Seperti biasa, aktifitasku hari ini adalah mencari klien yang bisa aku prospek sesuai kemampuanku. Pihak kantor juga memfasilitasi untuk job desk Marketing ini. “Hah … Marketing?” Bukannya aku paling alergi dengan jabatan pekerjaan yang satu itu! Yah, apa boleh buat, pekerjaan ini harus aku lewati, demi melompat lebih tinggi. Jika aku sudah bisa mendapatkan dana Investor, akan naik ke strata di atasnya, yaitu, Financial Advisor.
Disaat aku pulang, tiba-tiba ibu memberikan hadiah ulang tahunku yang ke 24 berupa mandat. Mandat itu adalah, pelimpahan kekuasaan dari orang tuaku, berupa sejumlah uang untuk diinvestasikan dan dikelola dengan baik, agar uang itu bisa berkembang.
“Dhef, setelah Ibu dan Ayahmu pertimbangkan, gak ada salahnya mencoba memberikanmu kesempatan mengelola uang dari dana pensiun Ayah yang hasilnya nanti juga akan kita rasakan bersama, itung-itung uang itu diputar buat modal bisnis keluarga, siapa tau bisa ditabung untuk biaya pernikahanmu nanti dengan Asmara.” seruan Ibuku membuat hatiku iba sekaligus bahagia.
“Ini benar Bu?! Dhefin gak nyangka Ibu berbuat sejauh ini, Dhefin kira proposal Dhefin disetujui sama Mr. Jaap, malah Ibu dan Ayah yang mendahuluinya,” sahutku dengan nada senang.
“Tapi ingat ya Dhef, uang ini adalah amanah dan harta terakhir kami sebagai orang tua. Jika sampai kamu mengalami kerugian, maka kami gak tau bisa mengumpulkan kembali duit sebanyak itu atau tidak! Karena harta ini adalah harapan terakhir kami.” sebut ibu dengan menepuk pundakku yang terasa berat beban ini aku pikul, jika aku sampai mengecewakan mereka.
“Iya, Bu, Insyaallah Dhefin akan bekerja semaksimal mungkin, supaya dapat mewujudkan cita-cita kita semua, tapi Dhefin butuh senjata yang kuat, Bu, yaitu, Doa seorang Ibu,” ujarku.
“Kalo soal doa, gak usah diminta lagi, pasti Ibu sebut namamu dalam dekapan tangan Ibu di tengah malam setiap hari,” kata ibu yang membuat hatiku terasa remuk redam.
“Makasih, ya, Bu, udah mau bantuin Dhefin, disaat dunia mulai menjauh dari Dhefin,” batinku berucap lirih yang sulit dikeluarkan oleh organ tak bertulang diantara dua bibir, karena kelemahanku yang sulit menahan tangis, dalam komunikasi tingkat tinggi ini.
Sebenarnya, sejumlah uang yang ibu sematkan ke rekening aku itu, nominalnya kurang memenuhi syarat minimal nilai yang bisa dimasukkan ke saldo perusahaan. Tapi, dengan rasa ikhlas yang mendalam, ibu rela menjual perhiasan emasnya untuk menutupi kekurangan itu. “Ya, Rabb, sayangilah orang tuaku dengan rahmat-Mu, dan berikanlah aku kesempatan untuk membalas kebaikan mereka, meski kutau, desahan nafas ibu saat melahirkanku, tidak akan terganti dengan 3 lembah berisi intan sekalipun.” Ku berharap Allah Ta’ala Pemilik Semesta turut membersamai dalam setiap langkah yang kubuat. mengangkat setiap rintangan, dan menyelamatkanku dari fitnah harta. Doa itu terus aku panjatkan dalam sujudku, saat diantara azan dan iqomah dalam Masjid, dan di penghujung waktu asar pada hari Jum’at. Sebab, doa di ke-3 keadaan itu tidak akan tertolak pengabulannya.