Setelah liburan akhir pekan yang panjang, karena weekend bersambung dengan tanggal merah hari raya Iduladha, aku mulai menjalani rutinitas kembali sebagai seorang Trader di puncak tertinggi Jakarta. Selama masa libur, aku telah terpapar radiasi sinar biru, akibat terus-menerus berada di depan komputer. Kalo ada lomba “Menatap Layar Komputer Terlama”, bisa dipastikan, akulah pemenangnya. Memang, di rumahku tidak ada koneksi Internet. Tapi, Aku tidak kehabisan akal untuk mendapatkan layanan ini, dengan cara melangkah keluar rumah untuk hinggap di Warung Internet. Sebuah tempat para pemuda menjual waktu luangnya, untuk membeli kenikmatan semu, dengan memasuki belantara maya yang tidak berbatas. Bahkan, jika tidak dilandasi dengan ketakwaan, akan membuatnya terjebak dalam liar fantasinya.
Di balik sekat kantor ini, tubuhku masih terbujur duduk mengamati arus pasang surut harga. Jam 10.00 pagi, transaksiku yang masih berstatus Open Position di harga ¥22,500. Kini, terbawa derasnya gelombang dan timbul di angka ¥22,600. Tapi, aku belum bisa bernafas lega, karena perahu kayak ini masih harus melewati beberapa rintangan pada jam berikutnya. Jangan sampai, perahu ini terbalik dihantam arus yang berlawanan arah.
Dari beberapa hari yang lalu, aku sudah berniat untuk melakukan keputusan besar, dengan menutup posisi transaksiku pada akhir sesi petang nanti, jika Allah menakdirkan harga itu mengalami keuntungan sekecil apapun. Dalam ilmu Trading di Bursa Komoditi Berjangka, istilah ini disebut Swing Trading. Tekad ini kulakukan untuk mengamankan posisi, dan meraup sedikit profit.
***
Waktu jeda ishoma tiba. Biasanya, aku selalu mendahulukan perkara akhirat, dibanding perkara untuk menimbun isi perut dengan olahan bahan makanan pokok. Kini, salat menjadi prioritas, setelah aku mengetahui banyak keutamaannya dari Ustaz Uwais. Dia pernah berkata, “Jadikan salat untuk mencurahkan segala keluh-kesah kita, dengan berdoa saat kening ini beradu dengan sajadah, itu adalah salah satu waktu mustajabnya doa.” Seketika itu aku selalu berusaha untuk salat tepat waktu di Rumah Allah, Rumah yang selalu membuatku nyaman akan belaian kasih sayang-Nya. “Ya, Rabb, berikanlah aku kebaikan dan keberkahan dari setiap usahaku, untuk bisa mengeluarkan harta di jalan-Mu, khususnya kepada orang tua yang telah mengamanahkan hartanya di pundakku. Jika rezekiku masih jauh, dekatkanlah, dan jika masih berada di langit, turunkanlah.” Itulah kata-kata indah pelipur lara yang ku sematkan ke langit, semoga Allah mengijabahnya.
Setelah selesai urusan langit, sekarang tiba saatnya untuk kembali mendarat ke bumi. Dengan langkah perlahan menyusuri lantai basement dari tempat ku bermunajat, mengarah ke kotak besi untuk membawaku ke atas gedung.
Jam kantor yang berdetik membuat jantungku berdetak lebih cepat. Pukul 14.30, Satu jam sebelum sesi penutupan berakhir, harga berada di ¥23,300. “Apakah ini jawaban dari doa-doaku, apakah ini pertanda bahwa Allah meridai keputusanku?” Suara hatiku berbicara dengan bersembunyi di balik organ paru-paru yang terbungkus oleh daging dan kulit ini.
Buru-buru aku menghadap Pak Rendi di sudut ruangannya yang sedang asyik melesatkan pandangannya ke hamparan daratan yang berwarna coklat yang merupakan atap-atap rumah penduduk Jakarta.
“Maaf mengganggu, Pak, ada yang ingin saya sampaikan,” ucapku, mengalihkan tatapannya untuk menoleh ke arahku.
“Well, apa itu? apakah berkaitan dengan kabar posisi Anda di pasar, Pak Dhefin?” tegasnya, meminta penjelasanku.
“Iya, Benar, Pak, posisi buy saya sudah terbuka sejak pekan lalu, dan saya sudah berniat untuk menutupnya dengan sell, pada sesi akhir perdagangan hari ini, Pak,” jelasku.