Cinta Bersemi di Kolong Jembatan Miring

Andika Paembonan
Chapter #20

Bab 20: Nada yang Menghubungkan

Malam minggu itu, suasana di sekitar rumah Devi terasa tenang, tapi tak jauh dari sana, sebuah kelompok remaja berkumpul di bawah lampu jalan yang remang-remang. Andi bersama beberapa teman-temannya memutuskan untuk berkumpul di dekat rumah Devi. Tempat yang mereka pilih adalah sebidang tanah kosong dengan beberapa bangku kayu buatan warga setempat, sering kali dijadikan tempat nongkrong oleh anak-anak muda.

Andi tidak biasa nongkrong dengan teman-temannya di tempat ini, tetapi karena lokasi yang dekat dengan rumah Devi, ia setuju untuk ikut. Teman-temannya membawa gitar, dan mereka berencana menghabiskan malam dengan bercanda, ngobrol, dan bernyanyi lagu-lagu favorit. Saat mereka berkumpul, salah satu temannya, Rio, duduk dengan gitar di pangkuannya, mulai memainkan beberapa nada. Namun, tidak butuh waktu lama sebelum Rio melirik Andi, tersenyum dan berkata, “Ndii, kamu kan jago main gitar, ambil alih nih!”

Andi tertawa kecil, mencoba menolak dengan sopan. “Ah, nggak, nggak. Kamu aja, Rio.”

Tapi teman-teman lainnya ikut mendesak, memintanya untuk bergabung dan menunjukkan kemampuannya. Setelah beberapa kali desakan, Andi akhirnya menyerah dan mengambil alih gitar dari Rio. Ia duduk di bangku kayu dengan postur yang santai, jari-jarinya mulai dengan lancar memetik senar gitar, menghasilkan melodi yang langsung menarik perhatian teman-temannya.

Di malam yang tenang itu, Andi mulai memainkan intro dari sebuah lagu yang sangat populer saat itu—lagu “Ada Apa Denganmu” dari Peterpan. Suara gitar yang lembut diiringi oleh senandung Andi yang begitu khas. Nada-nada itu mengalun dengan sempurna, memenuhi udara malam dengan kehangatan yang tak terucapkan. Teman-temannya mulai ikut bernyanyi, beberapa dari mereka memukul-mukul bangku kayu untuk mengikuti ritme. Andi yang biasanya terlihat pendiam, kali ini tampak berbeda. Ada cahaya di wajahnya saat ia bernyanyi, seolah setiap kata dalam lirik lagu itu memiliki arti khusus.

Devi, yang sedang berada di dalam rumahnya, duduk di ruang keluarga bersama kakaknya, Mbak Rina. Mereka berdua sedang menonton televisi, tapi suara gitar yang samar-samar terdengar dari luar membuat perhatian Devi teralih.

“Ada yang lagi main gitar di luar,” kata Devi, lebih kepada dirinya sendiri. Ia merasa suara itu familiar.

Mbak Rina, yang sedang asyik menikmati acara di televisi, menoleh dengan senyum jahil. “Mungkin itu anak-anak yang suka nongkrong di dekat sini. Biasanya sih mereka suka main gitar kalau malam minggu.”

Devi mengangguk, tapi rasa penasaran mulai merayap di hatinya. Suara gitar dan nyanyian itu semakin jelas, dan Devi merasa ada sesuatu yang berbeda. Ia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju jendela, mengintip keluar.

Di kejauhan, Devi bisa melihat sekumpulan anak-anak muda duduk di bawah pohon dekat tanah kosong. Meski tak sepenuhnya jelas dari kejauhan, Devi langsung mengenali Andi di antara mereka. Hatinya berdegup sedikit lebih cepat. Ia tidak tahu Andi bisa bermain gitar, apalagi bernyanyi dengan begitu indah. 

Mbak Rina, yang memperhatikan gerak-gerik adiknya, tertawa pelan. “Kamu kenapa? Kok tiba-tiba tertarik keluar?”

Lihat selengkapnya