Cinta Bersemi di Kolong Jembatan Miring

Andika Paembonan
Chapter #4

Bab 4: Saling Menyimpan Rahasia

Hari-hari Ramadhan semakin mendekati akhirnya. Andi dan Liana, tanpa pernah merencanakan dengan pasti, terus bertemu di kolong Jembatan Miring. Pertemuan-pertemuan mereka selalu terasa istimewa, meskipun hanya diisi dengan percakapan sederhana. Tak ada janji, tak ada komitmen, hanya rasa yang tumbuh secara alami di antara mereka, membentuk ikatan yang belum terucap.

 Namun, meski mereka semakin dekat, Andi dan Liana tetap menjaga perasaan itu hanya untuk diri mereka sendiri. Di hadapan teman-teman mereka, keduanya masih berusaha tampak biasa, meski di dalam hati, ada desakan kuat untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya mereka rasakan.

 Sore itu, Andi duduk di pinggir sungai seperti biasa, menunggu teman-temannya yang masih belum tiba. Ia sudah tak sabar menantikan Liana. Suasana di sekitar Jembatan Miring mulai ramai lagi dengan suara anak-anak yang mandi di sungai dan orang-orang yang duduk bersantai di tepi air. Burung walet beterbangan rendah, mencari sarang mereka sebelum matahari benar-benar tenggelam.

 Andi tidak harus menunggu lama. Liana datang, kali ini bersama Caya dan Fitri. Mereka berjalan di sepanjang tepi sungai, berbincang riang, tetapi Liana melirik ke arah Andi dengan senyum yang ia sembunyikan dari kedua temannya.

 Ketika Liana dan kedua temannya mendekat, Andi tersenyum kecil, meski mencoba menyembunyikan kegembiraannya. “Halo, Andi,” sapa Caya, yang segera disambut oleh senyuman teman-temannya yang lain.

 “Halo semua,” balas Andi dengan nada yang santai. Namun, matanya hanya tertuju pada satu orang—Liana.

 Liana, meski tampak sibuk dengan pembicaraan dengan Caya dan Fitri, sesekali melirik ke arah Andi. Ada keakraban dalam tatapan mereka, namun mereka tak pernah membicarakan itu secara terbuka.

 “Ayo cepat, sebelum magrib kita pulang,” ujar Caya, memberi isyarat agar mereka segera menyelesaikan cuciannya.

 Liana mengangguk, dan mereka pun mulai bekerja. Andi memperhatikan dari kejauhan, sambil sesekali mengalihkan pandangannya ke arah burung-burung walet yang beterbangan di bawah jembatan. Ia merasa tenang, meski hatinya tak berhenti berdebar.

 Gading dan Rio akhirnya tiba, memecah keheningan yang mulai terasa di hati Andi. "Eh, Andi! Sudah dari tadi kah?" tanya Gading sambil melemparkan sandal ke arah Andi dengan canda.

 Andi tertawa kecil. “Iya, baru-baru saja.”

Lihat selengkapnya