Cinta Berbalut Kalut

Asfar Asfahan
Chapter #30

Demon Resurrection

Dalam perjalanan, aku masih tidak dapat menerima kenyataan pahit ini. Ciku dalam pandanganku adalah seorang wanita yang terhormat dan bisa menjaga dirinya untuk tidak memasuki ranah kotor dan busuk dari pengkhianatan. Fitnah Dajjal memang hebat, aku tidak mampu melawannya kecuali dengan keimanan dan ketakwaanku. Namun, apa yang terjadi dengan “Keimananku?”. Dia telah larut tersapu ombak di pesisir laut selatan. Aku menyadari, sejak aku memutuskan untuk keluar dari Kantor Pialang, aku tidak pernah menjejakkan kaki lagi di Rumah Allah. Jangankan untuk salat, merawat diri sendiripun aku tidak sanggup. 


Dalam angkot yang kutumpangi hanya ada segelintir orang. Aku dan seorang ibu muda memangku anaknya yang sangat rewel, sejak aku duduk di dalamnya. Batinku berkata, ada sesuatu yang tidak beres pada diri balita ini. Mungkin dia terasuki oleh setan yang menjelang kiamat ini, setan-setan itu tidak malu untuk mengganggu manusia dengan segala tipu dayanya. 


Diaaam …” teriakanku menjerit sekeras-kerasnya, dan seketika itu anak itu langsung tunduk dengan perintahku untuk bergeming. Sopir di depan yang menjadi saksi inipun turut berkomentar, “Wah, benar-benar langsung diam, tuh, bocah,”


Aku melanjutkan untuk berbicara kepada ibunya, “Tolong anaknya dijaga, ya, Bu. Sebaiknya dihindari untuk keluar menjelang malam begini. Diantara magrib sampai isya seperti ini, setan-setan bergentayangan mencari mangsa. Selain itu, kalo bisa dirumah tidak dipasang gambar atau foto makhluk bernyawa yang membuat setan itu senang berada di tempat itu,”


“I … Iya, baik Ustaz,” katanya terbata-bata. Dalam hati aku tidaklah pantas dipanggil dengan julukan seperti itu. Aku hanya sekedar mengingatkan bahaya yang mengancam pada zaman kemunculan Dajjal saat ini.


***


Aku duduk di sofa rumah, dengan tatapan yang kosong mengarah pada televisi yang menyala. Lampu-lampu di ruang tamu redup, hanya ditemani suara pembawa acara berita yang menggema di seluruh ruangan. Tanganku yang gemetar menggenggam erat remot televisi, namun hati ini berdebar cepat. Aku merasa, ada yang salah dengan acara yang sedang ditayangkan.


“Selamat malam, pemirsa. Kembali lagi bersama kami di laporan utama. Hari ini, Kita menyaksikan tragedi yang berulang setiap musim mudik, kecelakaan yang tak terhindarkan. Ratusan korban jiwa terenggut di jalan raya…”


Suara sang pembawa berita terasa menembus batinku. Sorot matanya tajam, seolah menatap langsung ke arahku. Pembawa acara itu, tau bahwa aku sedang menonton. Seolah program itu dirancang khusus untukku. Pikiranku mulai berputar, berusaha mencari-cari makna di balik setiap kata yang diucapkan di layar.


"Mereka sedang menontonku..." bisikku pelan pada diri sendiri, seolah tak yakin apakah aku berbicara pada pikiran atau suara televisi. "Aku sudah terkenal, mereka tau siapa aku. Covenant sudah menyebarkan namaku di seluruh media. Ini bagian dari rencana mereka.”


Pembawa acara berlanjut, kali ini membahas meningkatnya angka kecelakaan yang terjadi pada saat mudik. Grafik kecelakaan, angka-angka kematian muncul di layar, setiap data seolah melambangkan rencana jahat yang sudah lama aku curigai.


Lihat selengkapnya