Sabrina akhirnya pergi ke Bogor ikut bersama dengan Narti. Hanya wanita itu yang dia punya saat ini. Rumah yang sangat megah dia tinggalkan dikota. Sabrina hanya membawa uang yang memang ada atas kartu namanya. Dia sudah bertekad akan melupakan semuanya kenangan bersama dengan Toriq.
Sabrina melihat rumah yang bisa terbilang sangat kecil dari rumahnya saat ini. Bagian rumah ini terbuat dari kayu begitupun dengan teras rumahnya seperti khas orang yang tinggal di pedesaan.
"Apa ini rumah bibi Narti?"
Sabrina menanyakan rumah yang bisa terbilang begitu sangat asri dengan banyak taman yang rimbun dijalan rumahnya. Banyak sayuran seperti cabe tomat dan juga daun bawang. Begitu menambah suasana yang begitu sangat kentara ketika dia melihat teman yang subur dengan tanah yang merah.
"Iya ini rumah ibu saya non, ayo masuk!"
Sabrina melihat kearah rumah ini yang bisa terbilang sangat sederhana. Dia masuk mengikuti Bi Narti dari belakang, hingga dia melihat seseorang nenek yang sudah beruban mirip sekali dengan Bi Narti. Sabrina bisa menebaknya kalau ini mungkin ibu dari Bi Narti.
"Astaga, kalian sudah datang kesini," kata wanita itu menyambut kami dengan sangat bahagia.
Sabrina tersenyum cangung, sedangkan Bi Nanti memeluk ibunya karena sudah lama sekali dirinya tidak bertemu dengan ibunya.
"Maaf yah Bu kalau selama ini aku jarang pulang ke Bogor," ucapan Bi Narti dengan penuh rasa sesal.
Sabrina yang melihat itu jadi ikut terharu melihatnya. Selama ini memang dia yang selalu mencegah Bi Narti untuk pulang kampung. Bagiamana lagi, dia memang tidak punya siapapun juga. Kecuali ibunya. Itupun sudah tidak perduli lagi dengannya.
"Tidak apa Narti, ibu mengerti. Ayo duduk dan istirahatlah kamu terlihat begitu sangat cape sekali."
Wanita paruh baya itu kemudian melihat kearah Sabrina yang masih saja berdiri ditempatnya. Dia menghampiri Sabrina dan tersenyum manis pada Sabrina. Awalnya Sabrina merasa takut namun, karena minat senyuman itu membuat hari Sabrina kini luluh dibuatnya.
"Kamu Sabrina'kan?"
Sabrina yang merasa dirinya dipanggil pun lantas tersenyum pada wanita paruh baya itu, tanpa mengurangi rasa sopannya. Sabrina menyalami tangan wanita paruh baya itu. Bi Narti pasti sudah banyak cerita tentang dirinya. Buktinya wanita paruh baya itu tau namanya. Padahal ini baru pertama kalinya mereka bertemu.
"Ya, Aku Sabrina. Kalau boleh tau nenek siapa yah namanya?"
"Aku Ruminah, kamu bisa memanggilku dengan sebutan nenek rum."
Sabrina tersenyum, ternyata dia orang yang sangat baik. Sepertinya nanti Sabrina akan merasa bahagia ketika tinggal dirumah ini. Walaupun tempatny sangat kecil tapi cukup untuk dirinya tempati.
"Oh yah, kalian habis hari kota pasti sangat cape sekali. Lebih baik kalain istirahat dulu yah. Dan kamu Narti antarkan cucuku masuk kedalam kamarnya."
Sabrina menyerengit saat Nenek rum memanggil cucu. Apa maksudnya barusan? Dia tidak salah dengar kan. Ah mungkin Nenek itu sudah menganggapnya sebagai cucunya karena Bi Narti belum mempunyai seorang anak.