Lamunanku akan Ciku, dibuyarkan dering Handphone Nokia 3350 kesayanganku yang sudah menemani sejak pertama kali menginjakkan kaki di kampus, Ponsel berwarna biru yang ukurannya hanya segenggaman tangan, dengan fitur sederhana. Seperti, melakukan panggilan telepon, pesan singkat, dan sedikit tambahan mini games, cukup membuatku terhibur.
Ternyata wanita yang kusebut barusan tadi meneleponku, menjelang tidur seperti ini, memang biasanya kami sering berkomunikasi, entah itu curhat atau sekedar melepas rindu.
Ciku: “Assalamu’alaikum, hey kamu … lagi apa?”
Aku: “Wa’alaikumussalam, lagi bayangin kamu, hehe.”
Ciku: “Bayangin apanya? Jangan yang enggak-enggak, ya!”
Aku: “Cuma bayangin manis senyummu dan lembutnya hatimu.”
Ciku: “Ah, lebay, deh.”
Aku: “Gimana kerjaan kamu hari ini, menyenangkan, gak?”
Ciku: “Tadi aku disuruh sama bos ke gedung di daerah pancoran buat ngurusin perizinan pengolahan limbah perusahaan, tapi aku agak keder sih, secara jarang ke kawasan itu.”
Aku: “Owh, mm … tapi kamu gak kesasar kan di hatiku?”
Ciku: “Ih, apa, sih, aku gak kesasar, cuma tersesat dan terperangkap dalam hatimu.”
Aku: “Cie, sekarang udah bisa nge-gombal, yah!”
Ciku: “Kan, kamu duluan yang sering mencekoki aku dengan kata-kata puitis. Jadi, harap maklum kalo aku jadi Pujangga, eh kalo cewek berarti Pujanggi kali yah! hihi. By the way, kamu ada waktu gak, weekend ini buat nemenin aku?”
Aku: “Ada acara apa?”
Ciku: “Ini, ada acara festival jaz di kampusku, dan yang bikin aku ngebet ingin datang kesitu, ternyata ada artis jaz kesukaanku, kamu tau gak siapa?”
Aku: “Oh, itu, aku tau. Moccachino, kan!”