberikan sentuhan hangat dan menyambut. Aira duduk di tempat tidur yang nyaman, mencoba mengingat kembali kejadian-kejadian yang terjadi sebelum dia tertidur. Ingatannya tentang pertemuan dengan Lucian dan pengungkapan bahwa dia adalah reinkarnasi dari kekasihnya yang hilang kembali menghantamnya.
Dengan hati yang masih berdebar, Aira bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju jendela. Dia membuka tirai tebal yang menutupi jendela, memperlihatkan pemandangan indah dari taman yang luas dan hutan lebat di kejauhan. Cahaya matahari pagi memandikan taman dalam kilauan emas, memberikan pemandangan yang menenangkan hati. Aira menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya yang bergejolak.
Suara ketukan lembut di pintu mengalihkan perhatiannya. Pintu terbuka perlahan, dan Lucian muncul dengan senyum lembut di wajahnya. "Selamat pagi, Aira," sapanya dengan suara dalam yang menenangkan. "Bagaimana tidurmu?"
Aira mengangguk, mencoba tersenyum meskipun hatinya masih merasa berat. "Pagi, Lucian. Aku tidur cukup baik, terima kasih," jawabnya pelan.
Lucian melangkah masuk ke kamar, matanya tetap tertuju pada Aira. "Aku tahu semua ini sangat membingungkan bagimu, tapi aku di sini untuk membantumu melalui semuanya. Aku ingin memperkenalkanmu kepada beberapa orang yang tinggal di sini. Mereka akan membantu dalam proses adaptasimu."
Aira merasa jantungnya berdebar lagi. Dia tahu bahwa perkenalan ini penting, tetapi dia tidak bisa menahan rasa canggung dan sedikit takut yang menjalar di tubuhnya. Namun, dia berusaha untuk tetap tenang dan sopan, mengikuti Lucian keluar dari kamar menuju aula besar yang megah.
Di aula, beberapa orang sudah menunggu. Mereka adalah staf rumah, vampir lainnya yang membantu Lucian menjaga rumah dan wilayahnya. Setiap orang tampak berbeda, tetapi mereka semua memiliki aura kekuatan dan ketenangan yang khas. Lucian memperkenalkan setiap dari mereka dengan nama dan peran mereka di rumah.
"Aira, ini adalah Marcus," kata Lucian, memperkenalkan seorang pria berotot dengan rambut cokelat dan mata tajam. "Dia adalah kepala keamanan di sini." Marcus mengangguk dengan sopan kepada Aira. "Senang bertemu denganmu, Aira," katanya dengan suara berat namun ramah.
Aira tersenyum gugup, merasa sedikit canggung di bawah tatapan semua orang. "Senang bertemu denganmu juga, Marcus," jawabnya pelan.
Lucian melanjutkan memperkenalkan orang-orang lainnya. Ada Lilith, seorang wanita cantik dengan rambut merah yang mengalir dan senyum yang hangat. Dia adalah kepala rumah tangga, mengurus segala kebutuhan rumah tangga dan memastikan semuanya berjalan lancar. "Selamat datang di rumah kami, Aira," kata Lilith dengan suara lembut. "Jika ada yang kau butuhkan, jangan ragu untuk memberitahuku."
"Terima kasih, Lilith," jawab Aira, merasa sedikit lega dengan sambutan yang hangat.