"Sudah selesai mandinya, Sayang?" Randa menoleh ke arah Esty sebentar. Kemudian kembali fokus ke laptopnya. Menekuni pekerjaan yang sempat seharian tertunda karena besok ia harus mempresentasikan laporannya kepada komisaris perusahaan tempatnya bekerja.
"Hehem," jawab Esty seraya mengganti handuk piyamanya dengan lingerie.
Melihat suaminya yang sangat serius menatap layar laptop, membuat Esty semakin bingung. Berjuta tanda tanya memenuhi dalam benaknya. Rasa penasaran pun mengusik untuk mencari tahu. Ia menatap lekat lelaki itu seolah sedang menyelidikinya secara diam-diam.
'Mungkinkah Randa yang ke kamar mandi tadi? untuk apa? bukan sifatnya kalau hanya sekadar menakut-nakutiku.’ Gumamnya dalam hati.
"Kenapa kamu menatapku seperti itu?"
Tiba-tiba Randa menegur Esty, hingga membuat wanita itu tersadar, gugup dan salah tingkah. Wajahnya seketika berubah, hingga ia harus mengalihkan pandangannya ke jendela kamar yang masih terbuka lebar.
Semenjak kepulangan mereka dari mengantar Kanya ke asrama, rupanya Randa memerhatikan sikap istrinya yang mulai terlihat tak seperti biasanya. Tatapannya tampak kosong dan aneh.
Randa berpikir ini adalah sikap yang wajar dari seorang ibu yang harus berpisah dengan anak semata wayang untuk pertama kalinya. Sebuah sikap yang lumrah. Lagi pula ini hanya untuk sementara. Demi masa depan putrinya. Ia tak ingin anak tunggalnya itu akan menjadi salah pergaulan jika tak diberikan tempat pendidikan yang lebih baik, mengingat pergaulan jaman sekarang yang membuat mereka harus mengelus dada.
Ia yakin, setelah beberapa hari istrinya pasti bisa melupakan putrinya dan kembali bersikap seperti halnya Esty yang ia kenal selama ini.
"Eh, ah. Tidak." Nada bicara Esty terdengar terbata-bata menanggapi pertanyaan suaminya.
"Apakah kamu tadi ke kamar mandi?" Esty tak kuasa menahan rasa penasarannya.
"Tidak," jawab Randa yang masih lekat menatap layar laptopnya.
'Tidak? Lalu, siapa yang masuk ke kamar mandi?'
Wanita itu terpaku menatap Randa. Merasa aneh dengan kejadian yang hampir membuatnya pingsan karena jantungnya hampir berhenti berdetak.
"Kenapa?" Kembali Randa melontarkan pertanyaan yang membuat Esty tersadar dari kebingungannya.
Lelaki itu menoleh dan menatap Esty dengan kacamata tersemat di ujung hidungnya. Namun tak sedikit pun beranjak dari kursinya.
"Tidak kenapa-kenapa. Lupakan saja."
'Hah!' Esty mengembuskan napas beratnya berusaha untuk membuang sisa bayangan yang masih mengganggu pikirannya.
Ia berjalan mendekati ranjang, lalu menjatuhkan diri di atas pembaringan empuk. Duduk menghadap keluar jendela yang masih terbuka lebar sambil menyisir rambut sebahunya yang hitam.
Perempuan yang masih memiliki paras cantik itu mengedarkan pandangannya seakan ingin mencari tempat yang tepat untuk melampiaskan perasaan buruknya yang masih menyelimuti hati.
Akan tetapi, di seberang rumahnya ada sebuah kejadian menarik perhatiannya. Rumah tetangga yang dapat dilihat dari kamar yang berada di lantai kedua rumahnya, remang-remang tampak dua sosok keluar dari mobil yang berhenti di halaman rumah itu.
Sejenak Esti terdiam, mengamati dengan saksama kedatangan dua sosok itu.
'Siapa mereka? Sepertinya aku baru melihatnya.'