Cinta Berbalut Kalut

Asfar Asfahan
Chapter #38

Duel Melawan Panglima Covenant

Sore itu di pondok pesantren Al-Fatah, suasana mulai mereda setelah hari-hari penuh terapi rukyah untukku. Ustaz Burhan, setelah mengamati perkembanganku, merasa bahwa meski ada sedikit kemajuan, dia juga harus bersiap menghadapi kemungkinan kambuhnya penyakit ini. Maka, Ustaz memutuskan untuk memberikan nasehat yang bijak dan penuh pertimbangan kepada Uwais.


"Uwais," panggil Ustaz Burhan saat mereka duduk bersama di serambi Masjid. "Ana melihat ada perbaikan pada diri Dhefin. Rukyah ini membantu menguatkan hatinya, meskipun kita harus tetap waspada. Kadang, gejala-gejala jin dan penyakit mental sangat sulit dibedakan. Itu sebabnya, jika nanti kambuh, Ana sarankan Antum membawanya ke Panti Rehabilitasi Mental di Jakarta Barat, tempat Dokter Mahdi Susanto bekerja."


Uwais mengangguk penuh perhatian, mendengarkan setiap kata yang disampaikan. Dia tau, perjalanan panjang masih menungguku, dan tanggung jawab untuk mendampingiku tidaklah ringan, "Insyaallah, Ustaz. Jika memang demikian takdirnya, Ana akan membawanya ke sana. Apa yang harus kami lakukan sementara waktu?"


Ustaz Burhan menyodorkan dua buku saku kecil ke tangan Uwais. "Berikan ini kepada Dhefin," katanya lembut. "Ini adalah buku rukyah syar'iyyah dan zikir pagi petang. Amalkan ini setiap hari, Insyallah, dengan izin-Nya, ini akan membantunya lebih kuat menghadapi cobaan ini."


Uwais menerima buku-buku tersebut dengan rasa syukur. "Terima kasih, Ustaz. Kami akan mengikuti nasihat Antum." Dia merasa sedikit lega, meskipun tau masih ada jalan panjang di depan.


Di sisi lain, aku duduk di bawah naungan pohon rindang, menatap kosong ke arah langit senja. Meski delusi mulai mereda, masih ada bayang-bayang yang menghantuiku. Uwais menghampiriku dengan langkah pelan.


"Kita akan pulang sekarang, Dhefin," kata Uwais dengan lembut. "Ustaz Burhan telah mengizinkan kita untuk pulang. Ini waktumu untuk kembali, bertemu dengan keluarga Antum."


Aku menoleh, dengan tatapan kosong namun mendalam, "Apakah ini sudah berakhir?" tanyaku dengan suara pelan.


"Belum sepenuhnya," jawab Uwais. "Tapi Antum sudah mulai berjuang. Yang penting sekarang adalah terus mendekatkan diri kepada Allah. Ustaz Burhan juga memberikan buku-buku ini untukmu, agar kau lebih kuat." Uwais menyerahkan buku rukyah syar'iyyah dan zikir pagi petang.


Aku memandangi buku-buku itu sejenak, lalu menggenggamnya erat. "Ana akan coba," gumamku lirih.


Malam mulai turun ketika kami bersiap pulang. Dua motor milik jamaah Masjid sudah menunggu. Uwais dan aku akan membonceng bersama mereka untuk kembali ke rumah.


Sebelum berangkat, Ustaz Burhan memberikan salam perpisahan. "Ingat, Dhefin," katanya. "Jangan putus asa dari rahmat Allah. Antum kuat karena imanmu. Jika ada masalah lagi, Uwais akan membantumu."


"Syukran, Ustaz," jawabku pelan. "Ana akan mencoba lebih kuat."


Uwais dan aku menaiki motor, berboncengan dengan jamaah. Perjalanan pulang terasa tenang, meski dalam hati, kami tau bahwa ini hanya permulaan dari perjuanganku yang panjang untuk menemukan kedamaian sejati dalam diri.

Lihat selengkapnya