Cinta Berbalut Kalut

Asfar Asfahan
Chapter #17

Burger and Grill

Akhir pekanpun tiba, dengan membawa oleh-oleh dalam bungkusan “Lepas dari Kepenatan”. Membuat anak-anak dunia berlari kegirangan menyambutnya di depan pintu kebahagiaan. Aku sengaja memilih sore ini, untuk memuaskan dahaga rindu dan laparnya ketulusan, di sebuah tempat yang nyaman untuk membunuh waktu luang bernama “Restoran”. Sebenarnya aku dan Ciku gak ujug-ujug datang kemari. Tapi, sebelumnya menjejakkan kaki terlebih dahulu di tempat para kutu buku berjam-jam memakan lembaran kertas, dalam Toko Buku Populer yang belum lama menggunting pita pembukaannya. Dari sana, kami kemudian menyusuri trotoar, sambil menjinjing kitab yang kubeli, menuju Restoran.   

Langkah kami berhenti, di depan sebuah bangunan yang berdiri gagah dengan fasad bata ekspos yang dipadukan dengan kaca besar di sepanjang dinding depan. Dari luar, kami bisa melihat sekilas bagian dalam restoran melalui jendela-jendela tinggi tanpa tirai, memperlihatkan suasana sibuk namun tetap hangat. Di atas pintu kaca yang berat dengan bingkai logam hitam, papan nama restoran terbuat dari lempengan besi, dipahat dengan gaya sederhana namun tegas, bertuliskan “Burger Grill”. 

“Kayaknya, Aku mau masuk lebih jauh ke dalam resto itu, deh, dari luar aja, udah mengundang selera untuk betah berlama-lama disana, karena ‘Cozy’ banget, gak, sih, Cik?” desakku meminta persetujuan darinya.

“Kamu sebenernya mau makan, atau mau membeli kenyamanannya, sih, disana?” tanya Ciku balik.

“Kalo bisa dapet dua-duanya, kenapa enggak, kan, bisa menang banyak, hehe,” jawabku dengan sedikit merayu.

Huh, dasar, yang udah jadi ’Trader’, maunya dapet untung dobel mulu, yaudah, deh, aku nurut aja,” cibir Ciku.

Begitu masuk ke dalam restoran, kami disambut dengan pipa-pipa logam yang sengaja dibiarkan terbuka, menjuntai di atas kepala, memberikan ruangan suasana yang luas dan bebas. Lantai dari beton abu-abu polos, dipoles hingga berkilau, memantulkan cahaya lampu gantung yang terpasang rendah dari rantai besi tebal. Mataku langsung tertuju pada tempat duduk di sudut ruangan, dengan kursi logam hitam; desain minimalis di dekat jendela besar berpadu dengan meja kayu kasar yang memperlihatkan guratan serat alami, memberikan suasana yang intim namun santai. Buru-buru aku memberikan isyarat dengan kerlingan mata kepada Ciku, supaya menempati posisi itu.

Tak berselang lama, Seorang Waiters wanita menghampiri kami dengan outfit baju Overall Jumper Jumpsuit Kodok Montir berbahan jeans yang mengingatkan aku akan kenangan masa kecil bermain Game Nintendo Mario Bros. Dia membawa map berisi daftar menu makanan dan minuman di sana.

“Eh, Cik, Kamu pilih duluan, deh, entar Aku ikut kamu, aja!” ucapku dengan lembut.

“Gimana, sih, kok, gak punya pendirian, mendingan pilih menu yang beda, biar aku bisa nyicipin menu kamu, begitu pula sebaliknya, yah?!” ujar Ciku dengan tersenyum kecil.

“Oke, tapi aku minta suapin, yah!” jawabku memelas.

Huu, enak, aja, emang kamu anak kecil minta disuapin.” Matanya mulai melebar tanda geramnya hati.

Lihat selengkapnya