Raden Ajeng Sasmaya Kamala

Dyah Ayu S.C.
Chapter #11

11. Penampilan Ratu Tirtonegoro

Hari ini adalah hari pertamaku akan melakukan penelitian di SLB Pertiwi. Seluruh persiapan telah matang kubuat bersama Rian. Beruntungnya, dia mengajakku untuk merampungkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) di luar sekolah. Bahkan dia dengan sukarela bertandang ke kosku pada sore atau malam hari.

Meski sering terjadi percekcokan, Rian tidak pernah mundur untuk membantuku. Dia tidak pernah jera meski sering kuketusi. Aku tahu Rian memiliki perasaan terhadapku. Hanya saja, aku tidak bisa membalasnya.

Sikapku pada Rian sudah kuusahakan seprofesional mungkin. Aku mengikuti setiap usulannya demi kebaikan tesisku. Bahkan, pembelajaran montessori yang kuusung, akhirnya kupadukan dengan pembelajaran visual. Hal ini disesuaikan dengan pembelajaran yang diterapkan di SLB Pertiwi. Ada beberapa media visual berupa papan komunikasi yang telah kubuat. Kata Rian, media ini akan membantuku saat berinteraksi dengan anak-anak.

Setelah memastikan semua perlengkapan sudah kubawa, aku kembali mematut diri di depan cermin. Memastikan penampilanku telah rapi paripurna, secantik Ratu Tirtonegoro.

Ojol sudah kupesan. Aku segera melangkah ke depan kos dengan mengumpulkan kepercayaan diri sebanyak banyaknya, bahwa aku akan berhasil dalam penelitian ini.

"Sudah siap, May?"

Aku terbeliak tidak percaya melihat sosok yang menyandar dengan berpegangan pada stang motor. Dia lalu berdiri tegap, menunjuk pagar yang masih tertutup rapat.

Aku melangkah ke luar, membuka pagar menuju dia. "Apa?"

"Ayo berangkat."

"Aku sudah pesan ojol."

"Oh." Dia mengangguk dengan masih tetap berdiri tegak di depanku. Tidak melakukan pergerakan untuk menaiki motornya dan segera berangkat.

"Duluan saja, Ri," kataku akhirnya. Sedikit jengkel karena dia tidak juga pergi.

"Masih jauh ojolnya?"

"Di Jalan Bandung," kataku setelah melihat aplikasi order ojek online.

Dia tidak menyahut. Diambilnya tas berisi media pembelajaran yang sedang kujinjing. Lalu, tanpa kalimat apa pun selain anggukan kepala meminta izin, dia menaruh barang itu di motornya.

"Rian!"

Dia tersenyum tipis. Tidak mengacuhkanku. 

Ojol yang kupesan datang. Rian setengah berlari menghampirinya, berbicara entah apa. Tetapi, kulihat pengemudi ojol itu tersenyum sambil mengacungkan jempol.

"Oke, Bro," katanya.

Ojol itu kemudian bergerak menjauh.

"Ayo, May, berangkat."

"Rian, kamu apaan, sih? Kasihan ojolnya."

"Dia tetap menjalankan orderanmu, May. Nggak dirugikan."

Aku menatap Rian tajam dengan gigi bergeletuk. Kedua tanganku mengepal kuat. "Kamu itu apa sih!"

"May...."

"Sudah kubilang, namaku Sasma!"

Lihat selengkapnya