Cinta Bersemi di Kolong Jembatan Miring

Andika Paembonan
Chapter #3

Bab 3 Pertemuan yang Tak Disengaja

Ramadhan sudah memasuki minggu kedua, namun sore itu terasa berbeda bagi Andi. Ia sengaja datang lebih awal ke kolong Jembatan Miring, berharap bisa mengulang kembali percakapan singkat dengan Liana. Sejak pertemuan terakhir mereka, pikiran Andi sering kembali ke saat-saat ketika mereka berbicara di tepi sungai. Ada sesuatu dari tatapan mata dan senyum lembut Liana yang terus menghantui benaknya, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Sore itu, Andi duduk sendirian di atas batu besar yang biasa ia jadikan tempat bersandar. Teman-temannya masih belum datang, dan aliran sungai di depannya mengalir tenang, membawa kedamaian yang sama seperti sore-sore sebelumnya. Namun, ada sedikit kegelisahan yang mengendap di hati Andi, sebuah harapan yang diam-diam ia simpan—mungkinkah Liana juga datang sore ini?

Angin sepoi-sepoi yang datang dari arah sungai sedikit menyejukkan udara sore itu. Burung-burung walet yang bersarang di bawah jembatan mulai beterbangan keluar, membelah langit senja yang mulai merona jingga. Tiba-tiba, dari kejauhan, Andi melihat sosok yang ia kenal. Liana.

Liana berjalan pelan di sepanjang tepi sungai dengan keranjang cucian di tangannya. Wajahnya tampak cerah, dan rambutnya yang hitam tebal terurai lembut, sedikit berantakan oleh hembusan angin. Andi tertegun sejenak, jantungnya berdebar lebih kencang. Sore itu, Liana datang sendirian, tanpa ditemani Caya atau Fitri. Ini adalah kesempatan langka.

Dengan cepat, Andi memutuskan untuk mendekatinya. “Liana!” panggil Andi sambil melangkah ke arah gadis itu, suaranya berusaha terdengar ramah, meski sedikit gugup.

Liana menoleh dan segera tersenyum ketika melihat Andi. “Oh, Andi! Kamu sendirian hari ini?” tanyanya, suaranya terdengar lembut namun jelas, seperti angin yang berbisik di antara daun-daun pohon.

Andi mengangguk, menatap Liana yang berdiri di dekatnya. “Iya, teman-temanku belum datang. Kamu juga sendirian?”

Liana tersenyum kecil dan menatap keranjang cucian di tangannya. “Iya, Caya dan Fitri ada urusan di rumah. Jadi, saya cuci sendiri hari ini.”

Lihat selengkapnya