Cinta Bersemi di Kolong Jembatan Miring

Andika Paembonan
Chapter #12

Bab 12: Melepas Bayang Liana

Sejak pertemuannya dengan Liana di Pasar Karetan yang meninggalkan luka mendalam, Andi berusaha keras untuk melupakan gadis yang dulu memenuhi setiap sudut pikirannya. Ia tahu, tidak ada gunanya terus berharap pada sesuatu yang sudah tidak mungkin kembali seperti dulu. Perasaan kecewa dan patah hati yang semula menguasai dirinya, kini berangsur-angsur ia ubah menjadi dorongan untuk mencari cara lain melampiaskan perasaannya.

Andi mulai menemukan pelarian pada rutinitas yang baru. Salah satu cara yang paling efektif untuk mengusir bayangan Liana adalah bermain bola bersama teman-temannya. Hampir setiap sore, Andi berlari di lapangan, mengejar bola, dan menendangnya sekuat tenaga. Bersama Gading, Rio, Alam, dan Ari, mereka sering bermain hingga larut, diiringi canda tawa yang sedikit demi sedikit menyembuhkan hati Andi.

Di tengah riuh suara permainan dan teriakan sahabatnya, Andi menemukan kebebasan sejenak. Bola seakan menjadi pengalihan sempurna dari ingatan-ingatan tentang Liana. Setiap kali kakinya menyentuh bola, setiap kali ia berlari di lapangan, ia merasa lebih kuat, lebih bebas. Saat itu, Liana terasa seperti bagian dari masa lalu yang perlahan mulai menghilang.

Namun, di saat-saat sepi, saat malam datang dan teman-temannya sudah pulang, hati Andi masih terasa hampa. Pada momen-momen inilah, Andi sering menghabiskan waktu sendirian di kamarnya, menulis puisi. Puisi menjadi jendela bagi perasaannya yang terdalam, kata-kata yang ia tuliskan adalah ungkapan dari rasa sakit dan kerinduan yang belum sepenuhnya hilang. 

Di dalam bait-bait puisinya, Andi mencurahkan segalanya. Kadang ia menulis tentang cinta yang hilang, tentang rasa rindu yang tidak terbalas, atau tentang harapan yang pudar. Ia menulis tanpa henti, seakan setiap kata yang keluar dari penanya mampu sedikit demi sedikit membebaskan hatinya yang terluka.

Berikut salah satu puisi yang ia tulis:


Lihat selengkapnya