Pagi ini, aku telah siap menemui dosen pembimbing tesisku. Lima judul sudah kutulis pada selembar kertas untuk diajukan.
Kulupakan sejenak tentang Syafril, juga tentang Rian yang entah kenapa tiba-tiba sosoknya menyelinap hadir dalam benakku. Kutepis keras bayangannya. Toh kami tidak mungkin bertemu kembali.
Hari ini, aku harus berusaha demi tesisku, demi kelulusanku.
"Judul-judul ini tidak ada yang fresh. Apa ada yang lain?"
Suara bariton Prof Johar mencengangkanku. Dia mengembalikan kertas berisi pengajuan judul-judul yang kuketik dengan rapi pada selembar kertas A4. Aku menggeleng, menatapnya dengan takut.
"Ambil masalah yang sedang seksi untuk dibahas sekarang!"
"Apa, Prof?"
"Isu disabilitas."
"Ha?"
Aku ternganga dengan kedua bola mata seolah hendak melompat ke luar. Profesor ini sungguh aneh. Terlalu mengada-ada. Aku yang sedang menempuh Magister Pendidikan Matematika, diminta mengkaji tentang isu disabilitas. Yang benar saja?
"Pengembangan pembelajaran matematika juga perlu dinikmati mereka kan?"
"Oh." Iya itu benar, tapi--
"Kenapa hanya oh saja? Bisa, tidak?"
Aku menggeleng. Sama sekali belum menemukan ide atas usulan yang dibicarakan Prof Johar.
"Sudah saatnya semua elemen memperhatikan mereka."
"Tapi saya sama sekali tidak ada pengalaman di bidang itu, Prof," kataku lirih.
"Justru itu kamu harus belajar!"
"Tapi, Prof--"
"Tidak akan pernah ada pengalaman jika kamu hanya berdiam di tempat nyamanmu itu."
Aku menunduk dengan pikiran berkecamuk. Tesis ini sepertinya akan menyulitkanku. Bagaimana bisa aku harus berhadapan dengan para difabel? Bahkan harus mengajar mereka.
"Prof--"
"Saya ACC judulmu yang nomor satu, dengan catatan subjek penelitiannya diganti. Lakukan penelitian di SLB."