Tahun baru di awal Januari 2006, telah mengetuk rumah para remaja, untuk keluar dari tempat persembunyiannya di rumah, menuju riuhnya suasana kota yang bermandikan cahaya kembang api, petasan, atau tiupan terompet. Panggung hiburan bergoyang, saat para penyanyi membawakan kidung andalannya.
Malam ini, aku sengaja tidak memanjakan tubuhku untuk menikmati kemeriahan itu, hanya ditemani secangkir kopi Cappucino “Sachet-an”, menonton Film Layar Lebar yang tayang perdana di Televisi Swasta. Dari dulu memang sifatku begitu, tidak menyukai acara yang memekakkan telinga, kecuali yang mengajakku adalah seorang yang spesial dan dekat di hati, seperti Ciku. Tapi, selama aku menjalin hubungan yang unik dengannya, belum pernah dia meminta untuk bersuka-ria, khususnya di gelapnya langit awal tahun masehi. Sedikit ilmu yang kutau dari kajian bersama Ustaz Uwais, bahwa tidak layak bagi seorang Muslim merayakan event dari simbol “Paganisme”. Tahun masehi mempunyai sejarah yang panjang dari kekhususan kepercayaan lain. Mungkin, karena alasan itulah aku dan Ciku tidak pernah bersenang-senang dengan kedatangan Dewa Janus ‘Penjaga Gerbang’ dalam mitologi Romawi.
Aku masih menikmati indahnya liburan, sebelum benar-benar melantai sebagai seorang Trader. Beberapa waktu lalu, memang Pak Rendi sudah “Ngebet” agar aku segera turun bertransaksi. Tapi, aku meminta izin untuk menyiapkan mental, dengan menenangkan pikiran, sebelum mulai berdagang. Selain itu, aku sedang mengasah intuisiku, supaya keputusan yang kubuat tidak salah. Dengan membaca modul pelatihan yang kudapatkan saat training, akan meningkatkan skill yang satu ini. Sepintas profesi ini disebut “Pedagang”, tapi pada kenyataannya, sangat jauh cara berdagang di Pasar Tradisional, dengan berjualan di Pasar Komoditi Berjangka. Kalo di Pasar Tradisional itu, kita bisa bertemu langsung antara Pedagang dengan Pembeli. Nah, Kalo di Pasar/Bursa Komoditi itu, kita hanya bertransaksi online, meskipun sama-sama berjualan red bean (kacang merah).
Ilustrasi dari transaksi di Bursa Komoditi Berjangka, ibarat berjualan dengan sistem “Ijon”. Misalnya, bila seorang pedagang buah berniat membeli komoditi, seperti buah jeruk yang masih hijau/belum matang, kepada pemilik 4 pohon jeruk yang menurut analisanya, pohon jeruk tersebut akan menghasilkan 120 kg buah jeruk, dalam kurun waktu 1,5 bulan mendatang. Kemudian, mereka sepakat bahwa ketiga pohon jeruk tersebut diborong dengan harga Rp 180 ribu (Rp1.500 per kg x 120 kg). Kesepakatan tersebut ditulis dalam secarik kuitansi dengan uang muka Rp 60 ribu (33% dari nilai total transaksi), dan si pedagang akan kembali untuk memanen ketiga pohon jeruk tersebut akhir bulan depan. Kuitansi itulah yang menjadi Kontrak Berjangka. Pada Bursa Komoditas Berjangka, kontrak tersebut diatur sedemikian rupa melalui standar baku pada masing-masing negara.
Bulan terus berenang di balik awan yang menggelayut manja dalam pelukan langit, rona pipinya memancarkan sinar redup oleh cahaya lampu kota. Mata ini sudah tidak kuat untuk menahan nafsu jiwa menamatkan kisah cinta Peter Parker dan Mary Jane di film “Spiderman-2”. Sayup-sayup mata ini terpejam berkelana dalam rimba mimpi.
***
Hari ini, tanggal 5 Januari adalah hari yang bersejarah, aku akan memulai debut sebagai seorang Trader pada perusahaan yang telah sudi memberikan jalan, agar bisa dengan cepat mencapai tujuan, yaitu, financial freedom. Suatu tempat dimana aku bisa terbebas dari kesulitan keuangan, punya banyak aset, seperti Jeep Cherokee 4.0 Suv, Motor Ducati Desmosedici RR, dan Rumah Mewah di Kota Wisata. Yang tak kalah penting adalah punya passive income. Itu semua akan kudapatkan, apabila telah melewati hari ini. Suatu penantian panjang akan terwujudnya impianku.
Jarum pendek pada jam dinding kantor bertengger di angka 9 pagi. Ini adalah sesi pertama perdagangan dibuka. Setelah berdiskusi panjang dengan Pak Rendi, akhirnya dengan mantapnya jiwa, aku bertransaksi di Bursa Komoditi Berjangka yang berfokus pada perdagangan Tokyo Grain Exchange di negeri tempat Rurouni Kenshin dilahirkan menjadi Samurai-X.