Cinta Bersemi di Kolong Jembatan Miring

Andika Paembonan
Chapter #17

Bab 17: Perasaan Gugup

Hari-hari setelah menerima surat dari Devi terasa lebih cerah bagi Andi. Setiap pagi ketika ia bangun, ada rasa semangat baru yang menyelinap di hatinya. Hubungan yang baru terjalin antara dirinya dan Devi membuat semuanya tampak lebih ringan. Meski mereka tidak selalu bertemu setiap hari, Andi selalu menantikan momen-momen ketika mereka bisa berbincang bersama di tempat favorit mereka.

Namun, ada satu hal yang mulai Andi rasakan: meski dia dan Devi semakin dekat, ada perasaan gugup yang kadang menyelinap ketika mereka berdua bersama. Tidak seperti hubungannya dengan teman-teman yang terasa santai dan penuh tawa, hubungan dengan Devi terasa berbeda. Ada kekhawatiran yang membuat Andi sering berpikir dua kali sebelum mengucapkan sesuatu. Ia tak ingin melakukan kesalahan atau berkata sesuatu yang bisa membuat Devi merasa tak nyaman.

Suatu sore, Andi dan Devi berjalan-jalan di sekitar desa setelah pulang sekolah. Mereka melewati jalan setapak yang dikelilingi oleh sawah hijau, dengan matahari sore yang mulai turun perlahan ke balik pegunungan. Suasana desa begitu tenang, hanya suara jangkrik dan gemerisik angin di antara tanaman padi yang menemani mereka.

"Apa kamu suka tinggal di sini?" tanya Andi tiba-tiba, mencoba memecah keheningan yang terasa terlalu lama. Pertanyaan itu sebenarnya sederhana, tapi bagi Andi, itu adalah cara untuk lebih mengenal Devi.

Devi tersenyum, "Aku suka. Di sini tenang, nggak seperti kota yang selalu ramai. Kadang aku membayangkan kalau kita tinggal di kota besar, apa kita akan tetap seperti ini?"

Andi menatapnya sejenak sebelum menjawab, "Mungkin kita akan berbeda. Tapi aku rasa, kalau kita dekat, tempatnya nggak terlalu penting."

Devi tersenyum mendengar jawabannya, lalu menunduk, memandang tanah seolah mencari sesuatu yang hilang. "Aku juga berpikir begitu. Yang penting bukan di mana kita berada, tapi dengan siapa kita."

Percakapan mereka berlanjut dengan obrolan ringan, tentang sekolah, teman-teman, dan impian mereka di masa depan. Andi merasa nyaman setiap kali mendengarkan suara Devi yang lembut. Ada kedamaian dalam cara Devi berbicara, seolah segala kekhawatiran yang Andi rasakan sebelumnya hilang begitu saja.

Namun, saat mereka hampir sampai di rumah Devi, suasana tiba-tiba berubah. Devi menjadi lebih diam, dan tatapannya terlihat jauh, seakan ada sesuatu yang ia sembunyikan. Andi merasa ada yang tidak beres, tapi ia tidak ingin memaksa Devi untuk bercerita.

"Ada yang salah?" tanya Andi, mencoba untuk memastikan.

Devi terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Aku hanya sedang memikirkan sesuatu, Andi. Kadang aku takut kalau kita terlalu cepat dekat seperti ini."

Kata-kata Devi membuat Andi terkejut. Ia tidak menyangka Devi merasakan hal itu. "Maksudmu apa? Apa kamu merasa kita terlalu cepat?"

Devi menggeleng pelan, "Bukan begitu. Hanya saja, aku khawatir kita belum benar-benar mengenal satu sama lain. Apa yang akan terjadi kalau suatu hari kita menyadari kalau kita tidak cocok?"

Andi menarik napas dalam-dalam, mencoba mencari jawaban yang tepat. "Devi, aku mengerti kekhawatiranmu. Aku juga pernah berpikir seperti itu. Tapi bagiku, kita harus memberi kesempatan pada perasaan ini untuk tumbuh. Kalau kita selalu khawatir tentang masa depan, kita mungkin akan kehilangan momen-momen berharga seperti sekarang."

Lihat selengkapnya