Atas perintah Rian, satu per satu mereka bersalaman dan mencium tanganku. Beruntung sudah tidak ada lagi yang berbuat aneh-aneh selain tertawa tidak jelas dan memandangku dengan tatapan yang tidak bisa kumengerti. Rian menyilakanku duduk sembari menunggunya menyelesaikan pembelajaran.
"Kamu mau penelitian tentang apa?" tanya Rian saat kami telah duduk berdua di dalam kelas sementara anak-anak sedang istirahat didampingi orang tuanya.
"Analisis profil berpikir kritis dalam pembelajaran montessori. Materinya bangun datar." Aku memberikan proposalku.
"Kelasku pembelajarannya tematik," tandasnya.
"Terus gimana?"
"Kamu harus ikut di seluruh kegiatan pembelajaran, tapi ambil data yang kamu butuhkan saja."
Aku ternganga. Bukankah itu artinya aku harus meluangkan waktu yang sangat banyak demi penelitian ini? Sementara jika aku mengurungkannya, aku akan kembali dipusingkan dengan mencari SLB lagi yang tidak menutup kemungkinan akan ditolak seperti di SLB Pelita.
"Apa nggak bisa aku datang saat akan pembelajaran bangun datar saja?" tanyaku mencoba peruntungan.
"Nggak bisa, Sasma. Ini tematik. Pembelajarannya berdasarkan tema."
"Jadi, hari apa saja aku harus datang ke sini?"
"Kamu masih ada kuliah?"
"Setiap Rabu." Aku mengulang Aljabar Abstrak pada semester empat ini.
"Kalau begitu, kamu ke sini Senin, Selasa, Kamis, Jumat. Jam delapan pagi sampai satu siang."
Tamatlah sudah riwayatku. Melihat Rian selama lima belas menit mengajar tadi saja rasanya aku sudah lelah. Saat mengajar murid yang satu, satunya berteriak. Lalu satunya lagi asyik dengan lego di tangan. Rian tidak bisa mengajar keempatnya secara langsung. Mereka saling berebut untuk mendapatkan perhatian.
"Tapi, Ri, aku belum ada pengalaman dengan autis. Sama sekali," kataku lirih.
Rian terkekeh-kekeh. "Ri... boleh juga. Aku suka panggilanmu."
Aku berdecak. Dia malah membahas hal yang tidak penting. Mengomentari panggilanku padanya. Aku lupa atau sepertinya memang tidak pernah tahu dia biasa dipanggil apa. Ri? Yan? Entahlah.
Rian tampak serius membolak-balik proposalku. Mukanya terlihat serius, seserius Prof Johar saat membimbing.
"Harus ada beberapa penyesuaian ini, Sasmaya. Kita harus berunding untuk membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dulu sebelum kamu melakukan penelitian. Anak-anak yang akan kamu hadapi berbeda."
Lagi. Aku merutuki nasibku yang dipaksa Prof Johar untuk mengubah subjek penelitian. Tesis ini sungguh menyulitkanku.
"By the way, ini pertemuan kita yang ke tiga."
"Eh?" Aku mengerutkan kening. "Apa?"
"Kita berjodoh!" tandasnya sembari memain-mainkan alisnya.
Aku berpikir sejenak, lalu teringat pada kalimatnya saat di mobil travel dulu.