Cinta Bersemi di Kolong Jembatan Miring

Andika Paembonan
Chapter #21

Bab 21: Angkutan Umum

Pagi itu, matahari baru saja mulai menampakkan sinarnya di balik pegunungan, tetapi kabut tebal masih menyelimuti jalan setapak di desa. Udara terasa sejuk, dengan embun masih menempel di dedaunan dan rumput-rumput liar yang tumbuh di sepanjang jalan. Suasana desa masih sunyi, hanya terdengar suara kokok ayam yang bersahutan di kejauhan. Seperti biasa, Andi memulai harinya dengan berjalan menuju tempat biasa ia menunggu angkutan umum yang akan membawanya ke sekolah.

Jalan setapak yang dilewati Andi berbatu dan sedikit menanjak. Di beberapa titik, genangan air masih tertinggal setelah hujan semalam. Andi sudah terbiasa dengan jalan ini, dan meskipun tidak selalu mudah, ia menikmatinya. Pemandangan hijau di sekitarnya selalu memberikan ketenangan, membuat setiap perjalanan ke sekolah terasa lebih ringan.

Andi, dengan tas sekolah tergantung di pundak, melangkah sendirian. Sejak Devi mulai hadir dalam hidupnya, ada sesuatu yang berubah dalam hatinya. Ia sering memikirkan Devi, terutama di saat-saat seperti ini, ketika ia sendirian dan hanya ditemani alam. Tiba-tiba, tanpa diduga, di ujung jalan yang berkelok, ia melihat sosok yang tak asing lagi.

Devi. Ia berdiri di tepi jalan setapak, tampak sedang menunggu angkutan juga. Andi tak pernah menyangka akan bertemu Devi di sana, karena mereka bersekolah di tempat yang berbeda. Ia biasanya tidak pernah melihat Devi di pagi hari. Mereka tinggal di desa yang sama, tetapi jarang sekali berpapasan kecuali saat-saat tertentu di sore hari atau di acara-acara desa.

Sejenak, Andi merasa ragu untuk menyapa. Namun, setelah menarik napas dalam-dalam, ia memberanikan diri untuk memanggilnya.

"Devi?" Suara Andi terdengar lembut, hampir seperti gumaman.

Devi yang sedang melamun menoleh ke arah suara itu. Ketika pandangan mereka bertemu, senyuman manis langsung menghiasi wajah Devi. Mata mereka saling bertaut dalam keheningan yang aneh namun nyaman.

"Andi!" Devi menyapa dengan ramah. "Tumben kita ketemu pagi-pagi begini."

Andi tersenyum kecil, masih sedikit terkejut melihat Devi di sana. “Iya, aku juga nggak nyangka. Kamu juga nunggu angkot?” tanyanya, berusaha terlihat santai.

Devi mengangguk sambil tersenyum. “Biasanya aku dianter sama kakak, tapi hari ini dia ada urusan, jadi aku harus naik angkutan umum sendiri,” jawabnya.

Suasana di antara mereka terasa hangat, meski hanya berdiri di tepi jalan yang sepi. Angin pagi yang sejuk bertiup pelan, membuat helai rambut Devi bergerak lembut. Andi hanya bisa memandangi Devi, merasa bahagia meskipun pertemuan ini sangat sederhana.

“Kamu sering lewat sini juga, ya?” tanya Devi setelah beberapa saat, matanya menatap Andi dengan penuh perhatian.

Andi mengangguk. “Iya, hampir setiap hari aku lewat sini buat nunggu angkutan. Tapi baru kali ini kita ketemu. Kamu biasanya nggak lewat sini kan?”

Lihat selengkapnya