Keesokan harinya, Uwais datang kembali ke rumahku, membawa aura ketenangan yang menyejukkan, namun dengan tekad kuat untuk menjalankan rencananya. Suasana di dalam rumah terasa tegang namun dipenuhi harapan. Uwais mendekatiku, yang masih tampak resah dan terperangkap dalam delusi.
"Dhefin," panggil Uwais pelan. "Hari ini, kita akan pergi ke Pondok Pesantren Al-Fatah. Ada seorang Ustaz di sana yang bisa membantu lebih jauh. Namanya Ustaz Burhan."
Mataku yang penuh kebingungan tiba-tiba berbinar, karena dalam pikiran, pesantren itu bukan sekadar tempat biasa. "Al-Fatah... markas Legion Anshar?" bisikku dalam hati. "Kamu benar, Uwais. Sudah saatnya aku ke sana... tempat aman dari Covenant. Mereka akan melatihku di sana... untuk berjihad menyambut Nabi Isa Alaihissalam."
Uwais hanya tersenyum sabar, menahan untuk tidak menanggapi langsung. Yang terpenting baginya adalah membawaku ke tempat yang tepat. Ibu yang berdiri di sudut ruangan, terlihat sibuk memasukkan bekal ke dalam tas ransel. Ciku, dengan wajah penuh kecemasan, berusaha membantu. Semua sudah disiapkan untuk perjalanan yang mungkin memakan waktu tidak terlalu lama, karena lokasi dari Pondok itu hanya 3 kilometer di belakang Universitas Sora Indonesia pinggiran kota Jakarta. Aku, dalam keadaan yang goyah, tetap sadar untuk bersiap, dan bagiku, ini bukan sekadar perjalanan terapi—ini adalah misi penting.
Setelah semua persiapan selesai, kami keluar rumah. Di depan, mobil jeep milik Ratno sudah menunggu dengan mesin menyala. Ratno, yang juga tetangga baik keluargaku, berdiri di samping pintu, mengisyaratkan agar semua masuk.
"Ayo, Fin," kata Ratno sambil membuka pintu belakang mobil. "Kita siap berangkat."
Aku melangkah masuk ke mobil, ditemani oleh ibu dan Ciku di kursi belakang. Uwais duduk di depan bersama Ratno yang mengemudikan jeep tersebut. Suara mesin jeep mulai berderu, dan perlahan kami meninggalkan rumah. Jalanan masih terlihat sepi, hanya ada segelintir kendaraan yang melintas, menambah suasana tenang di luar, meskipun di dalam hati semua yang ikut dalam perjalanan ini, ada harapan yang tak terucap.
Aku menatap keluar jendela, berpikir dalam delusi, bahwa perjalanan ini akan mengantarkanku ke tempat yang paling aman di dunia, di mana aku akan diselamatkan dan diberi kekuatan untuk menghadapi ancaman besar yang terus menghantui. Di dalam hati ini, aku yakin, di markas Legion Anshar, segalanya akan berubah.