Cinta Bersemi di Kolong Jembatan Miring

Andika Paembonan
Chapter #11

Bab 11: Jarak yang Memisah

Liburan sekolah telah usai, dan Andi serta Liana harus kembali ke rutinitas mereka. Keduanya bersekolah di tempat yang berbeda, yang membuat pertemuan mereka semakin jarang. Meski jarak itu mulai terasa, mereka tetap menjaga komunikasi dengan cara yang paling mereka bisa saat itu—lewat surat.

Setiap minggu, Andi selalu menulis surat untuk Liana. Ia menceritakan tentang hari-harinya di sekolah, tentang teman-temannya, dan tak lupa mengungkapkan rindu yang semakin dalam setiap harinya. Liana juga membalas surat-surat Andi, meski tak secepat yang Andi harapkan. Namun, bagi Andi, setiap surat dari Liana adalah penawar rasa rindunya.

Waktu terus berlalu, dan Andi mulai merasakan ada yang berbeda. Surat-surat dari Liana semakin jarang datang. Jika sebelumnya Liana membalas dalam beberapa hari, kini butuh waktu berminggu-minggu hingga balasannya tiba. Andi berusaha mengerti, mungkin Liana sibuk dengan sekolahnya. Namun, dalam hati, ada kekhawatiran yang perlahan tumbuh.

Suatu hari, ketika Andi sedang di Pasar Karetan untuk membeli beberapa keperluan sekolah, ia tak sengaja melihat sosok yang sangat dikenalnya. Di tengah keramaian pasar, di antara deretan kios yang menjual baju dan makanan, ia melihat Liana. Senyum Andi langsung mengembang. Setelah sekian lama tidak bertemu, melihat Liana di tengah hiruk-pikuk pasar seakan menjadi momen yang dinanti-nantikan.

Tanpa berpikir panjang, Andi memutuskan untuk mendekatinya. Ia membayangkan momen bahagia saat mereka akhirnya bisa bertemu lagi setelah sekian lama. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti. Di samping Liana, berdiri seorang pria yang tak dikenalnya. Pria itu tampak akrab dengan Liana, bahkan menggandeng tangannya dengan lembut. Andi terdiam di tempat, hatinya mendadak berat.

Mereka tampak begitu dekat, tertawa bersama, seolah dunia di sekitar mereka menghilang. Andi merasa dadanya sesak. Ia tak pernah melihat Liana seperti itu sebelumnya, apalagi dengan pria lain. Rasa cemburu dan kecewa mulai menghantam dirinya. 

“Siapa dia?” gumam Andi dalam hati, berusaha menenangkan pikirannya yang mulai kacau.

Lihat selengkapnya