Ramadhan 2001 menjadi awal dari sebuah kisah tak terduga antara Andi dan Liana. Dua remaja SMP yang datang dari sekolah dan kampung yang berbeda, tak pernah saling mengenal hingga takdir mempertemukan mereka di kolong Jembatan Miring, sebuah jembatan jalan provinsi di batas Kota Palopo dengan Luwu yang lebih dikenal dengan nama Jemmir oleh warga setempat.
Sore itu, udara terasa segar setelah hujan turun di siang hari. Andi dan teman-temannya—Gading, Alam, Rio, dan Ari—memutuskan untuk menghabiskan waktu di bawah jembatan. Kolong jembatan menjadi tempat favorit mereka selama Ramadhan. Air sungai yang jernih dan sejuk memberikan suasana yang menenangkan, sementara gemericik air yang mengalir menambah kesejukan di hati mereka.
"Ces, sini ki! Airnya sejuk!" panggil Rio yang sudah lebih dulu melompat ke sungai, disusul oleh Gading dan Ari yang segera terjun, membelah air yang jernih. Alam, yang baru saja tiba bersama Caya, memandang seberang sungai. Di sana, Liana bersama Caya dan Fitri, sibuk mencuci pakaian. Senyum terlintas di wajah Alam saat melihat Caya, pacarnya. Sementara itu, Andi hanya duduk di tepi sungai, membiarkan teman-temannya menikmati kegembiraan mereka.
Di seberang sungai, Liana juga sesekali mencuri pandang ke arah teman-teman Andi. Tawa mereka yang riuh terdengar hingga ke tempatnya mencuci. Meski dia lebih fokus pada cucian, terkadang pandangannya beralih ke arah Andi yang tampak tenang berbaring di pinggir sungai. Andi, berbeda dengan teman-temannya, tidak terlalu bersemangat untuk bergabung. Ia lebih memilih diam dan memperhatikan burung-burung walet yang berkejaran masuk keluar dari sarang di bawah jembatan.
Sore itu berjalan tenang. Angin sepoi-sepoi yang bertiup dari sungai berhasil membuat Andi merasa rileks, dan tanpa disadari, ia tertidur. Dalam tidurnya, ia dibuai oleh suara gemericik air dan tawa riang teman-temannya. Tak lama kemudian, Gading mendekati Andi yang masih terlelap. "Andi... Andi... Bangunko ces, ada orang kasi salam," bisiknya sambil mengguncang bahu Andi.
Andi yang setengah sadar mencoba membuka mata. "Siapa? Apa?" tanyanya dengan mata yang masih mengantuk.
Gading hanya terkekeh, "Ada yang perhatikan ko dari tadi, di seberang sana, itu cewek yang lagi cuci pakaian," Gading menunjuk ke arah Liana yang tanpa sengaja bertemu pandang dengan Andi. Seketika jantung Andi berdebar. Dia belum pernah melihat Liana sebelumnya, tapi ada sesuatu dari pandangan gadis itu yang membuatnya tak bisa mengalihkan mata.
Liana, yang merasa diperhatikan, tersipu malu dan segera mengalihkan pandangan ke arah teman-temannya. Meski demikian, senyum tipis menghiasi wajahnya. Andi merasa hatinya bergetar, perasaan aneh mengalir dalam dirinya. Ia belum pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya, dan entah mengapa, pandangan Liana seakan menyentuh jiwanya.
"Eh, siapa itu?" tanya Ari, mengikuti arah pandang Andi. "Cantik, ya?"
"Jangan hanya mengagumi, coba ajak kenalan!" canda Gading sambil menepuk bahu Andi.
"Ah, tidak mungkinlah," jawab Andi, berusaha mengalihkan perhatian. Meski dalam hati, ia merasa ingin tahu lebih banyak tentang gadis itu. Sementara itu, Liana yang sedang mencuci tak jauh dari sana, merasa jantungnya berdebar saat menyadari bahwa Andi memperhatikannya. Dia berusaha menahan rasa malu dan melanjutkan aktivitasnya, meski senyumnya tak bisa dipungkiri.
Beberapa saat kemudian, Andi beranikan diri untuk berdiri dan menghampiri teman-temannya yang masih bermain air. Namun, ia tidak bisa menghilangkan pikiran tentang Liana. Dalam benaknya, ia membayangkan senyum dan tatapan lembut gadis itu, dan semua itu membuatnya merasa bersemangat.